Jika ada kesalahan, silahkan kasih saran dan kritik, ya.
Selamat membaca!❤
♤
Januari 2018
Bendera kuning yang terdapat di depan sebuah rumah dengan nuansa romantis kini membuat banyak orang berdatangan mengucapkan bela sungkawa pada sang pemilik. Tak sedikit orang juga yang ikut menangis kala melihat kondisi ruangan tersebut.
Terlihat jenazah seorang wanita paruh baya yang berada di tengah-tengah ruangan kini sudah terbujur kaku, dengan wajah pucat dan badan yang begitu membesar. Semua mendekat, ikut melantunkan ayat suci Al-Qur'an untuk wanita itu.
Tak jauh di samping jenazah itu, sosok gadis yang sedang memangku bayi perempuan yang masih berumur 2 bulan. Gadis itu Ora, Melody Aurora. Dan bayi yang kini di pangkuannya adalah Ica, adik kedua Ora.
Ora tak menangis sama sekali. Namun tatapannya yang kosong, wajah datar dan penampilan yang begitu kacau membuat siapa saja yang melihat merasa iba. Mereka juga tahu, hal apa yang saat ini memenuhi pikiran Ora.
"Bagaimana kehidupan ia dan kedua adiknya setelah ini?"
Lalu suara tangis berderai yang begitu kencang membuat semuanya terdiam sejenak. Terlihat seorang wanita tua berlari memasuki rumah dan langsung memeluk jenazah. Dia Regina.
"Putriku... "
Lirihan itu. Semua orang yang mendengar pasti ikut merasakan sakit, begitupun dengan Ora. Sesak di dadanya kian bertambah. Ia mengeraskan rahangnya. Ia tidak boleh menangis.
Regina kini mengalihkan pandangannya pada Ora. Ia menatap Ora tajam.
Plak!
Plak!
Plak!
Tiga tamparan bolak-balik yang diterima Ora cukup membuat matanya memanas.
"Ini semua gara-gara kamu, Aurora," desisnya.
Ora tak bergeming. Ia mengeratkan rangkulannya pada Ica.
"Kalo saja kamu tidak mengijinkan putriku menikah lagi dan melahirkan bayi sialan itu dia pasti masih hidup sekarang!"
"Kamu dan kedua adikmu itu benar-benar sialan!"
"Kamu tidak becus menjaga putriku!"
"Kamu begitu tidak berguna!"
Plak!
Regina kembli menampar Ora. Saat tangannya kembali melayang hendak menampar Ora lagi, seseorang menahannya.
"Ini semua bukan salah Ora, wanita tua," ucap seseorang yang kini menahan tangan Regina dan menatapnya tajam.
Regina yang melihat orang di hadapannya kini tersenyum kecut. "Lalu salah siapa, bocah ingusan? Salah kamu?"
Seseorang itu-Nazriel, adik pertama Ora- mengatupkan rahang. "Salah Anda, sialan!"
"Apa Anda pernah menanyakan kabar putrimu?"
"Apa Anda pernah menjawab telepon dari kami saat hendak memberitahu tentang keadaan putrimu itu?"
"Apa Anda pernah datang saat putrimu sedang kesusahan mengatur ekonomi keluarga?"
"Apa Anda pernah menyetujui ajakannya untuk singgah kesini?"
"Tidak wanita tua! Tidak! Ini bahkan kali kedua Anda datang menghampiri kediaman kami setelah Ayah meninggal!"
Lagi-lagi Regina tersenyum sinis. "Ah, lalu bagaimana dengan kamu, bocah ingusan? Apa kamu juga pernah menuruti permintaan putriku?"
Emosi Nazriel semakin memuncak. "Itu kar--"
"Zriel...., " lirih Ora.
Nazriel menatap Ora. Dadanya kian menyesak, serta mata yang mulai memanas saat melihat sekacau apa Ora saat ini. Tapi ia menggeleng, ini bukan saatnya untuk terlihat lemah.
"Apa, Ra? Kamu masih mau membela wanita tua ini?"
Ora menggeleng, lalu di detik itu juga air matanya mengalir. "Ora emang ... salah."
Nazriel berdecak. "Bego, kamu, Ra. Bego."
♤
Jangan lupa tambahkan ke perpustakaanmu, hehe.😂❤
Tbc💤
Salam,
_melmaul
KAMU SEDANG MEMBACA
AURORA
Teen Fiction"Aku yang lengah dan kau yang tak mau mengalah." ♤ Melody Aurora. Tidak ada yang tak mengenal Ora. Ora dengan penampilannya yang jarang rapih. Ora dengan wajah juteknya yang sangat menyebalkan. Ora dengan kemalasan yang mendarah daging. Ora dengan u...