Enam Belas

1.4K 166 5
                                    

Sebenarnya Miranda tidak memahami dirinya sendiri. Tepatnya dia berubah jinak. Saat James bertamu, cuma bertamu alias duduk sambil ngopi, tidak ada acara kelewat batas apalagi pegang-pegang. Enak saja, Miranda masih dan akan menempatkan James sebagai serigala berbahaya: Grrrrrrr! Bingung deh si Miranda. Seharusnya dia benci James atau tidak? Nanana, Darling. Itulah yang sering ia pikirkan. Lucunya kedekatan mereka diawali oleh ketidaksengajaan. Murni ketidaksengajaan. Catat, ya: Ke-ti-dak-se-nga-ja-an. Tidak ada yang merencanakan maupun meniatkan. Nay, nay, nay. Mungkin Tuhan tengah merencanakan pencerahan bagi Miranda dan James.

Okay, bocoran. Awal kedekatan Miranda dan James dari hubungan cowok kurangajar menjadi tetangga-seksi-kurangajar-namun-kasihan-kalau-kena-gampar ialah, suatu malam (iya, kalian nggak salah dengar), suatu malam pintu rumah Miranda diketuk: tok, tok, tok. Bayangkan orang yang mengetuk ini sangat sopan, bertanggung jawab, dan tidak sombong. Miranda pun membuka pintu dan terkejut ketika James (ugh, Miranda mual mencium aroma alkohol) tak sadarkan diri dan dua lelaki mengapit James—mempertahankan posisi agar tidak tumbang.

“Ada apa ini?”

Pria 1 (kita sebut saja begitu) pun berkata, “Mas James mabuk.”

“Urusannya sama saya?” Miranda tidak peduli alasan apa pun. Satu-satunya yang ia perhatikan hanyalah lantai. Jangan sampai James muntah. Aduh! “Ya, kalian bawa pulang ke rumahnya dong.”

“Mas James bilang maunya pulang ke rumah pacarnya,” jawab Pria 2.

Astaganaga! Miranda hampir saja menerjang dan menjambak James. Tega-teganya tetangga busuk ini mengakui Miranda sebagai pacar. “Saya bukan pacarnya!”

“Mbak, kasihani kami.”

“Iya, Mbak. Anak dan istri saya nungguin ini.”

So what? “Kalian kok maksa gitu? Rumahnya James itu—”

Kedua lelaki itu benar-benar menatap penuh harap, seakan ada kalimat tak terucap: “Mbak, jangan marah. Bukan salah kami terlibat pertengkaran pasangan kekasih.”

Akhirnya Miranda membiarkan mereka membawa James masuk ke kamar. Kamar tamu. Hooo tidak bisa. Kamar Miranda harus bersih dari kuman penyakit. Pun setelahnya, Pria 1 dan Pria 2 langsung pamit.

Seperti banteng mengincar matador, Miranda langsung memburu James. “Kamu itu, ya. Kebangetan!” Berhubung oknum yang diajak omong cuma menjawab dengan “aaa” ... “uuu”, maka Miranda terpaksa meredam emosi. Awalnya dia ingin mengabaikan James, namun atas sentuhan kasih Tuhan, ia pun melepaskan sepatu dan kaus kaki James. Tak lupa menyelimuti si biang onar. Kemudian, dia pergi ke kamar, mengunci dan menempatkan meja di depan pintu (jaga-jaga kemungkinan terburuk), lalu tidur.

Hal terburuk, oh yeah hal buruk, datang di pagi hari. James mengalami disorientasi kamar. Dia tidak ingat kejadian apa pun kecuali beberapa teguk minuman dan gosip Ben.

James: Kamu nyulik aku?
Miranda: Ngimpi!
James: Omong dong kalau naksir.
Miranda: Kamu itu yang keterlaluan.
James: Kenapa—
Miranda: Kamu bisa ada di sini?
James: ...
Miranda: Ada alien yang ngirim kamu, telanjang, bau jamur. Terus mereka minta tolong ke aku. “Tolong buangin manusia ini dong.”
James: ...
Miranda: ...
James: ...
Miranda: Aku bohong.

***

Sabtu malam Minggu. Miranda berjibaku dengan deretan lowongan pekerjaan. Sebenarnya dia tidak perlu bekerja, bila mengingat siapa papanya, lalu menikmati kemewahan. Sayangnya bila malas-malasan Miranda diteruskan, Morgan akan getol menyarankan adik tirinya supaya pulang.

Pulang lalu ketemu Mami Tiri? No, no, nooooooo!

Miranda yang biasa terlihat hot dari atas ke bawah, hari ini dia sengaja mengenakan kaus putih bergambar bibir merah macam minum jus tomat dan celana kain bermotif kembang hijau sepaha. Berkali-kali ia mencoret daftar PT yang ia tulis di kertas. Coret A, gajinya kecil. Coret B, kerjaan membosankan. Coret C, terlalu dekat dengan kantor Nayla. Coret D, nama PT terlampau mencurigakan. Akhirnya dia mencoret semua daftar lowongan.

Sukseeeees!

Di saat Miranda bimbang antara memilih perawatan kecantikan, yakni masker, atau nonton drama picisan, nada notifikasi WA berdenting. Profil James tertera di layar ponsel. (Oh yaaaa, Sayang. Mereka berdua sudah melakukan pertukaran mahar, uhuk, kontak telepon.)

Bosan.

Miranda memutar mata. Dalam hati dia merasa kegiatannya saat ini, yang notabene cuma duduk nganggur, jauh lebih membosankan daripada yang bisa dibayangkan James.

Kerja itu harus profesional. Setelahnya Miranda menekan tombol kirim. Belum sempat Miranda meletakkan ponsel, balasan James menyusul.

Nggak ada kamu, nggak seru.

Perut Miranda serasa diremas-remas. Biasanya cowok memuji kecantikan Miranda terlebih dahulu sebelum memulai mode pendekatan, namun James tanpa permisi langsung sok akrab.

Emangnya kamu ngapain?

Sebenarnya Miranda membayangkan James tengah melakukan rekaman iklan jamu tolak sakit. Bisa saja doktrin James ngomong, “Minum Antiangin akan melindungi Anda dari patah hati akibat ditolak.” Toh sekarang iklan obat sering menggunakan aktor dan artis berbadan atletis plus tampang oke.

Ulala, balasan James seharum parfum bidadari kayangan.

Iklan cincin pertunangan.

Kamu yang jadi cowok terlupakan?

Lol. Enggak lah.

Siapa yang kamu lamar?

Kamu cemburu?

Ngimpi!

Sebenarnya Miranda pernah membayangkan seseorang akan melamarnya. Lucunya lelaki yang ia harapkan akan menikahinya itu ternyata kakaknya, Morgan. Andai dia tidak tahu darah yang sama mengalir di tubuh mereka, mungkin cerita yang terjadi tidak seperti sekarang: Menyedihkan.

Masa lalu biarkan saja berlalu, kecuali utang. Big NO! Utang sekecil apa pun wajib hukumnya dibayar. Tetapi masa lalu, terlebih yang buruk seperti kutil, lebih baik diabaikan. Miranda tidak ingin terjebak dalam kesedihan. Sudah cukup. Sekarang saatnya ia memulai kebahagiaannya sendiri.

Miranda, aku membayangkan wanita yang kulamar itu kamu.

Tangan Miranda meraih gelas dari meja, meneguk air putih, kemudian membaca pesan James.

Lucu.

Apanya yang lucu? Lamaran?

Kamu.

Miranda menggosok lengannya, beberapa detik ia teringat janji Morgan. Janji sehidup semati. Janji suci. Sayangnya bohong belaka.

Bila aku serius menentukan pasangan hidup, aku ingin kamu yang jadi pelabuhan hatiku. Miranda, bisakah kamu pertimbangkan?

Hmmm. Nanti.

Ya?

Nanti kalau aku yakin kamu lagi nggak nge-prank aku.

Setelah itu James tidak membalas pesan Miranda.

***

Diterbitkan pada 21 Oktober 2019.

***

Hai teman-teman, semoga bab kali ini cukup memuaskan. Terima kasih atas dukungan dan perhatiannya. Uhuhu, aku merasa dicintai.

Salam hangat,

G.C

With You... (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang