Karya : Malik
Bulan benderang. Serangga malam juga sudah menderit-derit. Angin dingin yang menelisik lewat pohon-pohon tidak membuatnya bergeming. Dia tetap menatap galak lelaki di depannya. Meski sudut bibirnya sudah meneteskan darah, sorot matanya tetap menyala. Ia menggertakan gigi.
Pemuda itu sudah tidak peduli lagi bagaimana keadaannya sekarang. Ia tidak peduli bajunya kotor dan sobek bekas perkelahian. Bahkan meski 3 preman di depannya membawa pisau dan golok, ia tetap tidak peduli. Amarah sudah menutup ketakutan juga memberi keberanian baru di dadanya.Ia menghembuskan napas. Menunjuk satu persatu wajah lawannya. Lelaki-lelaki itu tertawa, merendahkan pemuda kurus yang entah kenapa terus menerus mengejar mereka.
"Heh bocah! Mau cari mati? Hah?!" Satu dari mereka, dengan tato ular di lengannya berseru sebal. Ia sudah risih terus bermain-main. Secepatnya ia harus pergi dari tempat ini.
"Bunuh aja Bos! Kita harus cepet pergi dari sini... " Lelaki bertato tadi melirik, lalu memberi perintah untuk menghabisi pemuda itu.Dua dari mereka segera merangsek maju. Mengacungkan pisau dan goloknya. Pemuda itu berteriak. Dari sudut matanya keluar bulir air mata. Ia menangkis semua serangan. Menjatuhkan lawannya. Lalu dengan gerakan yang cepat tubuhnya berputar, memberikan tendangan keras di perut salah satunya. Lelaki itu tersungkur. Tidak membuang kesempatan, ia terus menghajarnya. Ia bahkan lupa bahwa masih ada satu lelaki bertubuh tambun di belakang.
Melihat temannya hampir mati diserang pemuda berseragam sekolah SMA, lelaki tambun itu berteriak kencang. Berlari sambil menghunus golok. Tapi Clebb pemuda itu sedikit lebih gesit. Dia mengambil pisau dari lelaki yang sudah ia hajar, lalu menusukkannya di perut lelaki tambun yang membawa golok tadi. Pisau itu ia tekan dalam-dalam. Darah menyembur, mengenai wajahnya. Dia tersenyum, lalu mencabut pisau itu . Ada bercak darah di wajahnya yang segera ia bersihkan.
"Ibu?" Julien baru pulang sekolah. Ada sedikit masalah di kelas teater, ia harus ikut rapat. Itulah yang membuatnya pulang sedikit terlambat.
"Jul, kamu masih di sekolah?" Ia mendapat telephone dari Ibu ketika sedang menunggu angkutan umum. Ibunya menyuruh ia pergi ke rumah Hana, kakaknya. Hana tinggal di tempat lain dengan jarak yang lebih dekat dari kantor tempatnya bekerja. Ia tinggal berdua di rumah milik keluarga temannya.
"Azeela lagi gak ada di rumah. Tolong beliin obat buat kakakmu, beli roti sekalian. " Rumah itu cukup jauh. Butuh sekitar 30 menit memakai angkutan umum.Julien berjalan melewati gang. Rumah yang Hana tempati ada di ujung gang, sehabis undakan tangga. Tidak ada yang menarik dari tempat ini kecuali memikirkan bagaimana Hana betah di sini.
Sepuluh meter sebelum sampai di depan pintu, Julien menghentikan langkah. Ada 3 orang lelaki seumuran kakaknya keluar dari rumah itu. Mereka tertawa terbahak-bahak. Satu diantara mereka, dengan tato ular di lengan, memperbaiki resleting celana. Mata tiga lelaki itu tertuju pada sebuah ponsel. Sepertinya mereka tengah menonton sebuah video, dilihat dari cara mereka memegang ponsel.
"Mantep Bos! Haha.." melihat lidah mereka yang terus menjilati bibir, membuat dada Julien seperti bergemuruh. Ada kekhawatiran tentang kakaknya, Hana yang hanya seorang diri.
Setelah tiga lelaki itu pergi, Julien yang dari tadi bersembunyi langsung keluar. Memastikan keadaan kakaknya. Hana sedang meringkuk memeluk lutut di pojok ruangan. Rambut hitamnya tergerai kusut tak karuan. Begitu mendengar suara langkah kaki memasuki rumah, Hana langsung mendongkak. Ada darah di sudut bibirnya, matanya juga bengkak kebanyakan menangis. Melihat kakaknya berantakan seperti itu membuat Julien mengepalkan tangan.
"Jul.." Hana menatap adiknya, ia biarkan air mata mengalir di pipi, jatuh ke baju tidur yang sudah robek di bagian bahunya. Tanpa pikir panjang, Julien segera berlari menyusul lelaki-lelaki tadi.
"Apa maumu?!" Julien menatap kosong lelaki di hadapannya. Ia tidak peduli lelaki itu berteriak dari tadi. Membayangkan betapa gilanya dia memperkosa Hana membuat Julien mendecih jijik.
Julien terus berjalan ke arah lelaki itu, membuatnya terpojok. Lalu cuih, ia meludahi muka lelaki tadi. Tidak terima diludahi begitu saja, lelaki itu langsung meninju wajah Julien. Menghantakan pukulan bertubi-tubi. Harga dirinya diinjak bocah sinting di hadapannya.
Julien membiarkan tubuhnya dipukul dan ditendang. Ia harus mengambil ponsel tadi, menghapus video yang ia yakini ada Hana di dalamnya. Sebuah tinju menghantam dada Julien, membuatnya terhuyung. Lelaki itu menyuruh Julien berhenti, ia benar-benar tidak tahu kenapa pemuda ini mengajaknya berkelahi. Dua temannya bahkan dibuat tersungkur.Meski tubuhnya sudah babak belur, Julien tetap melawan. Satu tendangan, dua pukulan, ia bahkan mengambil golok milik teman lelaki yang sedang menghajarnya. Ia dorong lelaki itu sampai tergeletak di tanah. Kakinya dengan kasar menginjak dadanya. Julien lalu menindih lelaki itu. Ia memeriksa di saku mana ponsel itu disimpan. Lelaki yang ia tindih terus saja menggerakan tubuh, berusaha melawan. Karena kesal, Julien memukulnya. Dan ketika ia menemukan ponsel itu, ia segera mengambil batu yang ada di dekatnya. Seluruh file ponsel itu ia hapus.
Meski niat awalnya hanya menghapus video kakaknya, mendengar umpatan lelaki itu membuat Julien kesal. Ia memukul kepala lelaki itu dengan batu. Membuatnya memejamkan mata. Darah mengalir dari sela-sela rambutnya. Entah mati atau sekedar pingsan.
-Kuningan, 191019-
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerikil Kata || CERPEN
Short StoryAku tidak pandai merangkum. Kau coba baca saja sendiri. Aku menyimpan kenangan tentang seseorang dalam setiap bab di buku ini. Ku perbolehkan kau menyukainya💓 @Kuningan @Bandung