🌸 34 🌸

929 114 1
                                    

-Sabtu-

Sudah hampir seminggu semenjak terakhir kali aku berbicara dengannya.

Selama enam hari ke belakang aku bertemu dengannya empat kali di kantor dan dia sama sekali tak menyapaku seperti biasanya. Bukannya aku mengharapkan dia menyapaku, hanya saja, rasanya ... aku sedikit kehilangan. Dia tidak seperti biasanya, dan itu menggangguku.

Dia tak bicara padaku semenjak kunjungan paksanya ke apartemenku. Entah apa yang terjadi. Apa mungkin aku menyinggungnya tanpa sadar? Atau ada hal dariku yang mengganggunya? Aku tak tahu tentu saja, jika dia tak bicara padaku. Tapi aku juga tak mau memulai lebih dulu. Rasanya ... entahlah. Hanya tak mau.

Aku menghembuskan napas lelah. Berjalan menghampiri kulkas, mengambil es krim box di dalam freezer. Kebutuhan dessertku bertambah jika aku sedang stress atau banyak pikiran. Padahal aku tahu ini tidak baik, tapi rasanya mereka menenangkanku dengan masuk ke dalam perutku.

Aku menyimpan es krim boxku ketika bel berbunyi. Siapa sih yang datang? Mengganggu saja.

"Ino? Dan ... apa yang kau lakukan disini?"

Ino dan Karin menerobos masuk ke apartemenku. Entah apa yang mereka lakukan disini.

"Wah, kau sedang stress?" tanya Ino ketika melihat box es krim di ruang tengah.

Aku kembali duduk di sofa, menikmati es krimku sambil menonton tv. "Pulang sana. Kalian mengganggu. Dan lagi, besok 'kan pernikahanmu. Harusnya kau siap-siap, bukannya berada disini," protesku pada mereka berdua. Moodku sedang tidak bagus hari ini karena terlalu banyak memikirkannya.

"Oh, ayolah. Aku terlalu gugup jika terus berada di apartemenku sambil menatap gaun pengantin yang digantung di kamar. Aku butuh sesuatu untuk membuatku sedikit lebih rileks," jawab Karin. "Lagipula kau kenapa sih? Ko marah-marah. Tak seperti biasanya." Karin duduk di sampingku. Matanya melirik es krim box yang ada dipelukanku. "Sedang memikirkan apasih?"

"Berisik ah. Jangan ganggu aku. Moodku sedang tidak bagus," jawabku ketus.

Ino yang tak acuh, berlalu ke dapur, sepertinya mencari beberapa camilan untuk dimakan. Sedangkan Karin hanya mengendikkan bahu, pasrah. Aku tak ingin diganggu dan mereka memberikan itu. 

.

Butuh waktu lama bagiku untuk membangun moodku kembali. Setengah isi es krim box ku habis masuk ke dalam perutku. Sekarang sudah hampir makan malam. Ino dan Karin sedang melakukan entah apa di dapur. Sepertinya memasak makan malam.

"Oh, hai. Sudah membaik?" sapa Karin. Rambut panjangnya diikat. Celemek terikat di badannya.

Aku duduk di meja bar. "Hm. Lumayan. Sedang memasak apa?"

"Lihat saja nanti. Kau pasti suka." Karin berkedip padaku. Aku mendengus, menahan tawa, melihatnya.

"Selesai!" Ino berseru. Ia berbalik, menaruh piring makanan yang sudah dibuatnya dihadapanku.

"Inari?" Aku tertawa kecil melihat makanan yang mereka buat. Ino dan Karib membuat Inari sushi kesukaanku. Mereka benar-benar tak bisa ditebak.

"Ya. Untung saja ada tahu di kulkasmu. Cobalah," jawab Ino.

Aku mencoba salah satu Inari sushi yang memiliki ekspresi sedih. Lucu sekali. Ino selalu bisa menghias makanan. "Enak sekali! Terima kasih kalian berdua. Kutebak, stok tahuku habis."

Karin nyengir. "Tentu saja. Karena kami menggunakan semuanya hehe."

Aku menggeleng, tak habis pikir. Lalu ikut tertawa bersama mereka.

Aku bersyukur bisa memiliki mereka dalam hidupku.

Terima kasih, Tuhan. Telah mengirimkan orang-orang baik di sekelilingku.

.

.:0o0:.

.

#Don't forget to vote and comments! It's means a lot to me!#

.

#Thank you!#

OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang