"Sleep tight, have a good sleep..*wink dan emoji hati*"
Kata penutup malam itu darinya...
Boneka itu kusimpan di rak kamarku, perlahan badanku yang makin terasa berat (literally) ini tertarik mundur oleh tarikan kasur. Sambil berbaring ku pandangi chat terakhir darinya, bahkan biasanya tengah malam main game online, akan aku lewatkan saja untuk malam ini.
*tok tok* "Nita, udah tidur belum?" tanya ibu. Bukannya aku tidak mau menjawab panggilan, tapi aku tidak mau momen kesukaanku terlewat dan setelah mata mulai redup, aku putuskan untuk benar-benar tertidur.
***
"Bimbang berujungkan semu
Khayalku terlalu menggebu
Sepatah kata kau buat seribu
Dan menjauh..dan menjauh"***
Suasananya pagi yang sejuk dan cerah, ayah mengajakku untuk belajar menaiki sepeda. "Nak, pegangan yang erat ke stang sepedanya ya...kakinya jangan turun ke bawah, nanti ayah bantu pegang kok..." janjinya padaku, saat itu aku mengayuhkan kaki dengan pasti. Lama kelamaan akupun bisa mengayuh tanpa perlu ayah membantuku lagi, tak ada rasa yang memegangi ujung belakang sepeda roda duaku lagi. Semakin lama, semakin jauh ku kayuh sepeda, semakin tenggelam suaranya. Sampai tiba di pertigaan dekat rumah, aku menatap sekeliling yang ternyata tidak ada siapapun disana. Aku mulai panik dan berlari mencari ayah, tapi ia tidak ada, ku kira ia benar-benar memegangi sepedaku. Sambil sesenggukan ku cari ia namun tetap tidak ada.
Saat aku sadar, ternyata itu hanya mimpi dan ini masih jam 3 pagi.
Kenapa aku harus memimpikannya? sosok yang paling aku tidak suka, padahal baru saja aku mendapat kencan yang menyenangkan sebelumnya. Kutepuk dada ini, mencoba menghela napas dan menghembuskannya perlahan. Ada perasaan mengganjal dan tidak tenang dalam diri ini, tetiba saja teringat masa kecil yang indah tapi juga menyedihkan. Ya, tidak semua masa kecil anak-anak itu menyenangkan bukan? bersyukurlah kalau kalian mengalami hal baik semasa kecil. Dari sekian banyak kejadian manis dan pahit masa kecil, kejadian saat ayah membantuku belajar naik sepeda adalah hal termanis. Aku merasakan bahwa ia memercayaiku untuk mengendarai sepeda roda dua yang ia rakit untukku.
Di lain sisi, teringat juga saat ayah mencoba mengancam ibu dengan sebilah golok karena ibu tahu bahwa ia memiliki kekasih lain di luar sana. Saat itu ibu langsung berteriak padaku untuk membawa adikku Siska ke kamar agar tidak melihat perseteruan mereka. Bahkan aku berusaha melindungi adikku dengan menutup telinganya sambil memeluknya, sehingga hanya aku yang mendengar pertengkaran itu, ada rasa mencekam, dan gelisah yang sangat dalam saat itu. Siapa sih yang gak khawatir saat ibunya diancam dengan senjata tajam?
Air mata terus berderai di dini hari itu, untungnya aku bukan tipe yang berisik saat nangis, hehe.
***
"Anita, bangun! duh sudah siang, masa udah dewasa bangunnya masih jam 12 siang gini..." teriak ibu dari luar kamar. Akupun terbangun sambil mengusap muka yang kusut dan lusuh ini, ku lihat matahari di jendela kamarku sudah bukan malu-malu lagi, tapi sudah ditengah hari. Duh...pengangguran lyfe, hiks.
Seperti kebanyakan manusia lainnya, setelah bangun tidak lupa cek pesan masuk, aku berharap banget kalau ada pesan tambahan dari Sean. Sayangnya dia sepertinya sedang sibuk kerja (emang kayak lu nit?). Tambah hiks deh. But wait, ada satu pesan dari sepupuku Gina.
G:"Tata...di kantorku perlu karyawan untuk administrasi, coba apply aja, kayaknya bakal keterima...mau ga? kalau mau tar dibilangin ke bos.."
A: "MAU!!!!"
Ya ampun, udah lelah hati beti diomongin sama ayah karena ga bisa jadi contoh baik buat adik-adik (lulusan s1 tapi nganggur), untung saja belum jadi nanem pohon toge, jadi ga perlu bikin gantungan disitu (hehe).
KAMU SEDANG MEMBACA
In Her World - Anita [END]
ЧиклитPagi itu hujan gerimis mulai berjatuhan. Saat lampu merah ku lihat jam tanganku menunjukkan pukul 07.45 yang mana aku hampir telat untuk interview di salah satu perusahaan penerbitan. Seperti biasanya Loki si motor matic tua kesayangan ini yang men...