"Heh!" suara seorang lelaki terdengar samar. "Gue yang bawa dia kemari! Gue yang harusnya make dia duluan!" suaranya terdengar meninggi.
"Enak aja!" suara seorang lelaki lain, "gue yang order Potenzol-nya! Belinya juga pake duit gue! Gue yang pertama pake!"
Seorang lelaki lain menyeringai menghampiri Bulan yang menggeliat di pojok laboratorium kontrol dan instrumentasi. Rambut hitam kasarnya terlihat acak-acakan, entah berapa lama tak tersentuh sisir. "Gerah?" dia bertanya dengan pandangan penuh hasrat.
Bulan mengangguk seraya mendesah. Cairan itu telah mengalir dalam darahnya, menguasai sistem syaraf pusat, membangkitkan gairah di setiap pori-pori kulit. Jemari lentik gadis itu membuka kancing kemejanya satu persatu.
"Sini aku bantu," lelaki berambut berantakan itu mengulurkan tangan. Lidahnya menyapu bibir yang hampir saja gagal membendung air liur. "Gila, kamu mulus banget!"
Bulan tertawa genit. Tangannya meraih selangkangan lelaki yang berjongkok itu. "Kayanya tegang banget di sini. Boleh aku jadi voltmeter? Aku mau ngukur seberapa tegangnya," bisiknya lirih dalam desahan manja.
Lelaki itu tertawa penuh nafsu. "Jadi multimeter aja," katanya, "ada banyak yang perlu kamu ukur."
"Woy!" salah seorang lelaki yang tadi berdebat datang mendekat. "Minggir lo!" Ditariknya pundak lelaki di depan Bulan dengan kasar
Bulan mendesis, berusaha menengahi ketiganya. "Kenapa ngga bareng-bareng aja, sih?" ujarnya sambil mengerling genit, "kan lebih enak."
Tiga lelaki itu berpandangan, lalu tergelak.
Brak!
Bantingan pintu mengejutkan mereka. Seseorang berambut fringe masuk dengan langkah tergesa. Tangannya mengambil bangku lab sembarangan dan secepat kilat menghantamkannya pada lelaki terdekat. Dua lelaki lain belum sempat menyadari apa yang terjadi ketika mendapat tendangan beruntun. Satu orang tepat di pelipis, seorang lagi menerimanya di ubun-ubun sebelum sempat berdiri.
Si rambut fringe segera menarik Bulan yang belum sepenuhnya menyadari situasi. Gadis itu terpaksa ikut berlari. Pergelangan tangannya terasa hampir keseleo karena ditarik paksa. Saat menuruni tangga, hampir saja ia terpeleset.
"Adrian!" serunya berusaha menghentikan si rambut cepak, "tanganku sakit, nih!"
Yang dipanggil Adrian berhenti satu anak tangga di bawah Bulan. Napasnya terengah menatap si gadis berambut kusut agak lama. Suara langkah kaki berkejaran dari lantai atas. Tanpa bertanya, dilingkarkannya tangan berjari lentik itu di leher.
"Aw! Pelan-pelan, dong!" rajuk Bulan. "Bilang aja baik-baik. Aku juga suka, kok, meluk kamu dari belakang kaya gini," bisiknya di telinga si rambut cepak.
Dia menggeleng, berusaha memfokuskan pikiran pada penyelamatan. Mengabaikan desahan dan embusan udara yang sengaja ditiupkan Bulan di lekuk telinga.
"Adrian," gadis itu berbisik lirih di telinganya. Embusan napas beraroma kopi menggoda hidung si rambut fringe. "Kamu, kok, lama, sih?" Bulan mempererat rangkulan tangan mengelilingi lehernya, "aku nungguin, tauk."
Gadis itu mengecup leher si rambut fringe, menerbitkan getar hingga jauh ke inti perut.
"Bulan!" si rambut fringe menahan gertak, "brenti." Suaranya tertahan.
Bulan tak peduli. "Hmmh, aku dah siap sekarang."
Si rambut fringe menurunkan Bulan di pelataran kampus. Sebuah motor sport tiba-tiba berhenti di depan mereka. Mamang Satpam melepas helm dan menyerahkan kunci motor pada si rambut fringe.
"Makasih, Mang." Dia menerima kunci lalu buru-buru mengenakan helm.
Mamang satpam seolah tak mendengar. Pandangannya terkunci pada buah dada Bulan yang mengintip dari balik kemeja.
"Woy, Mang!" Si rambut fringe melampang mata Mamang Satpam dengan sebungkus rokok yang masih tersegel.
Gelagapan si Mamang menjawab, "Eh, iya Neng?" Tangannya mengambil rokok yang masih utuh dalam kotak. "Buat saya ini, Neng?"
"Iya, ambil aja. Buat temen ngopi." Si rambut fringe menyerahkan helm kedua pada Bulan. "Naik!" katanya.
Tiga orang itu akhirnya tiba di lantai terbawah dengan terengah. Kekecewaan jelas terukir di wajah mereka ketika menyadari bahwa yang tersisa hanya gerungan knalpot motor.
"Sialan! Dasar cewek jadi-jadian!" lelaki pembeli Potenzol mengumpat kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku, Bulan
RomanceWARNING 18+ Cerita ini pertama kali diterbitkan November 2019 dan tamat tahun 2020. Pada tahun 2021, Istriku, Bulan diplagiat dan saya menarik penerbitannya di wattpad. Cerita ini memang tidak diniatkan untuk dikomersilkan. Saya ingin agar maki...