Jika lisan tidak mampu mengutarakan apa yang dirasa, maka akan ada air mata yang mewakilinya.
-AKRESHA-Hari Sabtu.
Seharusnya Esha berangkat bekerja seperti biasanya. Tapi, perempuan itu lebih memilih izin kepada Gilang. Memberitahu atasannya itu kalau dirinya ada keperluan penting. Gilang yang mengizinkan--karena Esha jarang meminta izin tidak berangkat--itu membuat Esha bisa bernapas lega.
Sejak semalam, Esha tidak bisa tidur dengan pulas. Hampir setiap lima belas menit sekali ia akan terbangun. Menatap lamat-lamat langit kamar. Melirik ponsel yang ada di nakas. Bimbang. Ingin membatalkan pertemuan atau tidak.
Di satu sisi, Esha takut. Dan di satu sisi lainnya, ia juga tidak munafik jika dirinya rindu bertemu dengan laki-laki itu.
Ia takut. Takut kalau dirinya akan mendapatkan fakta yang menyakitkan lagi dan dilukai lagi. Tapi, ia harus selalu berpikir posotif. Tidak boleh berprasangka buruk pada Hasan.
Dan untuk rasa rindu. Tidak salah kan jika dirinya merindukan seseorang? Apalagi orang itu adalah orang yang singgah di hatinya.
Ya, sampai sekarangpun laki-laki itu masih ada di hatinya. Tidak enyah dari sana. Jika bergeser, mungkin iya. Meskipun posisinya tidak di titik utama, tapi sama saja, laki-laki itu masih menetap di hatinya. Walaupun dirinya sudah disakiti. Bahkan disuruh untuk pergi.
Lantas, haruskah ia sekarang menemuinya?
Kalaupun dibatalkan, Esha tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi.
Semuanya hanya perlu tekad dan nyali.
Menatap pantulan dirinya di cermin, Esha menarik napasnya dalam. Mengambil ponsel yang ada di atas tempat tidur. Mengetikkan sebuah pesan untuk Dinda.
Mbak Dinda
Mbak, aku hari ini gak masuk. Mau ketemu Hasan.Setelah itu, ia mematikan ponsel. Lalu memasukkannya ke tas slempang yang akan ia pakai. Dan keluar kamar. Bergegas pergi ke taman.
•••
Sabtu libur. Hari yang sangat pas untuk merenggangkan otot dan menyegarkan pikiran dengan keluar rumah. Lalu bertemu dengan keponakan kecilnya.
Ini masih pagi cuacanya pun agak mendung, dan Akbar sudah sangat bersemangat untuk bertemu gadis kecil yang sangat bisa membuat moodnya naik. Siapa lagi kalau keponakannya. Anak dari adiknya, Ziya.
Lihat, adiknya sudah memiliki anak berumur empat tahun. Dan dirinya masih belum mempunyai anak. Jangankan anak, istri saja tidak ada.
Oke, ini beda kasus.
Adiknya itu dijodohkan. Saat masih SMA bangku terakhir dulu. Dan Akbar saat itu masih duduk di bangku kuliah semester empat. Masih berumur 20 tahun. Adiknya--Ziya--berumur 18 tahun. Hanya terpaut dua tahun saja.
Ulfa, ibunya sudah tidak ada. Saat ia memasuki semester lima, ibunya meninggal dunia. Bagian yang sangat membuatnya terpukul adalah kehilangan sosok yang amat sangat ia cintai. Perempuan pertama yang ia cintai dan sayangi telah pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.
Meskipun ia sempat terpukul dalam, ia harus segera bangkit. Dirinya seorang laki-laki, tidak boleh berlama-lama larut dalam kesedihan--meskipun itu berlaku untuk siapa pun, bukan hanya dirinya. Dan rasanya tidak pantas saja jika ia terus-terusan sedih. Nanti ibunya akan sedih juga melihat dirinya dari atas sana.
Mulai saat itu, Akbar menjadi dirinya kembali. Yang humoris. Suka tidak jelas. Tertawa semaunya. Dan selalu bisa membuat orang kesal dengan caranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKRESHA (SUDAH TERBIT)
RomanceBerjuang untuk seseorang yang hatinya masih terpaku pada masa lalu itu memang tidak mudah. Tapi percayalah, jika kita memang benar-benar tulus padanya, selama atau sesulit apa pun memperjuangkannya, perjuangan itu akan terbayar penuh dengan kebahagi...