T u j u h

3.7K 247 16
                                    

Menjelang sore, Alin menyibukkan diri di dapur hanya untuk membuat semangkuk bubur ayam untuk Ilham. Sebelum ke dapur Alin sudah menanyakan lebih dulu pada Fahmi tentang bagaimana caranya agar bubur buatan sendiri bisa seenak bubur di restoran-restoran mahal.

Hal terakhir yang Alin lakukan adalah menaburkan bawang goreng diatas bubur tersebut. Setelah semua dirasa sudah selesai ia membawa bubur tersebut ke rumah Ilham.

"Mau kemana Mbak? Bawa bubur segala." Nawang yang tengah menyapu halaman depan bertanya ketika melihat anaknya melewat begitu saja dengan kedua tangan membawa semangkuk bubur lengkap dengan sendok.

Langkah Alin kontan saja terhenti. Sebelum menjawab pertanyaan sang Mama, lebih dulu manik matanya melirik rumah Ilham. Ia bingung akan beralasan apa mengenai bubur ini.

"E-eumm.. a-anu anu Ma, tadi aku coba-coba bikin bubur. Terus ini mau dikasih ke Tante Irma, sekalian minta pendapatnya enak apa nggak, hehehe."

"Mama juga bisa kok ngasih pendapat. Sini coba Mama icip buburnya-,"

"JANGAN!" Alin berteriak refleks.

Dahi Nawang mengernyit. "Loh kenapa?"

"Didalam masih ada sepanci kok. Mama makan aja semuanya terus nanti kasih pendapat. Aku mau kasih ini ke Tante Irma dulu."

Akhirnya...

Setelah berhasil menghindari Mamanya, Alin menghela napas lega. Inilah resikonya mencintai dalam diam. Mau gimana-gimana susah. Apalagi cintanya ini dari dulu kala hingga sekarang yang entah kenapa tak kunjung terbalaskan.

Bersabar. Mencintai seorang Ilham itu butuh kesabaran yang berlimpah. Dan dengan segala sisa-sisa kesabaran yang Alin miliki diusia ini, ia masih tetap sanggup menunggu balasan cintanya Ilham.

Kini langkah Alin terhenti di depan pintu rumah Tante Irma yang terbuka begitu saja namun seperti tak berpenghuni. Ia sedikit melongokkan kepalanya kedalam sambil berseru memanggil Ibunda Ilham namun tak kunjung sahutan. Dan karena ia adalah seorang Alin, maka tanpa permisi ia melangkahkan kakinya memasuki rumah tetangganya itu sambil terus menyerukan nama Tante Irma.

"Tante..."

"Tante...."

Masih tidak ada balasan bahkan sekalipun Alin berteriak menggunakan toak.

Karena tujuannya kemari untuk menemui Ilham, Alin langsung saja memburu kamar Ilham. Tak peduli ini rumah tetangga yang penting sore ini ia bisa memberi semangkuk bubur untuk Cahayanya yang tengah dilanda sakit.

Seharusnya Alin masih dalam mode marah pada Ilham. Tapi ya sudahlah, ia juga tidak bisa terlalu lama marah pada pujaannya.

"Permisi..." Ujarnya sambil membuka kenop pintu dan mendorongnya tanpa mengetuk lebih dulu.

Senyum Alin mereka kala melihat sosok Ilham tengah duduk bersandar pada kepala ranjang sambil memainkan gadgetnya.

Sedang si pemilik kamar tentu saja tidak menyambut kehadiran Alin dengan tersenyum, melainkan menakutkan kedua alis seolah bertanya 'Mau ngapain lagi sih si cecunguk itu!?'

"Selamat sore Mas Ilham.. Gimana sakitnya, udah mendingan kah?" Tanya Alin setelah berhasil duduk di tepian ranjang Ilham. "Oh iya, ini aku bawakan Bubur, dimakan ya?" Sambungnya sembari mengaduk bubur buatannya dan mengambil satu sendok untuk disuapkan pada Ilham.

Alin menyodorkan sendok berisi bubur buatannya dihadapan Ilham. "Nih, aku siapin. Aaaa..."

Mulut Ilham terbuka, namun bukan untuk menerima suapan Alin melainkan untuk bertanya mengenai, "Mana Laptop saya?"

Your My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang