PERKENALAN

1.6K 80 45
                                    

Ardi tidak pernah menyangka sebelumnya,  sang kakak cantik yang memang tidak mirip dengan sanak keluarganya itu ternyata bukan anak kandung sang ibu.

Dan anak kandung sang ibu yang dirawat oleh orang kaya sahabat sang ayah ternyata bos kakaknya, dan mereka saling jatuh cinta. Ardi tidak mengerti, yang dia tahu keduanya memang sudah berjodoh. (Untuk lebih jelasnya baca oh my boss)

Dan baginya sekarang itu tidak penting, yang paling membuatnya pusing adalah kehadiran gadis berisik bernama Karin.

Entah bagaimana ceritanya, sang ibu mengangkat gadis itu sebagai anak meski tidak secara resmi diadopsi.

Karin adalah gadis cantik dan periang yang kakak kandungnya kenalkan pada keluarganya, sang ibu yang adalah orang tua tunggal dipenjara dengan kasus entah apa. Awalnya Ardi tidak habis pikir kenapa gadis berisik itu bisa membuat hati semua orang luluh, tapi tidak untuk dirinya, seberapa gencar pun dia berusaha membuat seorang Ardi terjerat pesonanya, segencar itu pula pemuda itu menolaknya mentah-mentah.

"Bang Ar-di," panggil Karin sengaja dibuat manja yang membuat pemuda yang tengah menaiki motornya itu berdecak sebal.

"Apaan," balas Ardi ketus, memberikan helm pada gadis itu dengan raut tidak ramah.

"Ke sekolahan Karin nya lewat selatan aja ya, Bang."

"Kenapa emang?"

"Soalnya perasaan Karin buat Bang Ar udah nggak sanggup buat di utara-kan."

"Ter-serah," adalah kata andalan seorang Ardi untuk menanggapi gombal receh gadis yang urat malunya seolah hilang ditelan bumi. Dia tidak habis pikir, dosa apakah dirinya sampai diamanatkan untuk menjaga gadis gila macam begini.

Dulu memang Ardi sering salah tingkah, malu sendiri dengan kelakuan adik angkatnya yang begitu manja dan sok akrab itu, tapi lama kelamaan dia justru menikmatinya, merasakan punya adik yang sebenar-benarnya. Benar-benar merepotkan maksudnya.

Ardi menurunkan gadis itu di depan gerbang sekolah yang beberapa bulan lalu pun ia bersekolah di sana, kini dia sudah menjadi seorang maha siswa, dan tempat ia berkuliah kebetulan satu arah, hal itu justru tidak membuatnya jadi bersyukur, karena itu artinya dia harus jadi tukang ojek mengantarkan Karin setiap paginya. Nasib orang ganteng memang selalu menjadi pemeran utama, yang menderita.

"Ar, lo dicariin Kak Dimas," ucap pemuda berrambut ikal yang menghadang Ardi di koridor kampus. Dia adalah Agung, sahabatnya sejak SMA, pemuda gagal move on meski sang mantan sudah berganti pasangan berkali-kali. Miris.

"Ngajakin tanding basket dia?" Ardi bertanya, Dimas adalah kakak tingkatnya yang merasa tersaingi sejak Ardi yang mulai berkuliah beberapa bulan lalu berhasil menjadi pusat perhatian kaum hawa. "Bilangin aja, gue nggak mau."

"Jangan gitu Ar, nanti lo malah makin di injek-injek." Irfan yang entah datang dari mana tiba-tiba ikut nimbrung, pemuda yang biasa di panggil Ipang itu menepuk pundak Ardi dengan semangat, "gue dukung, lo pasti bisa," ucapnya, yang membuat seorang Ardi meringis, mendapat nasihat dari pemuda yang saking percaya dirinya sampai pernah ditolak puluhan kali oleh kaum wanita, prinsipnya adalah, coba aja dulu, seenggaknya lo nggak penasaran, baginya ungkapan perasaan adalah bahan percobaan. Diterima sukur nggak yaudah.

"Do, Edo! Buset, chatt an terus, jomlo yang sibuknya nyaingin orang pacaran ya ini nih," tegur Agung pada teman yang berjalan di sebelahnya dan tersenyum-senyum sendiri.

"Apaan?" Edo mulai merespon.

"Nanti siang Ardi mau tanding basket satu lawan satu sama Kak Dimas, menurut lo gimana."

"Oh, yaudah entar gue nonton sama Nadia," jawabnya santai.

"Jeuh si bego, gue nggak nanya lo mau nonton apa kaga, menurut lo Ardi bisa nggak ngelawan si Dimas."

Edo mengerutkan dahi, berpikir. "Bisa lah kali, lo kan mantan kapten basket, masa iya kalah sama Dimas," ucapnya memberi semangat, "eh bentar-bentar, Nadia vidio call, minggir lo pada, gue mau ngomong lagi sendirian," usirnya kemudian yang membuat Agung nyaris menyerangnya jika tidak ditarik oleh Ardi juga Ipang yang teramat maklum dengan sifat keduanya.

Edo adalah budak cinta, dan sayangnya, dengan status sahabat dirinya dengan gadis bernama Nadia  membuatnya tidak berani untuk mengungkapkan perasaan.

Tiga tahun di SMA, tapi Ardi baru sadar ternyata teman-temannya itu tidak waras semua, dia bersumpah untuk upgrade teman baru nantinya.

Ketiganya melangkah menjauhi Edo yang tampak menerima panggilan.

"Padahal mah, bilang aja Nadia gue suka sama lo, apa susahnya si?" Ipang berkomentar.

"Takut ditolak kali, terus persahabatan mereka jadi renggang," jawab Ardi.

"Iya, terus diantara mereka tidak ada lagi keakraban, yang ada hanya kecanggungan, lupa bahwa mereka pernah tertawa bersama." Agung ikut berkomentar.

"Kenapa lo jadi curhat si, Gung, udah lah lupain aja Sivia, kaya cewek dia aja." Ipang menasihati.

"Dia itu beda, Pang."

"Iya, beda perasaan."

"Jangan gitu lah ngomongnya, gue masih sayang."

"Ini nih, contoh anak muda yang mengakibatkan kemunduran bangsa ini," saking sebalnya, Ipang sampai ber orasi.

"Udahlah ini urusan gue gimana sama si Dimas, ogah gue tanding basket sama dia."

"Yaelah Bambang, cuma basket doang. Gini nih gue contohin." Ipang mulai mendribble bola hayalannya dengan penuh penghayatan, melangkah mundur di hadapan keduanya, kemudian mengoper bola hayalan pada Agung yang sigap menerima.

Giliran Agung yang memang sudah gila bertambah tidak waras dengan seolah-olah menerima bola kemudian melompat dengan gerakan slam dunk memasukan bola ke dalam keranjang.

"Emang gila semua lo pada." Ardi jadi mengomel prustrasi. "Gue tendang juga ni bola," lanjutnya kemudian melakukan gerakan menendang bola yang mendapat teriakan dari keduanya.

Pemuda yang mengaku paling waras diantara semuanya ternyata sama gilanya.

***

Sepulang kuliah, Ardi menjemput Karin di sekolahnya, gadis berponi dengan rambut panjang berkuncir kuda itu menghampiri dengan lesu, wajahnya memerah, dari seragam olah raga yang ia kenakan, sebenarnya Ardi tahu, pasti gadis itu kebagian olah raga di jam pelajaran terakhir.

"Lo kaya mau mati, kenapa dah."

Karin berdecak, "aus banget Bang, bagi duit lah Karin beli es cendol dulu."

"Enak aja, udah dapet jatah masing-masing juga."

Karin menelan ludah, yang tampak begitu susah, saking dahaganya air liurnya sendiri pun kerontang. "Kan abang jatahnya gedean," omelnya yang membuat Ardi menahan senyum, dari pada digombali oleh gadis ini, sepertinya pemuda itu lebih suka diajak berdebat.

"Yaudah buruan naik, entar gue kasih minum."

"Asik." Karin menaiki motor dengan semangat. "Beli es ya, Bang."

"Kaga, minum dirumah aja."

"Idih, pelit banget Bang Ar."

***

Author; kenalan aja dulu, kalo suka nanti dilanjut lagi.

Netizen; gue dong thor kenalin juga sapa tau ada pembaca baru.

Author; plis lo jangan nongol dulu, gue lagi nggak bikin iklan.

Netizen; biarin apa thor gue mau ikut kenalan sama pembaca baru.

Author; bodo amat lah.

NOISY GIRL (Completed Di Noveltoon) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang