09

7.8K 130 14
                                    

Nay mengeringkan rambutnya yang basah. Ia melewati Max dan Tul yang menunggunya di meja makan. Ia mengabaikan panggilan Tul yang berusaha meredamkan suasana. Sementara Max, ia masih memasang wajah tidak suka.

"Mari kita selesaikan ini" Tul bicara pada kedua kekasihnya. Nay berhenti sejenak sebelum Tul melanjutkan ucapannya lagi.

"Setelah ini kau bisa pergi ke manapun" sambung Tul. Nay berbalik dan mengambil duduk dekat Tul, ia agak menjauhkan dirinya dari Max.

"Siapa yang bicara duluan?" Max menoleh ke arah Tul

"Aku saja" Tul menarik nafasnya pelan. Tangan kirinya memegang tangan Nay, sementara tangan kanannya memegang tangan Max.

"Aku tidak ingin kita seperti ini. Ayolah ini bukan masalah yang perlu dibesar-besarkan. Anggap saja kita tidak melakukan apa-apa. Aku minta maaf apabila aku menyakiti salah satu dari kalian. Aku tidak ingin kita bertengkar lagi" Tul menahan emosi di dadanya. Ia merasa miris karena hubungannya diambang kehancuran. Setelah selesai ia menyuruh Max berbicara.

"Aku tidak suka salah satu dari kita pergi untuk bersenang-senang dengan orang lain" Max melirik Nay.

"Aku tidak suka dikhianati. Hubungan kita selalu baik-baik saja tapi menjadi rumit ketika salah satu dari kita melibatkan orang lain. Itu tidak bagus. Kau milik kami, jangan merusaknya demi kepuasanmu sendiri" Max menumpahkan semua emosinya. Ia mengaku begitu kesal pada Nay yang seenaknya.

"Aku tidak suka tanda ini" Nay menunjukkan memar di rahangnya. Max dan Tul saling bertatapan, mereka mengerti maksud Nay.

"Aku minta maaf" Max memeluk Nay. Ia menyesal karena membuat wanitanya merasa sakit. Tul tersenyum bahagia dan ikut memeluk keduanya.

"Jangan pergi lagi" Max mengusap air mata Nay yang sudah jatuh dari tadi. Ketiganya sama-sama menyesal dan mengakui kesalahannya.

Nay bernafas lega, ini adalah pertengkaran pertamanya dengan Max dan Tul setelah sekian lama mereka bersama. Dan menjauhi keduanya sama sekali tidak memberikan jalan keluar. Bukankah ini prinsip hidupnya? Hidup bersama dengan Max dan Tul selamanya. Nay memagut bibir Tul sebentar kemudian beralih ke bibir Max. Setelah Nay melepaskan keduanya, Max dan Tul bergantian melahap satu sama lain.

Max mengendong Nay dan menidurkannya di ranjang. Sudah jam sebelas malam dan mereka sedang ada dipuncak gairah. Tul berhenti sejenak untuk pamit membeli alkohol. Mereka akan bersenang-senang malam ini.

Max melumat bibit Nay lagi, ia menjadi lebih leluasa ketika Tul pergi. Keduanya tidak mengindahkan kepergian Tul. Max memainkan tangannya untuk terus meraba tubuh Nay. Mereka rindu sentuhan itu.

"Nayyhhmmmyh" Max mendesah pelan kala Nay meremas miliknya. Nay menjadi liar dan Max terpekik saat Nay mengigit juniornya.

"Nay jangan seperti itu" Max menarik kepala Nay karena Nay terus mengigit bahkan kukunya sedikit menancap di paha Max.

"Nay arghhh" Max semakin kesakitan dan Nay tersenyum puas. Ia melihat Max berkaca-kaca. Ini pasti sakit sekali.

"Jangan menatapku seperti itu Nay" Max mendadak ngeri karena ini tidak seperti Nay biasanya. Kenapa Nay menjadi sangat lihai dan kasar? Bukankah seharusnya Max yang melakukan kekerasan dalam hubungan seks mereka?

Nay melumat bibir Max pelan untuk mengurangi rasa sakit yang Max rasakan. Max mulai terbuai dan mengikuti permainan Nay.

"Argh Nay!!" Max menjerit saat Nay menancapkan pisau kecil di punggungnya. Nay sungguh melakukan ini! Ia sungguh melukai Max. Tusukan itu tidak dangkal, darah mulai mengucur deras dari punggung Max yang terbuka.

"Nay!!" Max mengerang antara sakit dan nikmat yang ia rasakan. Nay terus mengulum bibirnya dan terus menancapkan pisau di punggungnya. Setelah beberapa saat Max tidak bersuara lagi. Entah pingsan atau mati yang jelas Max terlelap saat ini. Nay tertawa keras, ia menjilat ujung pisau yang berdarah. Dendamnya terbalaskan!

The Real "3 Will Be Free" 🔞 ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang