{JANUARI}
Hari ini hujan lebat dikota New York, udara terasa sangat dingin karena sudah masuk di awal Januari. Tetapi salju belum juga turun hari ini. Hazel menarik sleting jaket dan mempererat jaketnya, sambil merapihkan cafe diminimarket tempat ia bekerja. Sudah malam dan beberapa menit lagi akan berganti shift.
Hazel beberapa kali mengunjungi Gio dirumah sakit, membawakan buah dan makanan kesukaannya. Hari berlalu dan tubuh Gio terlihat mengurus, kulitnya memucat dan rambutnya sudah rontok.
Kabarnya operasi Gio dilaksanakan awal Desember, sejak itulah Hazel tidak pernah diberi kabar oleh siapapun. Hazel tidak berani kesana tanpa persetujuan keluarga Gio.
Jadi dia menunggu Sandra menelefon atau Hazel sendiri yang bertanya. Terakhir kali ia menemui Gio, Gio berkata padanya.
“Tidak peduli dimanapun kamu, dengan siapa, atau apapun yang kau lakukan. Aku dengan jujur, dengan sungguh, benar benar mencintaimu”
Hazel ingin menangis saat itu, tapi Gio melarangnya. Katanya ia tidak mau ikut menangis.Berita dimedia soal Gio juga sudah mereda, atau mungkin akan naik lagi saat pemberitahuan final tentang keadaan Gio. Semoga semuanya baik baik saja.
Pegawai malam sudah mulai berdatangan, mereka menyapa Hazel dan gantian membersihkan minimarket. Hazel berpamitan pada teman temannya dan keluar dari minimarket dengan menggendong ranselnya.
Sambil menyusuri jalan setapak, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Kota ini belum berubah, pikirnya. Jalan ini masih sama ketika ia pertama kali menginjakan kaki di New York.
Hazel tiba dipersimpangan menuju rumahnya, rumah itu juga masih sama dengan 1 tahun lalu ataupun 10 tahun lalu. Atau mungkin akan selalu sama sejauh apapun waktu berlalu.
Pohon oak besar dan deretan hortensia aneka warna itu masih terpelihara dengan baik, bahkan makin meranjat ke rumah Hazel. Mungkin nanti harus memotongnya sebelum menutupi sinar yang masuk ke jendela, pikirnya.
Jalanan terlihat terang karena bantuan lampu jalanan. Dan hanya beberapa kendaraan yang lewat. Keheningan malam itu tidak bisa membuatnya berhenti memikirkan Gio. Hazel membuka pagar dan masuk melewati halaman.
Halaman rumput yang tidak terlalu luas, seingatnya sebelum kepergian ibunya, disana ada banyak bunga bunga. Tapi sekarang sudah tidak ada.
Sebelum menginjakkan kaki ke teras rumahnya, sepucuk surat terpatri didepan pintu depan. Menunggu Hazel untuk membukanya. Ia tidak perlu bertanya tanya dari siapa surat itu, dengan cepat ia membukanya. Dari dalam amplop putih itu, Hazel tidak menemukan surat apapun untuk ia baca. Hazel duduk di kursi terasnya. Dan mengeluarkan isi amplop.
Satu tiket pesawat menuju Italia kini ada ditelapak tangannya. Dengan keberangkatan pukul 9 pagi esok hari, sosok Gio memenuhi pikirannya. Apa sesuatu terjadi dengannya, sampai harus dipulangkan ke Italia. Mata coklat bulatnya berbinar oleh perasaan senang bercampur khawatir. Hazel segera masuk rumah dan mempersiapkan semuanya untuk esok.
XXX
Pikiran Hazel mengembara didepan jendela pesawat ditengah perjalanannya ke negeri yang jauh. Tiba tiba saja di ingatannya terlintas Buttercup Bake Shop yang sangat disukai Gio. Kenapa pagi tadi ia tidak mampir dulu.
Sebelumya Cassandra menelfon Hazel tadi malam., Ia mengatakan di bandara nanti Joseph akan menunggu. Hazel kemudian menanyakan kabar Gio, tapi Sandra tiba tiba matikan panggilannya.
9 jam mengudara, Hazel sampai di bandara Itali. Ia mengambil kopernya dan saat berjalan keluar Joseph sudah menantinya dengan setelan jas hitam rapi seperti biasanya. Mereka berpelukan dan tertawa.
“Apa kabar Hazel, kau bertambah tinggi ya?” ucapnya semangat.
“Aku baik baik saja Joseph, dari beberapa minggu lalu kau tidak terlihat di sekolah. Aku jadi rindu kehadiranmu, hahaha”Joseph tertawa, mereka berdua berjalan kearah mobil yang di parkiran. “ aku disuruh kesini oleh tuan dan nyonya.”
“Lalu, bagaimana keadaan Gio?”
Setelah memasukkan koper ke dalam bagasi, hazel duduk didepan samping Joseph. Semburat jingga di langit mewarnai sore Hazel. Dengan kepingan perasaan seperti puzzle yang ingin cepat di satukan
“ Tuan Giordano-”
“Dia baik baik saja kan?”
Joseph terdiam, alisnya berkerut. Tidak yakin dengan apa yang ia ingin ucapkan.
“Ya…”“Iya? Maksudnya?”
Joseph hanya mengangguk.
Hati Hazel sangat lega hanya dengan anggukan itu. Mereka berdua memasang sabuk pengaman dan siap berkendara.“Lalu?” Hazel masih dalam penasarannya.
“ Apa?” joseph terlihat gugup dan khawatir
“Dia ingat dengan ku? Makannya rutin?”
“T-t entu”“Syukurlah, oya Joseph toko kue yang enak dimana?”
“ Kau ingin beli kue?”
“Iya..”“Baiklah, Kita kesana”
Jalanan lenggang, kota ini terbebas dari kata macet. Tidak seperti New York. Langit jingga tadi berubah menjadi kelabu. Dan rintik rintik kecil air berjatuhan dari langit.“Sepertinya akan hujan ya, Joseph?”
“Iya sepertinya. Kau tetap ingin beli kue?”
“Tentu saja, masa aku pergi di undang dan datang tanpa membawa apa apa”
“Tapi- kupikir untuk mu saja”Hazel mengedarkan pandangannya keluar jendela. “Loh? Kenapa memangnya?”
“ Mereka makannya yang mahal mahal ya?”
“Bukan begitu-”“Kalau begitu aku akan membuat mereka mencicipi makanan murah heheh”
Hazel melebarkan senyumnya pada Joseph. Membuat Joseph merasa bersalah pada Hazel.
“I-itu tokonya, “Hazel melihat ke luar jendela mobil mewah itu, “Ah! Itu ya? La Bottega del Capestrano?”
“Ya begitulah, aku akan parkir di depan sana”
“Baiklah aku akan turun disini.” “Oya Joseph, kau suka rasa mint ya?”Joseph tersenyum memperlihatkan deretan gigi rapinya, “Kau memang yang terbaik Hazel hahaha. Dan mungkin kau harus membelinya sedikit lebih banyak”
“Oh, apa ada orang lain nanti?”
“Mungkin mereka masih berada di sana, belum pulang. Kerabat-”Aku mengangguk dan tersenyum, “Tentu!”
KAMU SEDANG MEMBACA
A Letter For You (end)
RomanceMungkin ini sekedar kisah cinta biasa. Tapi ada yang ingin Giordano sampaikan pada Hazel melalui surat yang ia tulis. Menulis agar tidak melupakan. Giordano ingin menyampaikan bahwa Hazel tidak pernah sendirian dan harus senantiasa berbahagia. Sedan...