Hari Kamis, dimana sekolah mulai belajar efektif. Tara sudah bisa duduk manis dikelasnya. Bertemu teman baru, yang tidak lagi asing bagi Tara. Tara duduk di paling depan, sengaja aja. Tara kan sadar diri kalo dia gak pinter-pinter amat. Makanya dia milih duduk di depan, biar lebih paham apa yang dijelasin.
Tara mengutak-atik handphonenya, sesekali melihat kearah beberapa murid yang masuk. Sampai akhirnya bel berbunyi, terasa begitu cepat masuk. Mungkin Tara yang memang terlambat datang ke sekolah.
Tara melihat Nega masuk. Senyumnya langsung mengembang saat Nega menatapnya. Nega membalas senyuman Tara. Membuat Tara harus menundukkan kepalanya karena malu pipinya memerah.
"Ternyata gini rasanya sekelas ama crush," gumamnya. Lalu, tak lama guru masuk.
Tara langsung dengan posisi siapnya. Disekolah nya memang satu anak satu bangku. Jadi, Tara tidak mempunyai teman mengobrol.
3 jam berlalu, mata Tara langsung bersemangat. Ya pasti semangat, dari tadi dia nahan ngantuk. Karena Pak Joko —guru walasnya daritadi sibuk ngomongin hal kurang jelas.
Tara bangkit dari duduknya sebelumnya ia menatap kearah Nega yang entah sejak kapan sudah berbincang dengan dikelilingi banyak cewek. Tara menghela nafasnya, menatap kearah itu sebal.
Ia tau sifat Nega yang sangat suka bersosialisasi. Tapi kadang malah buat Tara gak nyaman.
Tapi lagi. Mana mungkin Tara cemburu.
Nega kan bukan siapa-siapa nya. Tara tak berhak cemburu bukan?
Tara menghentakkan kakinya kesal lalu pergi menuju kantin untuk bertemu teman-temannya.
"Weitss, kenapa tuh muka asem banget?" tanya Lusi. Tara tidak menjawab. Ia langsung duduk disamping Raniya.
"Dina mana?" tanya Tara. Raniya mengendikkan bahunya.
"Gak gue kantongin," jawab Raniya asal. "Kenapa sih, Tar?" tanya Raniya.
Tara menghela nafasnya. "Gue gak kenapa-napa. Cuma kesel aja tuh tadi si Pak Joko. Ngoceh ampe tiga jam, mana perut gue laper banget lagi."
"Gak kenapa-napa tapi ngoceh," protes Lusi. Tara mendelik tajam.
"Tadi minta gue cerita. Giliran gue cerita, gue di hujat." Tara mengerucutkan bibirnya.
Lalu, tak lama terjadi pertengkaran yang cukup membuat atensi kantin terfokus padanya. Ada Nara dan teman-temannya yang sekarang sedang mencaci anak baru. Tara memutar bola matanya malas
Nara tuh emang sok penguasa. Tara yang liat jadi enek sendiri.
Mata Tara, Raniya, dan Lusi membulat saat menemukan Dina memasuki kantin. Ini sih alamat perang dunia ketiga.
Dan benar saja, Dina secara sengaja menabrakkan tubuhnya ke Nara. Membuat Nara mengaduh sok imut. Nara menatap Dina sinis, dibalas lagi tatapan yang gak kalah sinis dari Dina.
"Kenapa? Merasa ke ganggu? Kalo merasa ya jangan ganggu orang lain," ucap Dina membuat Nara terlihat menahan amarahnya. "Ini tuh sekolah, kalo mau berantem sana tuh di habitat asli lo, kebun binatang!"
Kini muka Nara terlihat seperti ingin meledak.
"Anjing!"
"Tuh kan baru dibilang udah manggil temen aja," balas Dina.
Nara terlihat ingin menampar Dina namun tangannya tertahan oleh kehadiran Nega.
Ya, Nega ada ditengah-tengah mereka. Membuat Tara terkejut.
"Bisa mikir gak? Kantin tuh tempat makan, gini ni kalo dapet otak jalur give away," ucap Nega membuat Nara menggeram kesal.
"Kalian tuh emang gak ada kerjaan ya, ikut campur urusan orang mulu. Ayo cabut!" Nara akhirnya pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cigarette
Teen Fiction"Aku bisa saja berhenti, tapi aku masih tak mau." Tara paham posisinya sekarang. Masih dalam posisi menunggu padahal sudah jelas ia akan merasa sakit. Seperti perokok, yang tetap merokok meskipun mereka tahu, mereka akan sakit.