22 Oktober 2019
Aku gak tau kenapa tapi Ghaza tiba-tiba pulang, dan dari sorot matanya kelihatan banget kalo ada yang nggak beres.
Dia nyampe rumah jam 7 pagi ini, pas aku sama Ical mau berangkat ngampus.
Matanya merah, kantung matanya besar bisa dipake buat nyimpen uang koin.
Ical nyaranin buat gak tanya apa-apa, yah karena selain kita bakal telat ngampus, Ghaza juga nggak akan jawab pertanyaan kita.
Di keluarga kami tuh seakan-akan punya aturan kalo kita dilarang kepo, walaupun sudara sedarah dan setanah air, kami masing-masing punya kehidupan pribadi yang nggak bisa seenaknya dikepoin.Earlier....
"Kok pulang mas? Gak kerja?" Tanya Airlangga pada kakaknya yang lagi fokus nonton Peppa Pig.
"Hah? Eh iya" yang ditanya ternyata gak fokus.
"Kenapa pulang? Kangen aku?" Tanya Airlangga, dikiranya akan dimaki, Ghaza justru tersenyum simpul. Seketika Airlangga bergidik ngeri. Tidak biasanya.
"Wes nemu judul?" Tanya Ghaza.
"Judul apa? Kisah cintaku dan dirinya? Belum" ucap Airlangga sambil manyun-manyun sok sedih. Ghaza hanya memandanginya sesaat lalu meluncurkan sebuah lemparan bantal.
"Serius aku tanya"
"Udah, udh nyusun bab 1 kali ah dari 2 minggu yang lalu" Airlangga lalu duduk disamping Ghaza dengan tangan menggenggam sebuah gelas berisi air penuh.
"Ical pulang jam berapa?"
"Hmm tadi bilange paling habis isya" jawab Airlangga "kenapa?"
"Mau minta anter ke bandara"
"Lho pe nangdi neh?"
"Yo balik suroboyo" Airlangga membulatkan matanya yang sudah bulat "Theres so many things i left undone" Airlangga tidak menjawab, sengaja menunggu Ghaza melanjutkan kalimatnya, tapi Ghaza tetap diam.
"Mas" Ucap Airlangga sembari berdiri "i dont know what youre going through right now but.. lari itu bikin capek, apalagi lari dari kenyataan, kamu punya asma, hati-hati kambuh" lalu ia pergi meninggalkan Ghaza sendirian dalam keheningan yang hanya bisa Ghaza rasakan sendiri.
10 menit setelah Airlangga pergi meninggalkan Ghaza sendirian di depan TV, Ghaza beranjak menuju kamar Adik bungsunya.
"Kamu gak di telpon mas Danis?" Tanya Ghaza yang muncul tiba-tiba di ambang pintu kamar Airlangga.
Airlangga hanya menggeleng lalu memandangi Ghaza seolah bertanya kenapa.
"Dia lho disuruh nikah lagi sama eyang, mau dijodohin""Halah eyang kok capek-capek. Percuma. Sia-sia" ucap Airlangga yang dibalas dengan Anggukan oleh Ghaza "kamu mas? Gak nikah juga?"
"Papa dulu lah, baru aku" ucap Ghaza.
"Yo gak nikah-nikah kamu" Ghaza tergelak mendengarnya. Papanya menikah lagi itu merupakan hal yang cukup mustahil.
Karena seperti yang semua orang tau, Papa dan Mamanya masih saling mencintai. Dan ada banyak tanda tanya dalam kepala anak-anaknya tentang kenapa pernikahan itu harus diakhiri, bahkan saat sudah berusia 17 tahun.Ghaza, ical dan Airlangga masih terlalu kecil untuk mengerti saat itu. Danis merupakan satu-satunya orang yang paham kenapa, tapi tak ada satupun dari mereka yang berani bertanya. Tak satupun.
***
Pukul 7 malam, Ghaza sudah berada di bandara dengan tiket dalam genggaman tangannya. Dia benar-benar harus kembali kepada kenyataan kali ini.
Sebenarnya alasan yang membawanya tiba-tiba pulang adalah hanya karena lelah. Dia lelah dan merindukan rumah. Itu saja.
Walaupun dia lahir dan tumbuh besar di Surabaya, kota itu tak lagi menjadi rumah untuknya.
Baginya, Rumah adalah dimana keluarganya berada, dan kini tak satu orangpun berada di Surabaya. Kota itu tiba-tiba menjadi asing tanpa keluarganya disana.Ghaza tinggal di Rumah yang dulu ditempati oleh keluarganya. Dan dia menjalani hampir seluruh hidupnya disana, di rumah itu.