Volume 1 : Hukuman Untuk Kejahatan Adalah Kematian

129 14 6
                                    

Prolog


Malam yang mencekam dengan hawa dingin karena guyuran air hujan yang menusuk ke tulang, dan gemuruh suara petir yang memekakkan telinga. Aku sedang melakukan pengejaran terhadap seorang pengedar narkoba yang sering melakukan transaksi ilegal di Kota Ferocity, Provinsi Madness.

“Fahri kejar dia dan jangan biarkan lolos!” perintahku.
“Baik dimengerti,” jawab Fahri.

Fahri adalah salah satu rekanku yang membantu dalam misi pengejaran ini. Ia memiliki wujud yang cukup unik karena memiliki tangan, telinga, dan ekor harimau serta kekuatan fisiknya juga sekelas dengan harimau sungguhan.
Kami terus mengejar tapi orang itu berlari sangat kencang hingga menghilang di kegelapan hutan dan meninggalkan kami.

“Kalian tak akan bisa mengejarku dasar orang-orang dungu,” ejek pria itu.
“Sepertinya tak ada pilihan lain, Fahri cepat kau kejar dia sendirian sementara aku akan segera menyusul,” perintahku.
“Baiklah Jeamiy, jangan sampai tertinggal jauh,” balas Fahri.
“Jangan khawatirkan aku, kejar dia dan jangan sampai lepas!” perintahku.
“Dimengerti kapten,” Balas Fahri.

Akhirnya Fahri pergi meninggalkanku untuk mengejar pria itu sendirian.
Aku terus menyusulnya dari belakang dan berlari kearah hutan, cukup mengejutkan bahwa manusia normal bisa berlari secepat itu.
Bandar narkoba itu benar-benar merepotkan, dia sering sekali menjual barang terlarang itu kepada siapa saja di kota ini demi uang bahkan dia juga pernah memberikannya kepada anak kecil yang bahkan belum tahu benda apa yang sedang dia terima.
Saat sudah menangkapnya aku pasti akan memberikan hukuman yang pantas untuk pelaku usaha terlarang itu.
Sesampainya dihutan aku melihat pria itu sedang menodongkan sebuah pistol kearah Fahri, namun Fahri tak terlihat gentar sedikit pun, jarakku dengan mereka cukup jauh yaitu sekitar dua ratus meter, tapi aku bisa mendengar percakapan mereka dengan sangat jelas melalui alat komunikasi yang sedang Fahri kenakan.

“Mu-mundur ... Atau akan kutembak kepalamu!” resah pria itu.
“Heeeh ... Ternyata kau punya nyali juga dengan menodongkan mainan itu kepadaku,” ejek Fahri.
“Ba-bagaimana kau bisa mengejarku padahal selisih jarak kita berdua tadi cukup jauh,” resah pria itu.
“Bagaimana bisa? Ayolah berhenti bergurau, kau tak akan pernah bisa lolos dari kejaran harimau jika kau sudah menjadi target incarannya, sudah cukup basa-basinya kedua tanganku sudah gatal ingin menghajarmu,” gertak Fahri.
“Mu-mundur, kuperingatkan kau ...!”  teriak pria itu.

Fahri mulai menghampiri pria itu dengan tangan mengepal dan senyum menyeringai, pria itu semakin takut dan kedua tangannya gemetar. Tak memedulikan ancaman pria itu, Fahri terus berjalan menghampirinya.

“Aaaaaaaa ... mundur kau!” teriak pria itu.

Akhirnya pria itu melepaskan tembakannya dan mengenai kepala Fahri hingga langsung membuatnya jatuh tergeletak dan tak bergerak sama sekali.

“Hahaha ... sebenarnya aku tak ingin melakukannya tapi kau tidak memberiku pilihan lain, sekarang beristirahatlah dialam sana,” ejek pria itu.
Pria itu mulai berjalan pergi meninggalkan Fahri yang sudah tidak bergerak dengan wajah sombongnya, aku berusaha tetap tenang karena aku percaya Fahri tak akan mati semudah itu.
Selang beberapa menit aku melihat jari Fahri mulai bergerak-gerak.

“Aduh itu cukup sakit ...” keluh Fahri.

Belum sempat berjalan jauh, pria itu berhenti ketika mendengar suara Fahri lagi. Kakinya tampak gemetar dan menoleh kebelakang dengan wajah pucat.

“Ka-kau ... ma-masih hi-hidup?” gagap pria itu.
“Tentu saja aku masih hidup, mana mungkin senjata murahan seperti ini bisa membunuhku,” ejek Fahri.

Seperti yang aku duga Fahri belum tewas dan dia mulai bangkit lagi, tampak dia sedang menggigit sebuah peluru dengan senyum menyeringai.

“Ba-bagaimana bisa?” tanya pria itu.
“Tentu saja bisa, kau menembak dengan kondisi tangan gemetar jadi saat peluru melesat, itu menurunkan akurasinya yang semula kau mengincar kepalaku menjadi melenceng ke mulutku. Dengan kecepatan yang aku punya, antisipasi kemungkinan terburuk bisa dilakukan dengan menggigit peluru itu tapi karena dorongannya cukup kuat, itu membuatku jatuh tergeletak dan gigiku terasa sedikit panas dan sakit,” jelas Fahri.
“Apa kau benar-benar manusia?” tanya pria itu.
“Sudah cukup main-mainnya,” ujar Fahri.

Fahri langsung menggertakkan giginya dan peluru itu seketika hancur, tangannya terus mengepal dan senyum menyeringai terus terpampang di wajahnya, sembari menghampiri pria itu dengan nafsu membunuh.
Pria itu mulai mundur perlahan dan terjatuh karena tersandung akar pohon, tubuhnya masih  gemetar karena kepalanya dipenuhi rasa ketakutan.
Sudah cukup menonton, aku mulai menghampiri mereka sebelum Fahri menghajarnya sampai babak belur.

“Cukup sampai disitu saja Fahri, selanjutnya biarkan aku yang mengambil alih,” perintahku.
“Cih ... Kau merusak kesenanganku, tapi mau bagaimana lagi,” keluh Fahri.

Kutarik keluar katana yang aku bawa dan menodongkannya keleher pria itu, ketakutannya bertambah besar dan tubuhnya semakin gemetar.

“Oi katakan apa tujuanmu melakukan bisnis terlarang ini?” tanyaku.
“Apa pedulimu ...?” sentak pria itu.
“Jawab pertanyaanku ...!” teriakku.

Karena orang ini enggan berbicara aku menggoreskan pedangku kelehernya dan menatapnya dengan tajam, itu membuat wajahnya mulai ketakutan lagi.

“Baik-baik aku bicara,” balas pria itu.
“Apa menurutmu bekerja keras siang malam itu menyenangkan?” tanya pria itu.
“Jika kau ingin mendapat banyak uang dan hidup bahagia itu satu-satunya cara yang bisa dilakukan,” jawabku.
“Hah ... Jangan bercanda, bekerja itu sangat melelahkan dan jika aku bisa mendapat banyak uang dengan cara seperti ini kenapa tidak ...” sentak pria itu.
“Apa kau menghidupi keluargamu dengan uang yang berasal dari bisnis terlarang itu?” tanyaku.
“Hah keluarga? Aku tidak butuh hal merepotkan seperti itu, istri tidak berguna itu sudah aku jual kepada pria hidup belang dengan harga tingg,i dan aku sudah menjual anak yang suka merengek itu ke perdagangan manusia dan dengan begitu jika dijumlahkan dengan penghasilan yang berasal dari penjualan narkoba akan berlipat ganda ...” ungkap pria itu.
“Kau memberikan barang terlarang itu kepada anak kecil dan bahkan tega melakukan semua itu, apa kau benar-benar memiliki sisi manusia?” tanyaku.
“Aku sudah muak, manusia busuk sepertimu tak pantas hidup didunia ini ...!” teriak Fahri.

Tiba-tiba  Fahri berteriak dan mencabut jantung pria itu serta memukul wajahnya dengan sangat keras hingga membuat wajah pria itu hancur dan tak dapat dikenali lagi, aku hanya bisa diam melihat Fahri melakukan penghakiman dan sudah selayaknya orang menjijikkan itu berakhir seperti ini.

“Maaf Jeamiy, aku sudah muak mendengar ceritanya,” ucap Fahri.
“Tidak apa, itu tindakan yang sangat tepat, kita harus segera pergi dari sini karena sebentar lagi fajar tiba,” ajakku.
“kau benar, hujan deras ini akan menghapus jejak kita ditanah.” Ucap Fahri.

Akhirnya kami pergi dan kembali ke markas karena misi kami yang sudah selesai dan meninggalkan jasad lelaki itu membusuk dihutan.

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang