B120

47 9 3
                                    

Tenda

"Gua Rafli." Ucap pemuda itu dengan enggan. Tatapan penuh kebenciannya mendarat langsung ke Heri.

Heri membalas tatapan Rafli dengan tatapan penuh suka cita. Dia tertawa kecil sambil menyenggol Jala seolah-olah meminta pujian. Dengan tanpa perasaan, Jala mendorong Heri agar menjauh darinya.

Dengan begini kelompok mereka sudah memiliki anggota yang cukup dan siap untuk membuat tenda dari terpal besar yang disewa. Sayangnya mereka mendapatkan terpal berwarna jingga yang bersinar terang di siang hari.

Bagian timur lapangan dikhususkan untuk tenda putri, dan tenda putra berada tepat di sisi barat lapangan. Lapangan cukup luas hingga mampu menampung murid-murid kelas tiga dari empat sekolah.

Heri membagi terpal ke dua sisi bambu secara seimbang. Yang lain membantu untuk merapikan dan menariknya ke tanah hingga membentuk segitiga. Lalu memasang tiga patok di sisi kiri dan kanan. Dan selanjut memasang kain untuk menutup bagian belakang tenda dan dua gorden di bagian depan sebagai pintu. Setelah itu, empat karpet di gelar ke tanah dan mereka mulai menyusun barang-barang mereka ke dalam.

Yudan menatap tenda di depannya dan enggan masuk. "Gue cuma liat aja, langsung kepanasan." Keluhnya.

Di siang hari ini, tenda mereka menyala bagaikan api yang berkobar. Tak bisa dipungkiri, bahkan Jala merasa tak nyaman dengan warna mencolok dari tenda mereka. Dia langsung menatap tajam pada Heri, "Gue nyesal biarin si anjing itu yang nyewa tenda."

Heri mengangkat kedua tangannya, "Gue salah mulu deh, Jal. Kan lu mau mencolok, yaudah gue cari tenda yang mencolok."

"Siapa yang mau mencolok, bangsat?" Ucap Jala geram.

"Hehe, gue deh."

Yudan mendengus kasar, "Lu tanpa lakuin apa-apa juga udah mencolok."

Doni setuju, "Bener."

"Hehe, gue tau gue tampan." Ucap Heri sambil memasang muka malu-malu.

"Gak ada yang bilang lu tampan, goblok!"

BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang