0 4

831 96 2
                                    

Suur.

Kelas menjadi hening.

......

Tapi kejadian tadi mematahkan pikiran Chaeyoung.

Semua orang terdiam di posisi mereka, beberapa orang membulatkan matanya terkejut, bahkan Chaeyoung mendengar ada yang tertawa. Pandangan Chaeyoung menuju ke arah Jeon Heejin, ingin melihat reaksinya, tapi nihil.

“Oops.”

Dengan manis Siyeon menutup mulutnya dengan tangannya, bersikap terkejut. Tapi jelas sekali itu palsu.

“Maaf, tanganku sepertinya kehilangan kontrolnya.” Ucapnya dengan nada sama manisnya dengan tadi sebelum dia kembali ke tempat duduknya dan tersenyum lebar puas.

Sebenarnya, apa yang baru saja terjadi?

Chaeyoung melihat ke seluruh penjuru kelas. Orang-orang melanjutkan aktivitas mereka seperti tidak ada yang terjadi. Si putri kelas yang biasanya memperlihatkan citra baik hatinya juga hanya duduk tenang di mejanya dari tadi.

Tidak ada yang berdiri menolong Jo Selim yang masih terkejut dan basah oleh siraman jus jeruk Siyeon tadi.

Gadis malang itu hanya menunduk sampai Pak Na, guru sastra, masuk ke kelas diekori Lee Jeno. Keduanya terlihat terkejut dengan keadaan gadis yang duduk di pojok depan.

Lee Jeno duduk di kursinya dan melihat sekeliling berharap seseorang akan menjelaskan. Tapi semua hanya diam. Park Siyeon dengan senyum kecil mencurigakan sedang menggambar doodle di meja samping kiri cowok itu. Jeon Heejin yang duduk di belakangnya juga hanya diam mengerjakan latihan soal. Kim Sunwoo yang berada di belakang deretan menyeringai lebar sambil kedua tangan terangkat pada Jeno setelah dia tertawa puas melihat kejadian tadi.

“Selim-ya, kenapa kamu basah? Apa kamu tak apa-apa?” Pak Na bertanya.

Bukan gadis malang itu yang menjawab, tapi Siyeon.

“Mungkin dia kepanasan tadi Pak, makanya dia siram tubuhnya pakai minuman biar dingin.”

Beberapa orang di kelas tertawa. Dan yang dipikiran Chaeyoung sekarang, apa jiwa Kim Sunwoo sudah pindah ke tubuh Park Siyeon?

“Kamu bisa ganti seragam dulu di storeroom, Selim.” Ucap Pak Na, dia terdengar tak bisa melakukan apa-apa untuk gadis malang itu mendengar Siyeon tadi.

Dan dengan berani Sung Nayeon, gadis dengan kuncir kuda khasnya dan terkenal tomboi meskipun wajahnya manis dengan poni, mengajukan dirinya sendiri untuk menemani Selim ganti.

Dia hebat, pikir Chaeyoung.

Padahal dia peringkat dua puluh tiga tapi dia berani di depan umum membantu Selim yang sekarang sudah ditetapkan sebagai musuh Park Siyeon.

Pelajaran Sastra Korea selanjutnya berjalan dengan normal tanpa Jo Selim dan Sung Nayeon sampai bel pulang dan mereka kembali ke kelas hanya untuk mengambil tasnya masing-masing sebelum berbalik pulang.

Beberapa orang masih di dalam kelas. Termasuk Chaeyoung yang sedang mengacak-acak dalam tas dan laci mejanya.

Dia baru sadar kalau pulpennya hilang, selama pelajaran tadi dia hanya menggunakan pensil karena matematika. Itu bukan pulpen harga mahal tapi cuma pulpen biasa yang enak dipakai.

Perlu kalian tahu, jarang-jarang dia menemukan pulpen dan pensil yang cocok untuknya, dan itu baru saja dia beli. Eman-eman aja.

“Terima kasih.” Ucap pelan Hwang Hyunjin yang tiba-tiba saja sudah ada di sampingnya sambil menaruh pulpen yang Chaeyoung cari tadi. Setelah itu Hyunjin langsung pergi tanpa berkata maaf atau apa.

Apa dia tak punya sopan santun?

Main ambil punya orang aja.

Chaeyoung tahu Hwang Hyunjin orangnya dingin dan irit bicara sama orang-orang tak penting, tapi bukan berarti dia bisa seenaknya pinjam punya orang tanpa pemberitahuan meskipun itu hanya sekedar pulpen.

Mungkin seharusnya Chaeyoung ajari dia tata cara bersosialisasi yang benar.

Tapi itu merepotkan, lebih baik abaikan.

Chaeyoung hanya berdecis kesal dan memasukkan pulpennya ke tas.

“Dia memang pantas sih menerimanya.”

Langkah Chaeyoung terhenti di tengah-tengah pintu mendengar perkataan Ahn Somyi. Gadis tinggi itu cepat-cepat menghindar dari pandangan geng Eunbin tak ingin dikira menguping meskipun sekarang itu yang memang sedang ia lakukan.

Bersembunyi di balik dinding koridor depan kelas. Jiwa bergosipnya muncul ke permukaan.

Somyi tertawa kecil sinis sebelum melanjutkan sambil mengemasi barang-barangnya.

“Padahal dia cuma anak baru di kelas ini, berani sekali dia deketin Lee Jeno.”

Chaeyoung mulai paham sekarang.

“Seluruh angkatan juga tahu kalau Siyeon yang satu-satunya boleh mendekati Lee Jeno.” Sambung Cho Hyeyeon, teman Eunbin satunya lagi.

“Tapi Park Siyeon juga menyedihkan. Sudah dua tahun dia mendekati Jeno dan masih cuma dianggap teman.”

Eunbin tertawa sinis pelan.

“Benar juga. Dia seharusnya tak perlu bereaksi seperti tadi, tak mungkin juga kan Lee Jeno tertarik sama wanita murahan seperti Jo Selim.” Lanjut Hyeyeon.

“Jeno, kamu bisa ajari aku soal ini kan?”

“Apa aku boleh ikut belajar bareng kamu?”

Ketiganya tertawa mendengar Somyi yang mencoba meniru Selim dengan suara manis yang mengejek sambil berjalan keluar kelas, membuat Chaeyoung cepat-cepat bersembunyi di balik tembok ke arah tangga. Dia tidak langsung pergi karena pasti suara kakinya yang menuruni tangga akan terdengar oleh mereka di koridor yang sudah sepi ini.

Chaeyoung bernafas lega setelah tahu Eunbin dan temannya tidak berjalan ke arah tangga di dekatnya.

“Kamu ngapain?”

Gadis itu tersentak dan menengok ke belakangnya. Orang yang jadi sebab di gosip tadi.

....................................................................

elite(s) (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang