•Ara's Hoby•

30K 1.9K 15
                                    


Keinginanmu, adalah mutlak yang sialnya tak bisa untuk kutolak.

-Azam-

• • •

Hari ini adalah hari terakhir masa PLS-nya Ara, gadis itu sungguh sangat merasa lega, termasuk Azam.

Setiap pagi berjalan didepan para osis selalu diganggu atau diusili, diruang barak pun juga selalu Ara yang menjadi sasaran untuk maju kedepan seperti bernyanyi, gombal atau semacamnya. Yang paling dia tidak suka lagi, osis pengurus barak selalu menempel padanya saat Azam tiada. Sungguh situasi yang membuat Ara selalu malas untuk datang kesekolah.

Triiingggg...

Akhirnya bell yang ditunggu semua murid pun tiba, bell pulang. Semuanya berbondong-bondong untuk keluar gerbang seperti ada urusan lain yang mereka kejar. Sementara Ara yang terkenal lugu menatap malas kearah pintu yang dipenuhi anak-anak.

Dia tidak suka berdesak-desakan, akhirnya hanya duduk diam dikursi, menunggu Azam menjemput sampai didepan meja seperti biasa.

"Lo nggak pulang, Ra?"

Ara menoleh, tersenyum sembari mengangguk. Breel lagi yang menghampiri.

"Ara nungguin Ajim dulu, Breel." Jawab Ara sopan sekali.

Breel mengangguk sambil membulatkan mulut, "Ajim siapa sih dari kemarin? Abang lo?" Tanyanya heran. Pasalnya, bahasa Ara sejak pertama kali bertemu selalu 'Ajim', ingin tahu siapa orang itu, Breel selalu saja ada halangan.

Ara menggeleng, "Nggak tahu siapanya Ara." Jawab Ara gamblang. "Iya, kakak laki-laki." Lanjutnya memberi klarifikasi.

"Loh?" Breel dibuat kebingungan.

"Kenapa belum bubar, ini? Ra, lo nggak pulang?"

Ara tahu suara itu, sangat-sangat mengenal. Siapa lagi kalau bukan osis baraknya. Tak ayal, gadis itu mengangkat pandangannya sembari tersenyum tipis.

"Ara dijemput, Kak."

Gilang mengangguk pelan, "Ntar kalo belum dijemput calling gue aja, oke?" Dia melirik pada Breel yang jengah ditempatnya.

"Iya, Kak." Iya-iyakan saja, biar cepat.

Mereka bertiga diam, Ara merasa sangat risih dilihat-lihati lewat jendela atau secara langsung. Mereka berdua tak kunjung pergi, masih tetap diam ditempat yang membuat Ara menunduk pasrah.

"Ra."

Interupsi suara dingin membuat Ara berbinar seketika, ia berdiri saat Azam berjalan santai kearah mereka dengan tas yang tersampir dibahu lebar sebelah kanan.

"Udah?"

Ara mengangguk mantap dengan senyuman lebar yang masih menghiasi. Azam mengulurkan tangannya untuk digenggam Ara.

"Kak Gilang, Breel. Ara duluan, ya." Pamitnya kesusahan menoleh kebelakang karena tarikan Azam yang semakin kencang.

"Iya." Jawab mereka serempak. Menatap kepergian Ara dan Azam.

"Kasian lo ya."

"Lo juga, njing." Kesal Breel tanpa rasa takut sedikitpun dan segera berlalu darisana.

Sembari diperjalanan, ia berfikir.

"Jadi dia yang Ajim itu?"

....

"Besok aku lebih awal jemput kamu kekelas." Matahari saat pulang ini terik sekali sampai Azam harus memakaikan jaket dibadan Ara untuk melindungi kulit sensitif dari sengatan sang surya.

ARA' S[completed!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang