"Mengapa? Semuanya terjadi seperti ini?" isak Lidya setelah Gio kembali dari pemakaman Sadam.
"Tenanglah, semuanya telah terjadi," guman Gio sambil membelai rambut Lidya guna menenangkan.
Lidya mendongakkan kepalanya, ia melihat wajah lelaki itu. Di saku bajunya masih saja terselip sebuah senjata tajam dengan ukuran yang sangat kecil, tetapi mematikan.
"Ini semua memang salahku! Hanya salahku! Kematian Sadam harusnya aku yang menanggungnya, harusnya aku yang berada di posisinya dan dia sekarang masih bebas bernafas seperti yang kini aku lakukan! Mengapa dia mencintai orang sepertiku? Aku tidak ingin hidup lagi!" dengan secepat kilat, Lidya langsung mengambil senjata di saku Gio dan berniat menggoreskan ke nadinya.
Tidak salah Gio disebut sebagai Panglima, gerakannya teramat cepat. Ia berhasil mengambil alih senjata itu, sialnya tangan Lidya menyenggol pisau itu dan menggoreskan goresan luka di punggung tangan Gio.
Berdarah, punggung tangannya berdarah. Gio langsung melemparkan belati itu dan bergegas ke kamar mandi.
"Apa yang telah aku lakukan?" isak Lidya ketika tetesan darah Gio mulai berjatuhan di lantai rumah sakit yang putih bersih.
Gio telah kembali dari kamar mandi dan berdiri di dekat Lidya seperti sebelumnya.
"Kau marah padaku?" gumam Lidya merasa bersalah.
Gio menghela nafas lalu duduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan Lidya, gadis itu kini tengah duduk di tepian tempat tidur.
"Aku tidak akan pernah memarahimu, karena aku sangat menyayangimu. Berhentilah menangis, karena itu luka yang sangat dalam yang aku rasakan. Tenanglah, apa yang kau pikirkan? Kau akan menghilangkan nyawamu sendiri dan meninggalkan aku, Oxy Aluna serta yang lainnya? Berpikirlah lebih jernih. Banyak orang yang menunggu di luar ruangan ini hanya untuk kau sembuh, lalu kau akan pergi begitu saja?" Ucapan Gio melembut di setiap intonasinya, sejenak Lidya menyadari titik salahnya.
"Tetapi apa yang bisa aku perbuat? Aku hanya menjadi kesengsaraan bagi kalian yang mengenalku," lirih Lidya teramat pelan.
"Siapa yang mengatakan hal itu kepadamu? Tetapi Aku, Udin, Rian, dan Gio tidak merasakan hal itu. Kami senang atas kehidupanmu. Di mana Lidya kini? Lidya yang tegar, kuat, dan pantang menyerah? Lihat! Sekarang jiwa itu seakan mulai menguap dan menyisakan jiwa-jiwa putus asa, tenanglah kami masih ada untukmu." Rozi melangkah masuk tanpa permisi, Gio langsung kembali berdiri dan menyingkirkan kursi dengan dorongan kecil dari kakinya.
"Kau ada di sini?" tanya Lidya dengan mata berbinar, setidaknya kehadiran kedua lelaki yang berada di hadapannya dapat membuatnya lebih tenang.
"Tentu saja untukmu dan menemani Sang Panglima," tukas Rozi sambil tersenyum lebar. Lidya ikut tersenyum.
"Sudah ku bilang jangan terlalu berlebihan memanggilku," sela Gio dengan menatap Rozi tajam. Lidya yang melihatnya malah terkekeh geli.
Gio dan Rozi saling menatap heran karena kekehan itu, dengan serentak mereka menatap Lidya sambil mengerenyitkan dahinya.
"Ada apa?"
"Tidak ada," jawab Lidya sambil tersenyum menahan tawanya. Gio tersenyum singkat.
"Lihat Lid! Senyuman pada Sang Panglima cuma hari ini dapat terlihat dengan jelas dan di hari kau kembali membuka matamu, dia langsung memberikan hadiah kepada orang yang membawa informasi jika kau telah sadar," imbuh Rozi yang menghiraukan ekspresi Gio.
"Kau serius?" selidik Lidya seakan tidak percaya.
"Kau tidak percaya, coba tanyakan kepada orang itu," kekeh Rozi ketika melihat orang yang dia maksud sedang mempertajam pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Teen FictionBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...