PROLOG

597K 22K 932
                                    

Selamat membaca!Semoga berkenan ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca!
Semoga berkenan ya... :)
Jangan lupa vote dan comment-nya yang buanyak! 🤣🤣🤣

**********

KEPALA Ghina terkulai di meja kerja, di atas amplop. Dia tidak tahu cara ini tepat atau tidak. Dia tidak tahu setelah ini apa yang akan terjadi. Bagaimana kehidupannya, cara membayar cicilan kartu kredit, mobil, dan apartemen.

Sialan!

Dia mengangkat paksa kepalanya, menegakkan  punggung, lalu memandang jemari manis tangan kanannya. Cincin berlian bermodel simple itu bersinar, seolah sedang mengejek---mengitimidasi.

"It's okay, Ghina Indira Kamania! Ini keputusan paling brilian, paling hebat, paling berani!" serunya pada diri sendiri.

Ghina mengembuskan napas pelan sebelum akhirnya berdiri dan keluar dari ruangan dengan membawa amplop.

Sepanjang dia melangkah, banyak kepala menyembul dari kubikel, menebak-nebak apa yang akan terjadi dalam beberapa menit ke depan. Karena sejak pagi, Ghina mengurung diri di ruangan dan melewatkan rapat pagi ini. Tidak ada yang berhasil masuk, dia sengaja mengunci pintu. Peduli amat. Pendapat orang-orang ini tidak akan mengubah keputusannya, dia tetap resign dari KaYaga Design Studio, biro arsitek, yang dia rawat dari embrio sampai jadi sesuatu yang super kece dan menjanjikan.

Dia berhenti dan berdiri di depan pintu seberang ruangannya.

Dia mengetuk ringan beberapa kali, lalu terdengar sahutan yang membuat jantungnya mecelos dan otaknya penuh satu pertanyaan; Yakin?!

Pintu terayun, dan si pemilik ruangan sedang berdiri di tengah ruangan. Wajah khawatir itu membuat badan Ghina tersengat dan terbakar.

Sial! Sial! Nggak boleh kayak gini!

Ghina memastikan pintu tertutup dan seluruh kaca yang mengelilingi ruang berukuran 9 m2 sudah tertutup tirai. Dia meneguk ludah lalu berbalik.

"Ghina..."

Ghina mengangkat amplop. "Aku nggak minat berdebat sama kamu, atau denger permintaan maaf kamu yang super duper bullshit itu. Aku mau kasih ini." Dia melewati si pemilik ruangan dan berhenti di depan meja berplakat Tyaga Nijananda.

Rasa putus asa menyapu Ghina, ketika Tyaga nekat mendekat dan berdiri di sampingnya.

"Ghina, aku---"

"Aku berhenti!" Ghina menguatkan diri untuk memandang Tyaga. Pria tinggi bertubuh atletis, yang dulunya hanya mahasiswa arsitek culun. Ke mana-mana selalu memakai kemeja flannel kebesaraan, celana jins lusuh, dan kacamata bulat super tebal. Jalan menunduk, tidak berani menatap orang-orang. Kini berubah bak model ternama. Stylish. Kaus hitam, jins, bomber, jam tangan, sepatu slip-on---semua terlihat mahal. Tanpa kacamata, sudah lasik.

Ghina satu-satunya orang yang menemani perubahaan demi perubahaan pria ini, yang sekarang dibuang kayak sampah. Brengsek!

Tyaga berupaya meraih pergelangan tangan Ghina, tapi dia sigap mundur beberapa langkah. "Kita bisa membereskan masalah ini, Ghina. Pelan-pelan. Aku---"

"Aku udah membereskannya buat kamu. Aku udah telepon Bunda kamu di Solo, aku bilang kita batal nikah. Tenang aja, aku nggak kasih tahu ada arsitek magang telanjang di apartemen kamu, dan dua atau tiga kondom persedian kita terpakai." Ghina memaksa air matanya mengering. Sudah cukup dia menangisi pria sialan ini selama tiga hari. "Aku bilang belum siap jadi istri. Aku masih mau main-main. Jadi ... citra laki-laki dan anak baik kamu tetap terjaga di mata Bunda."

"Aku salah."

"Bagus deh, kalau kamu sadar."

"Tapi—"

"Aku juga salah." Ghina melirik foto mereka di meja kerja Tyaga. Dia mengambil dan membuang foto itu ke tempat sampah. "Aku salah, karena berharap someday Tyaga-ku yang dulu balik. Harusnya aku ninggalin kamu setahun lalu, waktu aku lihat kamu ciuman sama Sasa!"

Ghina menjatuhkan juga cincin tunangan mereka di tempat sampah. Dia menatap pria itu, kemarahan bergumul dengan rasa sayang untuk Tyaga.

Tyaga menggeleng, tetap berusaha menggenggam tangannya. "Tolong. Give one more chance, Ghina. Aku janji, aku—"

"I'm very tired..." Ghina melepaskan genggaman Tyaga dengan kasar. "Ini selesai. Aku dan kamu selesai, baik sebagai pasangan atau partner kerja."


Yihaaaaa!

Terima masih sudah membaca! 😘💗

Ini hadiah kecil sekaligus permintaan maaf dari aku untuk kalian. Kalian yang luangin waktu buat nulis dm panjang-panjang, nyemangatin aku. Kalian yang bilang, nggak papa istirahat dulu.

Aku udah lebih baik sekarang...

Ayo, kita bersenang-senang seperti sebelumnya.

Jgn lupa follow ig

Bagaskarafamily

Flaradeviana

Ada yang main twitter? Sila difollow @FlaraDevianaa

I purple u 💗

The RiskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang