- 𝙗𝙚𝙜𝙞𝙣𝙞𝙣𝙜

702 68 35
                                    

dalam rangka mabok ship Eli x Aesop






















Eli's POV

"Pssst, hei," merasa dipanggil, aku pun menoleh. Melihat sesosok berambut perak dikucir kuda dengan masker yang menutupi mulutnya.

"... ya?" bingung, aku memutuskan untuk bertanya.

Menoleh ke kanan dan ke kiri, pria bermasker itu melanjutkan ucapannya, "Apa peranmu?"

"Seer," jawabku singkat. Dia menarik kursi yang diduduknya. Memperpendek jarak kami dengan kursi yang ditariknya.

"Peran yang bagus. Ah, omong-omong peranku sebagai embalmer," ujarnya.

"Baru dengar, survivor baru, ya?" tanyaku.

"Iya— oh! Dan apa kemampuanmu, Seer?" Embalmer itu bertanya padaku, lagi.

"Aku punya kemampuan untuk kalibrasi lebih cepat, lalu membuat kebal teman dan diriku sendiri, dan ehm..."

"Membuat kebal? Itu menakjubkan!" mata seorang Embalmer berbinar ke arahku. Aku merasa kikuk dipuji begitu. Padahal kemampuan ini biasa saja. Aku bahkan tidak benar-benar kebal sampai tidak bisa mati seperti yang orang-orang pikirkan.

"Itu biasa saja," aku berusaha mengelak.

"Biasa saja darimana? Jelas itu keren!" aku terus dipuji oleh Embalmer itu. Membuatku makin canggung.

"Aah.. itu tidak seberapa," aku merasa pipiku memerah, "Kemampuanmu apa? Aku belum tahu."

"Kalau aku—"

Ding dong

Bel tanda dimulainya permainan berdengung. Menghantarkan kami, para survivor untuk masuk ke arena game secepatnya. Dilemparkan ke dunia lain secara tiba-tiba. Memaksa kami untuk memecahkan kode yang ada. Berkumpul dengan yang lain, menyusun strategi, saling membantu, dan meloloskan diri tentunya.

Leo's Memory

Di sini aku sekarang, Leo's Memory. Di mana merupakan tempat bersalju yang penuh kabut. Tidak spesial buatku. Sejak awal aku tidak tahu di peta mana kemampuanku bisa digunakan dengan baik.

Tugasku adalah decoding karena aku memang mahir melakukan itu, tapi aku lemah dalam melarikan diri. Sekiranya ingin lebih berguna, aku bisa membantu temanku untuk mengebalkan tubuhnya dengan 'owl' milikku. Mengebalkan tubuh mereka walau tidak berefek besar.

Aku melakukan decoding di dalam bangunan, tempat paling dibenci para hunter. Jika mereka mengejarku di sini, mereka hanya pusing karena diajak berputar-putar dengan keadaan mereka yang jelas susah untuk leaping. Aku cari aman, sebisa mungkin menyadari apa yang terjadi dengan teman-temanku. Ah, iya. Aku juga punya kemampuan untuk melihat posisi hunter. Meski cuma 5 detik pertama.

Aku melihat ke kanan, melihat sesosok datang menghampiriku. Menepuk bahuku, lalu membantuku decoding.

"Naib?" sontakku pelan. Melihat Naib, sahabatku, satu tim denganku.

"Hei, Eli," menyapa kecil, Naib melanjutkan decoding lagi.

"Aku tidak menyangka kau di sini juga," ujarku sambil decoding. Mencairkan suasana, meski sebenarnya kita tidak boleh bicara terlalu banyak.

"Hm, kau asyik mengobrol dengan Embalmer itu, jadi ya.." Naib melanjutkan perkataannya, "Aku tidak ingin mengganggu."

"Tidak apa, kau bisa ikut bergabung,"

"Hm."

Itu menjadi perbincangan terakhir. Selang beberapa waktu, satu chiper berhasil kami tuntaskan. Tinggal mencari yang lain lagi.

Aku melihat bar atas, mencari berapa chiper yang kurang.

Angka 4 terpampang jelas, berarti Embalmer dan satu orang lagi sedang decoding, entah mereka bersama atau sendiri-sendiri. Menoleh ke kanan-kiri, owl mendadak hinggap di pundakku. Memberi tahu keadaan pemain lain.

"Oh, jadi ada Norton juga?" aku mengikuti Naib yang masih mencari chiper.

"Iya," jawab Naib singkat, "Apa katanya?"

"Dikejar, hunter-nya Geisha," masih berlari, kami mencari ke kanan kiri. "Fokus decoding, aku yakin dia bisa melarikan diri."

"Ya, ini soal Geisha masalahnya. Tau aja, kan itu hunter kuat banget,"

Mencari chiper lagi, aku dan Naib decoding di dekat pintu keluar. Aku masih belum tahu di mana Embalmer itu, dia decoding atau tidak aku juga tidak tahu. Namun, aku sudah menyuruh 'owl' milikku untuk mengetahui kondisinya. Sambil decoding bersama Naib.

"Hm?" begitu owl kembali, aku mendengar apa yang dia dapat dari pencariannya. Embalmer itu ada di dekat hunter, meski tidak terlalu dekat.

"Aku akan bersama embalmer itu. Kau di sini, oke?" aku memastikan pertanyaanku untuk Naib.

"It's okay. Dia memang butuh pengarahan," Naib mengizinkanku, membiarkanku membantu Embalmer itu.

Ok, sekarang lagi otw... oh, shit. Kenapa hunter-nya malah mengejarku? Padahal aku tidak mau membawa Embalmer itu dalam masalah. Berputar-putar dalam markas, aku yakin Geisha tidak mau mengejarku di sini.

Jangan remehkan move speed Geisha. Jarak yang panjang pun dapat diperpendek seketika. Memudahkannya untuk menangkapku. Kurasa hanya Naib yang bisa menandingi move speed nya.

Oke, aku memang sekarat, kena pukul sekali.

Tapi, aku melihat sesuatu, kenapa Embalmer itu malah mendekat? Mau nolong?

Gegara salah fokus, aku kena pukulan lagi. Sialan, malah ditinggal dong sama itu Embalmer sehabis aku kena pukul. Cuma numpang lewat ternyata.

Awh shit.
Terikat sudah diriku pada balon-balon yang dipegang erat-erat oleh Geisha, kayak lagu Balonku Ada Lima.

Normal POV

"Lah, Eli ketangkep?" Norton tiba-tiba muncul di samping Naib. Membuat lelaki bertudung itu memukul pemuda di sampingnya karena kaget.

"Anjir, jangan ngagetin!" sedikit berteriak, Naib menatap kesal rekannya itu.

"Ya maap," dengan sigap, Northon membantu Naib decoding, "Kenapa yang ke Embalmer Eli? Kenapa gak kamu aja?"

Decoding Naib terhenti begitu saja. Dia kan bisa menyaingi move speed Geisha, kenapa harus Eli yang repot-repot ke sana?

"... Iya juga."

"Goblok."





kalo ada yang ngevote sama komen, nanti aku lanjut :")

Heartbeat (Eli x Aesop)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang