Episode 22

397 44 30
                                    


Rantai perunggu yang melilit tubuh Yangcha membuat tubuhnya menjadi berat. Tubuh pria itu makin tenggelam bersama Tanya yang membantu melepaskan rantai itu, namun tak berhasil. Tanya sudah hampir kehabisan oksigen.

Tiba-tiba Yangcha melepaskan tangan Tanya yang sedari tadi menggenggam rantai Yangcha. Tanya membelalakkan mata sambil menggeleng kuat. Namun Yangcha mendorong tubuh Tanya ke atas.

"TIDAK!!!" jerit Tanya dalam hati saat melihat tubuh Yangcha yang makin jauh tenggelam menuju dasar sungai.

Tubuh Yangcha yang tadinya tenggelam, secara tiba-tiba muncul lagi dan terus naik hingga keluar dari dalam air. Ada dua orang pria yang menariknya.

Tanya yang juga berhasil menepi, mengikuti dua orang tadi yang menyeret Yangcha yang tak sadarkan diri ke tepi sungai.

"Satenik..." panggil Tanya setelah mengenali salah satu penolongnya.

Satenik hanya tersenyum sambil melepas masker Yangcha dan menekan-nekan dada pria itu yang terisi air.

"Uhuk..." Yangcha terbatuk mengeluarkan air dari dalam mulut dan hidungnya.

"Oh... syukurlah..." seru Tanya lega sambil menggenggam tangan Yangcha.

"Apa yang terjadi, Tanya-nim? Kami sedang berburu kelelawar saat melihat ada yang jatuh dari tebing itu," Satenik menunjuk tebing di seberang tempat mereka duduk sekarang.

"Kami dikejar. Ceritanya panjang."

"Kalau begitu, ayo ikut kami. Sementara ini kami tinggal tak jauh dari sini."

Mereka menyusuri hutan sambil memapah Yangcha, dan tak lama kemudian mereka sampai di sebuah perkampungan dadakan yang dibangun oleh Suku Momo pasca berperang dengan Arth. Dan tak hanya Suku Momo saja, di sana juga ada sisa-sisa orang dari Suku Gunung Putih yang dulu berhasil selamat dari bantaian Tagon saat kudeta. Rupanya selama ini mereka dibawah perlindungan Suku Momo.

"Siapa orang-orang yang kau bawa ini?" Tanya Tapien.

"Ini..." belum sempat Satenik menjawab, tiba-tiba Tapien menghunuskan pedang.

"Daekan..." desis Tapien saat melihat pakaian Yangcha.

"Eh... tunggu, tunggu..." Satenik hendak menghentikan Tapien.

"Ada apa ribut-ribut?" Karika muncul dari dalam tenda sambil menggendong seorang bayi yang sedang terlelap.

Yangcha mengenali wanita itu. Ia menepuk dadanya sendiri, kemudian memasang masker di mulutnya.

"Oh... kau pria itu... Daekan yang menyelamatkanku..." seru Karika setelah bisa mengenali Yangcha. "Tapien, turunkan pedangmu!"

Yangcha menunjuk bayi yang sedang digendong Karika.

"Berkatmu, aku bisa melahirkan putraku dengan selamat," kata Karika.

"Dan ini Tanya-nim," sambung Satenik.

Karika sumringah, "oh... permaisuri?" Ia segera menggenggam tangan Tanya, "berkat suratmu, kami selamat."

Tanya mengangguk sambil balas tersenyum.

"Tapi, mengapa kalian ada di sini? Basah-basahan pula?" tanya Karika.

"Kami dikejar oleh prajurit Daekan dan jatuh ke sungai," kata Tanya.

Karika ingin bertanya lagi, namun ada lagi yang muncul dari dalam tenda.

"Tanya-nim?"

"Saya?"

Saya muncul dari tenda bersama Saenarae.

"Jadi selama ini kalian di sini?"

Saya menjelaskan, sebelum Taealha melakukan kudeta, ia telah berhasil menghubungi Asa Yon yang ternyata sedang bersembunyi di wilayah Momo. Saat kabur dengan Saenarae, Asa Yon membantu mereka. Asa Yon yang kini menjadi pemimpin rohani sekaligus Kepala Suku Gunung Putih juga sudah meresmikan hubungan mereka sebagai suami istri. Seharusnya Saenarae sebagai keturunan langsung Asa Ron yang berhak menyandang gelar pendeta, tetapi Saenarae telah dianggap tidak suci lagi karena perbuatannya : berzinah, hamil di luar nikah, dan melahirkan keturunan di luar Klan Asa. Sedangkan meskipun Asa Yon bukan keturunan langsung, tetapi darahnya masih murni Klan Asa. Ia juga menikahi salah satu putri Asa Ron namun tewas saat pembantaian. Jadi kelak anak Asa Yon yang kini masih balita yang akan mewarisi gelar pendeta ketika dewasa nanti.

[Idn-AC FF] Unspoken Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang