03 - Sadik

268 29 18
                                    


▬▬▬ Kalau Jungkook ditanya tentang apa hal yang paling mahal di dunia? Tentu saja: kejujuran.

Tumbuh besar di tengah lingkungan keluarga pebisnis yang menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar seantero Korea Selatan membuatnya menjadi penuh perhitungan. Ayah dan ibu selalu menyinggung masalah saham dan keuntungan setiap saat; ketika sarapan, perjalanan ke kantor, di kantor, makan siang, kembali lagi ke kantor, perjalanan pulang, makan malam, sebelum tidur, atau sebut saja selama 24 jam penuh. Orang-orang di sekitar Jungkook pun tak jauh berbeda. Mereka tidak berbicara, mendengar, apalagi berteman secara gratis.

Prinsipnya sama. Ada uang, ada aksi. Ada kekuasaan, ada relasi.

Sederhana sekali, bukan?

Iya, sederhana. Jungkook menempati rumah mewah yang tidak kalah besar dibanding hotel bintang lima di tengah kota, interior seperti vila dilengkapi perabotan bernilai jutaan won, beberapa mobil mahal terparkir di garasi, ada pula kolam renang dan hot sauna, serta perpustakaan pribadi dengan buku-buku dari penjuru dunia. Sebuah kehidupan yang cuma bisa dibayangkan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah; itu juga kalau mereka berani punya mimpi.

Sangat sederhana. Jungkook tidak perlu beranjak dari kasur untuk sarapan. Akan ada pelayan yang mengantar satu nampan dengan menu lengkap, menyiapkan meja, mengambilkan minum, dan menelan sisanya jika Jungkook tak mau menyantap habis makanan tersebut. Mereka juga melakukan apapun yang diminta, tidak peduli meski dibentak dan tidak dihargai... selama mereka dibayar.

Benar-benar sederhana. Sebagai ganti dari segala kemudahan yang didapat, hidup Jungkook harus dipenuhi kepalsuan. Orang-orang mau berada di sampingnya cuma karena uang, harta, kedudukan. Semua senyum dan pertolongan yang ia dapat semata-mata demi keuntungan serta keselamatan hidup mereka sendiri.

Sebuah pertukaran yang tepat; Jungkook dilayani dan dihormati, mereka memperoleh apa yang mereka inginkan.

Memang sederhana.

Tapi... bagaimana dengan Jungkook?

Bagaimana dengan hidupnya? Bagaimana dengan keinginannya untuk dapat berkata jujur? Bagaimana dengan keinginannya untuk bisa mendapat kasih yang tulus? Bagaimana dengan segala sesuatu yang tidak mampu ia beli meskipun mengeluarkan seluruh harta kekayaannya?

Bagaimana dengan perasaan itu?

Jungkook mengingat-ingat hari di mana ia berakhir seperti sekarang. Ketika ia merasa bahwa ketulusan dan kasih yang diharapkan tak akan pernah ada. Ketika ia dihadapkan pada realita bahwa dunianya begitu dingin.

"Aku tidak mengerti. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh Komisaris Jung? Mereka membuat bisnis terlihat seperti puzzle. Tampak mudah untuk dikerjakan, namun ternyata butuh konsentrasi penuh demi menyelesaikan tiap kepingnya," kata ibu terdengar sinis. "Terlebih, akan semakin sulit memperbaiki jika ternyata kepingan yang dipasang tidak sesuai."

Saat itu waktunya makan malam. Ayah duduk di bagian paling ujung, menengahi ibu dan Jungkook yang berhadapan. Beberapa pelayan mengantar hidangan hasil kerja keras koki keluarga, menatanya di meja, berhati-hati agar tidak melakukan kesalahan sedikit saja. Sebab terakhir kali seorang pelayan tak sengaja menumpahkan kuah asparagus, ayah dan ibu segera memecatnya tanpa ampun.

Ah, bahkan kata 'ampun' tidak ada dalam kamus kehidupan mereka.

"Bagaimanapun, kita butuh mereka untuk membuat perusahaan berada di posisi yang baik," ayah meneguk minum. "Sedikit saja saham dari perusahaan milik tua bangka itu, pendapatan kita bisa meningkat empat sampai lima persen."

SELCOUTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang