Chapter 18

4K 314 5
                                    

Sesuatu yang ditakdirkan menjadi milik kita,
Allah akan memberi jalannya
walaupun akal manusia tidak bisa menalarnya

Wajah Maira terasa segar oleh tetesan air wudhu. Dibukanya jendela kamar dinas milik rumah sakit tempatnya kini ia mengabdi. Diluar masih gelap. Memang benar waktu subuh adalah waktu yang indah. Hanya diwaktu subuh saja terdapat kalimat Ashalatu khairum Minanaum yang artinya shalat lebih baik daripada tidur. Di waktu subuh pula disaksikan oleh malaikat, sebagaimana dalam Quran Surah Al Isra "Dirikanlah shalat sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan Dirikanlah pula shalat subuh, sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan malaikat". Matahari masih belum sempurna menampakkan sinarnya.
Semalaman Maira merasakan kenikmatan bermunajat pada Nya.

Kini Maira benar-benar bisa mengamalkan ilmu nya sebagai dokter. Hanya sebagai dokter pengganti, bukan dokter tetap di sebuah rumah sakit kecil di Sleman. Tapi bagi Maira itu sebuah awal yang ia tunggu menjadi seorang dokter.

Dokter Sam, papa Naila yang merekomendasikan nya di rumah sakit ini. Untuk kesekian kalinya Maira mendapatkan kebaikan dari keluarga itu. Keluarga yang penuh kehangatan, penuh kasih sayang dan keceriaan. Maira merasa nyaman jika sudah berkumpul bersama keluarga dokter Sam, Tante Ina, Naila dan Azzam.

Azzam? Ah iya.. lelaki yang suka bercanda, kalem dan hangat tapi samasekali tidak puitis apalagi romantis. Mengkhitbah nya pun hanya memakai sepenggal kalimat tanpa pembukaan ataupun penutup. Diucapkan begitu saja sewaktu penggelaran sebulan yang lalu. Dan sampai detik ini Maira belum menjawab nya.

Pak Hariz?? Sedikit demi sedikit Maira mulai melupakan lelaki yang pernah menjadi gurunya dan dialah lelaki yang pertama kali ingin mengkhitbah nya. Lelaki pendiam, tak banyak bicara apalagi bercanda sangat berbeda dengan Azzam
Oohh... Maira kini mulai bisa membeda-bedakan antara Azzam dan Hariz.
Entahlah, waktu itu Maira masih berusia 17tahun, belum tahu apakah jika ia menerima pinangan pak Hariz waktu itu akankah sampai detik ini akan berjalan bahagia, mengingat bagaimana ibu pak Hariz tidak menyukai nya. Dan kini dimana lelaki itu berada , Maira juga tak tahu.

Kini usia Maira sudah menginjak 24 tahun. Tentu ia mulai bisa memahami apa arti sebuah perhatian dari seseorang lelaki.
Cinta? Baginya Cinta tertinggi adalah hanya pada sang Pencipta Allah Azza wa Jalla. Cinta pada lawan jenis, orang tua dulu bilang mungkin dapat kita rasakan sepenuhnya ketika kita sudah menikah.

Sejak penggelaran sebulan yang lalu, Maira hanya bertemu Azzam tiga kali. Tentu saja bertemu nya pasti dengan om Sam, Tante Ina dan Naila. Yang terakhir Maira bertemu dengan Azzam sewaktu syukuran ulang tahun Alma di rumah om Haryo. Dan Azzam pun datang bersama Tante Ina dan Naila. Tak banyak kata yang diucapkan lelaki itu pada nya. Seperti biasa Azzam lebih banyak bergurau, saling menggoda dengan Naila dan kalau ketambahan Alma, jadi lebih ramai. Meski tanpa banyak kata, Maira merasa nyaman dan bahagia bila ada di dekat Azzam. Tak ada perasaan jantung berdebar yang kata orang itu pertanda cinta, tapi Maira hanya merasa nyaman, sudah itu saja.

"Ra... cepetan dong jawab pinangan mas Azzam" pinta Naila waktu itu.

Selama ini Azzam memang tidak pernah menagih jawaban dari nya. Mungkin Naila ingin mewakili nya.

"Aku minta waktu lagi ya Nai...bilang mas Azzam ya" jawab Maira.

"Hmm...jangan lama-lama, nanti keburu disamber orang lho Ra..." Goda Naila sambil membulatkan matanya.

Maira hanya tersenyum simpul. Sebenarnya ia ingin segera mengiyakan pinangan itu. Tapi entahlah ia ingin meyakinkan satu hal bahwa ketika ia sudah menerima pinangan Azzam, ia tidak akan lagi memikirkan pak Hariz dan benar-benar hanya ada Azzam di hatinya.

Derrrt.... derrrttt

Ponsel Maira yang tergeletak di atas meja bergetar.

Ra. . nanti tolong gantiin aku jaga IGD ya...anakku tiba-tiba demam.. makasih ya Ra...

When My Heart Choose Him...( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang