[Bumbu Pahit] pt.2
"Mas Iyok." Panggil Erza di depan pintu kamarnya secara tiba-tiba.
Iyok jelas kaget, dia sedang melamun pagi-pagi ditemani teh hangat manis dan kucing di pangkuannya.
"Kaget aku, Ndes." Iyok mengelus dada secara dramatis.
"Maaf mas," Erza mengintip "boleh masuk ndak?" tanyanya dan diangguki si pemilik kamar.
Iyok kembali melihat jalanan tanpa minat membuka obrolan. Pikirnya pasti ada hal yang ingin Erza katakan sampai ia repot-repot ke sini, hanya saja bingung memulainya, maka dibiarkannya ia menyusun kalimat tanpa ia ganggu.
"Mas," dan benar saja, satu menit dalam senyap Erza membuka suara, "aku pengen tanya."
Membalikkan badan, Iyok mendapati tatapan Erza yang bergulir tidak pada satu objek. Gelagat gusar sangat terbaca. Entah, Iyok belum mau mengaktifkan kepo mode on sekarang.
Erza mengambil duduk di kursi beroda tanpa disuruh. "Mas ada masalah sama mas Fano?"
Iyok menggeleng lemah. Ia enggan memulai topik ini sampai kapanpun dan berharap setelah bertemu kembali dengan Fano perasaan tidak mengenakan yang sempat meresahkan hati tidak kembali terasa.
"Mas Fano beberapa kali batalin syuting konten, terus juga mas Iyok ga ngehubungin tim buat tanya-tanya," Erza menatap Iyok yang menurunkan kucing dari pahanya, "makanya aku ke sini buat ngecek, Mas."
Iya, setelah kejadian menginap lima hari lalu mereka tidak ada komunikasi untuk bertemu dan rapat seperti biasa untuk membahas projek seperti biasa.
"Mas," Erza masih menatapnya, "—mbok yo kalau ada yang ganjel boleh cerita ke aku." Tawarnya.
"Kamu tau ga patah hati karena diputusin itu ndak enak?" Erza mengangguk, "— tapi kamu pernah liat ga sahabat sendiri yang jadi orang asing karena sebuah kesalahan, itu lebih pedih." Lanjut Iyok dan kembali menyesap teh yang sudah dingin. Sedingin hatinya.
"Jadi mas-mas sekalian ada apa?" Erza gatal ingin mengetahui permasalahan dua sahabat kental ini. Jelas perang dingin yang terjadi mengganggu produktivitas kerja mereka.
Iyok menggeleng lemah (lagi).
"Yo wes kalau aku ndak boleh tau." Erza menyenderkan punggung pada senderan kursi. Ikut terdiam walau pikirannya kosong. Niat hati ingin membantu membawa jalan keluar, nyatanya ia ikut dalam pusaran kebingungan yang ada.
Jika bertanya pada Fano-pun jawabannya sama, gelengan lemah tanpa penjelasan yang berarti. Berakhir Erza dan tim pusing sendiri. Jika dipaksa untuk mempertemukan mereka maka mood keduanya pasti tidak sebaik biasanya dan berujung pada kacaunya proses syuting.
"Kamu kalau diminta untuk pilih," percakapan terjadi kembali setelah lima menit berkutat dengan pikirannya, "pacar atau sahabat?"
Erza berfikir sejenak, "pacar."
Iyok menatap tak percaya, "kenapa?"
"Mas," si tamu duduk tegap, "—pacarku yang sekarang ini udah mau deal tak jadiin istri. Dia bakal selamanya sama aku nantinya," menghembuskan nafas karena tiba-tiba kangen sama gadisnya, "sedangkan sahabat? Belum tentu selamanya sama kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid F | FaYok vers ✔
Fiksi Penggemar2019 Berawal dari buat konten homo-homoan malah berakhir jadi homo beneran. ___________________ Story: Kejukopi Inspiration: Kiflyf tv Art on cover is't me