Part 20

1.1K 67 0
                                    

1 Desember

Hari-hari kembali berlalu, tak terasa satu semester lagi telah usai. Kebersamaan enam sahabat itu terus terjalin erat. Lalu yang terlibat cinta semakin mesra.

Seperti biasa, Fakultas Teknik menjadi yang paling akhir menuntaskan kegiatan. Tugas-tugas prasyarat mata kuliah lah yang menyebabkannya. Kondisi terparah beberapa mahasiswa akan menghuni laboratorium-laboratorium atau ruangan manapun di kampus, pagi bertemu pagi.
Nico dan para sahabatnya sudah tak masuk hitungan. Kesemuanya telah sibuk mengurus bahan untuk skripsi. Ujian semester sudah selesai seminggu sebelumnya, tapi seperti sebagian besar teman mereka lainnya, jeda senggang akhir semester menjadi masa paling favorit menghabiskan waktu di lingkungan kampus.

“Kang... aku masih harus ngerjain tugas mekanika…”

“Tugasmu udah selesai minggu lalu, my prince. Netha told me, completely.” Ujar Yoyo setelah menyeleasaikan sepiring batagornya.

“Teh Nethaaa…”

“Hehe… Ayolah Ham. Please… Mau yah? Bantu Teh Netha yah? Sekali ini… aja!”

Pacar dan sahabat pacarnya itu menatapinya dengan lekat. Ilham sadar, sedang tak berada dalam posisi ia punya pilihan. Bahunya terkulai lemas kemudian.
“Ok.” Sahutnya lemas.

“Yey!”

“Thank you my love.” Yoyo bergerak cepat memberikan satu kecupan di bibir Ilham lalu bergegas beranjak dari meja kantin. Ilham dan Netha sama-sama tercengang untuk alasan yang berbeda. “Ayo! Kita masih harus jemput Satya sama bunda.” Sambungnya membuyarkan lamunan Ilham.

“Ah… iya. t…teh Netha, Ilham duluan!”

“Hah… oh, iya… detailnya nanti dikirim! Makasih yah, Ham.”

“Iya teh, duluan yah!”

Ilham segera bergegas mengikuti kekasihnya dan menghilang di ujung koridor. Netha mengepalkan kedua tangannya menyentuh pipinya.

“Mereka makin sweet aja yah… Jiwa fujo ku! Gak akan tertolong lagi…”

*

Diatas panggung, Satya sedang berlatih memainkan piano untuk acara pra-Natal di sekolahnya minggu depan. Yoyo di kursinya terkagum-kagum menyaksikan kepiawaian bocah umur sepuluh tahun itu menggerakan jemari-jemari kecilnya diatas tuts piano.

“Biasa aja lihatnya, Kang.”

“Gila hebat banget! Ah, piano di…”

“Iya, tapi kalau di rumah dia seringnya main saat gak ada yang merhatiin. Dia punya bakat dari ayah.”

“Boys! Help!”  berseru dari sudut halaman.

Ilham dan Yoyo segera bergegas menuju Binar yang sedang kerepotan membawa dua bungkusan besar berisi susu kemasan dan kue untuk dibagikan pada anak-anak yang sedang berlatih bersama Satya. Dibagikan segera begitu sampai, jeda sejenak untuk anak-anak beristirahat sebelum kembali melanjutkan.

“Kak Ilham! Kak Ilham!” Sekumpulan anak perempuan tiba-tiba datang menarik Ilham bergabung dengan mereka di atas panggung.

Ilham dibuat tak bisa mengelak, Binar segera mengerti apa yang mereka maksud setelah melihat salah satu dari antara mereka menyerahkan sebuah gitar ke Ilham.

Binar dan Yoyo memperhatikan dari duduk mereka, “Ilham idola disini. Setiap kali dia datang untuk mengantar-jemput atau sekedar membawakan sesuatu untuk Satya, ia akan ditodong gadis-gadis kecil itu. Entah untuk sekedar memainkan sebuah lagu, atau membantu mereka untuk apapun.”
Yoyo hanya tersenyum kemudian kembali mengalihkan pandang pada lelaki yang sedang menjentikkan jemarinya pada senar-senar gitar. Lelaki yang telah menjadi pemilik hatinya saat ini. Dan, tanpa ia sadari, ibu dari lelaki itu tengah memperhatikannya. Bahkan jauh sebelumnya.

I Think I Love You, Buddy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang