Jangankan mengingat rasa sedihku, rasa sakitku juga terasa semakin menjauh semenjak hari-hariku bersama Bilal kulewati bersama. Sesekali kami ke toko seberang tempat awalku bertemu dengannya dan Deska,bertiga namun sesekali aku gagal untuk mendapatkan waktunya yang begitu sibuk. Sesekali pula ada hal yang mengusik hatiku tentang mengapa ia begitu yakin mengajakku makan, apa karena tawaran dari Deska ?, tapi Deska kan laki-laki yang cukup maskulin,tidak mungkin ia menyukai sesama jenisnya, bukan?. Yang terlihat pada hubunganku dan Bilal adalah Mama sudah berkenalan dengan Bilal di bulan kedua kami sering menikmati kopi bersama (juga masih ditoko seberang juga). Ia nyaris menggantikan sosok Deska (namun itu sepertinya hal yang sulit bahkan nyaris tak mungkin), tapi tidak ada lagi sejenis Deska. Makhluk aneh yang hobinya mencubit pipiku, dan menjambak rambutku.
Perubahan demi perubahan semakin terlihat, meskipun semakin hari aku semakin kehilangan karakter Deska yang sebenarnya, ia bahkan jarang ke kampus, ia sesekali hanya memarahiku jika bertemu dan pergi lagi, atau hanya bertamu sedetik dirumah hanya untuk memberiku kejutan sebuah ice cream kesukaanku dan pergi lagi, perubahan yang menurutku sangat menyebalkan dan membingungkan, bahkan nyaris meresahkanku. Membuatku bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi sebenarnya pada diri Deska. Aku sungguh dilanda kebingungan yang teramat sangat.
Aku mencoba mengawali mencari tau segala perubahan Deska dengan berkunjung kerumahnya untuk beberapa saat untuk bertanya jawab dengan mamanya. Sesaat ketika aku berada dirumah Deska, aku tak langsung bertemu dengan mamanya namun harus melalui pembantunya yang super duper genit seperti pemeran Carlota di suatu Telenovela yang pernah ku tonton, terlebih melihat Bilal dibalik pintu dengan mengenakan baju berwarna merah dan terlihat begitu bening.
“hay bibi’,” senyumku begitu lebar.
“eh nona cantik, nyari den Deska yah ? baru banget berangkat ke Bandara ?”, tiba-tiba ucapan bibi mengagetkanku.
“maksudnya? Deska kemana ?”..
“anu non…” ucapan Bibi terpotong setelah mendengar teriakan dari mama Deska (terdengar dari lengkingan seorang penyanyi tenar ibu kota ini)
“eh, Sheila.. udah lama? “, mama Deska tersenyum dan menyambut kami.
“ayo masuk”, sembari ia mempersilahkan kami untuk masuk ke rumahnya yang bernuansa serba putih ini.
“makasih tante, Deska mana?”, tanpa membuang waktu yang akan mencadi percuma, aku segera menanyakan keberadaan sahabat terbaikku sekunci kunci dunia itu.
“Deska baru berangkat ke Om nya di Singapore, sebelumnya ada ucapan maaf dari Deska karena tidak sempat memberitahu kamu”,ucap mama Deska
“maksudnya tante, untuk apa ? tidak biasanya Deska begini? Deska marah yah tante,? “ tak terasa air mataku menetes, karena merasakan kuatir dan merasa ada sesuatu yang ku yakin terjadi pada diri Deska yang membuatku tak kuasa membendungnya.
“nggak kok, memang pernah dia marah dengan kamu?, nggang pernah kan?!” mama Deska mendatangiku dan memelukku, mengusap rambutku dan juga airmataku. Juga dengan penegasan yang jelas.
Bilal memberiku sapu tangan berwarna hijau toska dan memberikanku ledekan kecil yang membuatku tertawa dan sedikit berdamai dengan perasaan yang sedang kacau balau memikirkan yang terjadi padaku dan Deska. Namun ditengah perbincanganku dengan Bilal mama Deska menyuguhkan ice cream kesukaanku. Aku sedikit terkejut. Ada apa dengan hari-hari terakhir ini, seolah kejutan demi kejutan Deska datang terus-menerus kepadaku. Entah kejutan yang menyedihkan ataupun menyenangkan. Pastinya hatiku masih amburadul sampai detik ini.
Bertolak dari rumah Deska ku fikir Bilal akan mengantarku pulang kerumah namun hal yang berbeda terjadi, “ini kan rah menuju rumah tante mia, ya rumah Bilal” . aku mencoba tidak memberikan ekspresi berlebihan yang dapat menimbulkan kecurigaan yang berlebihan pula. Aku mengambil ear-phone dan mencoba berpura-pura fokus pada musik yang sedang ku dengarkan. Ditengah kepura-puraanku yang sedang menikmati musik selow mellow, laju kendaraan kami terhenti tanda kami telah sampai, harapanku sih setelah ku tegakkan kepalaku, aku melihat rumahku istanaku yang berada disana (meskipun itu kenyataan yang sedikit mengada-ada dengan kurun waktu perjalanan yang sangat singkat,5 menit tepatnya).
“sudah sampai”. Sambil membuka pintu mobil dari arahku.
“kita dimana” pura-pura bego, dengan ekspresi yang sangat meyakinkannya
“kita masuk aja dulu, oke?”, perlahan aku seperti merasa flashback ke waktu “2minggu” yang kulewatkan di rumah berwarna hijau toska ini.
Belum kulihat sosok bibi yang sering ku ajak berbincang disini. Begitu pula dengan sosok penggantiku yang sering menjaga dan membacakan isi novel percintaan kesukaan tante Mia.
“kamu duduk dulu yah”, dia mempersilahkanku menikmati ruang tamu yang tidak tabu lagi bagiku.
“okay”, aku hanya tersenyum dan merasa tak percaya datang kerumah ini tanpa harus menjadi diri orang lain. Lagi.
Bilal menuju kamar tante Mia, aku tau dia menuju kearah sana. Sebab tak ada kata tabu untung setiap sudut demi sudut dari rumah ini. Meskipun aku begitu gugup untuk bertemu tante Mia, sebelumnya, namun aku begitu tak sabar untuk memeluknya, menjaganya, membelainya, merawatnya, dan banyak hal lagi yang ingin kulakukan dengannya. Sunguh khayalanku sangat menerawang jauh bahkan aku takut akan tersesat dengan khayalan konyolku itu. Sejauh pandangan ku lepaskan sangat bebas, bahkan tak ku sangka aku berada pada titik memandang foto kami saat perayaan ulangtahun tante Mia baru-baru ini. Kulangkahkan kakiku menuju foto itu yang letaknya tak jauh dari tempat dudukku. Namun tiba-tiba aku terpergok Bilal yang keluar dari kamar tante Mia.
“fokus banget sih, lagi liatin apa?”, sambil memberikan sekaleng minuman yang langsung cepat saji untukku.
“fotonya seru yah”, kuteguk sekali minuman ini, sambil menikmati foto didepanku ini. Menunjukkan ekspresi kagum dengan foto itu ku harap tak salah.
“seandainya kita sudah ketemu, aku bakalan bawa kamu ke acara bergengsi ini” sembari tersenyum manis padaku. Sangat dekat. Aku melihat senyum itu lagi yang selalu membuat degupan jantungku berdetak sangat cepat namun sungguh kunikmati.
Dengannya aku bisa menghabiskan banyak waktu tanpa tersirat rasa bosan sedikitpun. Sejuta rasa yang selalu membaur saat menatapnya dan saat mencium aroma parfum andalannya ketika berada hanya beberapa senti dari tatapan dan indra penciumanku. Aku berharap perasaan yang sama denganku pula dia rasakan. Awalnya ku meragukan harapanku itu nyata, namun ketika ia menggapai jemariku untuk menarikku kekamar tante mia, Lagi-lagi aku merasakan gugup. Namun perasaan yang begitu amburadul terhadap Deska masih tak lekang oleh kesenanganku sangat bersama Bilal.
“Sheila ini mama ku, dan mama ini Sheila ”, Bilal akhirnya memperkenalkanku dengan tante Mia, tanpa rekayasa oleh alat peragaku selama “2minggu”ku berada disini
“Sheila tante, gimana tante kabarnya” sambil mencium tangannya, pandanganku teralihkan oleh Syal berwarna merah. Ya. Kado pemberianku saat aku menjadi Sheina Oriza
“baik”, dengan suara yang tidak begitu jelas. Ia menjawabnya dengan singkat.
“saya Sheila tante, teman Bilal” aku tidak melepaskan lembut tangannya. Bahkan jika aku bisa. Aku ingin lebih lama lagi disini.
Rasa yang menggebu-gebu ingin mencium keningnya dan membacakan novel kesukaannya adalah hal yang begitu menggebu ketika aku menatap dengan dalam mata berawarna coklat tante Mia. Namun lagi-lagi ku katakan. Hatiku tak akan tenang jika keberadaan dan alasan Deska belum bisa memuaskan hatiku. Aku tau Bilal sekarang berada disampingku, namun ada apa dengan Deska. Terimakasih Deska, karenamu I can conquer Bilal heart .
KAMU SEDANG MEMBACA
Conquer Your Heart
Tiểu Thuyết Chungcerita ini adalah cerita seorang gadis dewasa, yang sedang berjuang akan penyakit yang di deritanya, namun tiba-tiba harapan demi harapannya merekah ketika bertemu dengan seseorang yang dia temui dirumah sakit tiba menyapa hidupnya , ia memanggilnya...