Tujuh

1.3K 98 20
                                    

Besoknya Arga dan Diva sudah berada dalam perjalanan ke rumah ayah dan bunda. Mereka sudah siap untuk membicarakan perihal kepindahan mereka ke rumah peninggalan orangtua Diva. Jangan tanyakan di mana Dira. Jelaslah dia sekolah. Tadi mereka mengantar Dira terlebih dahulu barulah ke rumah ayah dan bunda.

Sesampainya di sana, satpam membukakan pintu untuk mereka dan Arga memarkirkan mobilnya tepat di belakang mobil sang ayah. Kebetulan sekali memang bagi keduanya karena sang ayah belum berangkat ke kantor. Jadi, lebih enak untuk membicarakan ini semua.

"Assalamualaikum," salam mereka serentak ketika masuk ke dalam rumah.

"Wah, kalian ternyata. Waalaikumsalam anak-anak bunda." Bunda pun memeluk serta mencium keduanya.

"Duduk, Sayang, ayah lagi di kamar mandi sebentar." Arga pun membawa Diva untuk duduk di ruang tengah.

Tak lama mengobrol datanglah ayah dengan raut muka bahagia karena melihat anak dan menantunya.
"Arga! Diva!" panggilnya bersemangat.

Arga dan Diva pun bangkit dari duduknya dan menyalami ayah.

"Kalian nggak sekolah, hm?" tanya ayah.

"Lagi minggu tenang, Yah. Jadi nggak apa-apa kalau nggak sekolah," jawab Arga. "Oh iya, Yah, Bun, kita ke sini sebenarnya mau ngomongin sesuatu," tambahnya. Arga melihat Diva sekilas yang mulai menunduk.

"Apa, Nak?" tanya bunda lembut.

"Eum, kita mau tinggal di rumah peninggalan orangtua Diva Yah, Bun," ucap Arga.

Terlihat ayah dan bunda saling pandang dan tersenyum ke arah mereka. "Dari kemarin ayah sama bunda juga mau nyuruh begitu, tapi kamunya malah duluan minta tinggal di apartemen," ucap ayah.

Diva lantas mendongakkan kepalanya dan menatap mereka bergantian. Sama halnya seperti Arga yang menatap kedua orangtuanya bingung.

"Bunda sama ayah sebenarnya juga ingin kalian tinggal di sana saja. Selain dekat dari sekolah, di sana juga banyak kenangan orangtua Diva. Lagian sayang rumah di sana kosong nggak ada yang tinggalin," ucap Bunda.

"Ja—jadi kita boleh Yah, Bun tinggal di sana?" tanya Diva gugup.

"Jelas boleh, Sayang," jawab ayah dan bunda lembut.

Arga pun langsung memegang erat tangan Diva dan tersenyum ke arahnya. Ayah dan bunda melihatnya bahagia karena mereka sudah mulai bisa menerima pernikahan ini.

"Kapan kalian rencana akan pindah ke sana?"

"Hari ini, Yah. Cuma bawa baju-baju dan buku-buku aja kan ke sana, jadi nggak repot," jawab Arga.

"Ya sudah, Nak. Kalau gitu berberes lah Sayang. Karena nanti malam ayah sama bunda mau ajak kalian dinner bersama," ucap ayah.

"Tumben, Yah," celetuk Arga.

"Udah, ikut aja. Sana kalian berberes. Oh iya, nanti kabarin Dira ya, dia langsung pulang ke rumah saja," ucap bunda.

"Iya, Bunda. Ya udah kalau gitu kita berdua pamit dulu." Arga bangkit dan menyalami ayah dan bunda. Diva di belakangnya pun mengikuti suaminya itu. Setelah berpamitan mereka pun kembali ke apartemen untuk membereskan buku serta pakaian lalu segera ke rumah Diva.

***

Mereka sudah sampai di rumah peninggalan orangtua Diva. Rumah yang bisa dibilang mewah, sama seperti rumah keluarga Arga. Wajar saja, karena papa Diva memang seorang pengusaha terkenal dan juga bekerja sama dengan ayah Arga untuk membangun perusahan serta hotel-hotel berbintang lima di beberapa daerah.

Kekasih Halal (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang