1

210 79 34
                                    

Aku, Rivana Sukarna Putri. Panggil saja Vana, putri tunggal dari Pak Sukarna dan Bu Tia, keturunan Betawi-Jawa ini. Alhamdulillah, sudah menyelesaikan S1 nya dan mendapat gelar S.Pd, sekarang aku sudah bekerja sebagai seorang guru taman kanak-kanak.

Kenapa?.

Karena aku sangat menyukai mereka, pernyataan yang sangat simpel dariku itu, bisa membuat Pak kepala sekolah dan beberapa guru disana merasa bahagia dengan sangat. Seperti dibawah ini,

"Kamu, Rivana?" tanya Pak kepala sekolah kepadaku, diruangannya saat itu. Ada beberapa guru yang menyaksikan tes seleksiku ini.

Gugup? Tentu. Tanganku sudah banjir keringat dingin saat itu.

"Iya," jawabku lirih.

"Kamu, baru lulus kuliah dan belum ada pengalaman mengajar anak-anak, terus kamu yakin mau ngajar disini?" Pak kepala sekolah dengan tatapan Intens.

"InsyaAllah, Pak." Jawabku yakin.

"Atas dasar apa kamu mau—"
belum sempat Pak kepala sekolah melanjutkan perkataannya, dengan sungguh-sungguh aku memotongnya.

"Karena saya suka mereka, PAK!" jawabku tegas dan langsung berdiri dari posisi dudukku, ku putar bolamata bermaksud untuk melihat reaksi guru-guru lain ternyata, bukan hanya Pak kepala sekolah saja yang tiba-tiba diam menatapku dengan mulut menganga, namun seisi ruangan ini menatapku seperti itu. Aku hanya menyengir malu-malu,polos. Tak lama, suara sorakan dan tepuk tangan memenuhi ruangan ini.

Bagaimana? Keren bukan?.

Yah, pengalamanku dua tahun yang lalu. Peristiwa itu akan aku kenang seumur hidup. Huh, pengalaman yang sangat berharga bagiku.

Hari ini, hari Senin pukul jam 11.15 WIB. Aku sedang mengajar anak-anak , sebentar lagi waktu jam belajar mereka akan segera habis. Uh, nggak tega melihat mereka harus pulang.

"Jadi, angka dua itu seperti bebek yah." kataku memberitahu.

"Iya, Bu guru." Kata seisi kelas dengan suara imut mereka, unch.

"Bukan seperti ayam bakar, nanti bisa dimakan lagi." Kataku dengan melirik ke anak buahku yang paling gendut di kelas ini, Reyhan.

"Hahaha." Seisi kelas tertawa, lalu yang di tertawai memasang wajah seramnya dengan alis yang bertaut dan pipi yang menggembung. Bukannya takut, tertawaku malah semakin renyah, melihat Rey anak buahku itu. Dia terlihat menggemaskan.

Tettt.....

Bel berbunyi, menandakan pelajaran hari ini telah selesai.

"Yaudah, belajar yang rajin yah. Sampai dirumah jangan lupa salam dan salim sama orang tua, kalau sudah azan dzuhur langsung shalat yah, jangan lupa kerjain pr nya." Wejangan dariku seperti biasa.

"Iya, Bu guru." Lalu, anak-anak menyalamiku satu persatu.

Aku terduduk dikursiku yang berada di kantor sekolah, merebahkan kepala di sandaran sana. Didalam kantor ini, hanya tersisa beberapa guru saja karena sebagian, mungkin. Sudah pulang kerumahnya masing-masing.

"Vana..." suara bisikan seseorang yang memenuhi telinga kiri ku.Mengganggu.

"Hmm," responku yang biasa saja.

Kenapa begitu? Karena aku tahu, siapa orang yang tengah menggangguku saat ini.

"Et dha, bangun dulu napah." Suara Bu Ayu yang terdengar kesal.

Yah, Bu Ayu. Guru senior yang selalu menggangguku, umurnya sekitar 5 tahun lebih tua dari dariku. Ibu yang sudah mempunyai anak satu ini, terkadang memiliki sifat yang kekanak-kanakkan, sehingga aku dapat berkali-kali mengelus dada dan menggeleng gelengkan kepala.

Aku pun mengubah posisi dudukku menjadi tegak kearahnya, mengarahkan pandangan ke arah sorot matanya.

"Kenapa sih, Bu?" tanyaku sabar, terlihat bibir Bu Ayu yang maju beberapa senti. Bu Ayu tak langsung menjawab, ia malah memasang wajah kesal.

Huh, aku menghela nafas. Sabar Na, kamu masih muda.

"Kenapa Bu?" tanyaku dengan nada yang super lembut, ia masih tak kunjung menjawab. Astagfirullah. Sabarkan hati hamba-mu ya Rabb.

Aku pun merogoh saku bajuku, mengambil beberapa permen di sana.

"Nih, buat Ibu." Aku memberi tiga buah permen rasa strawberry kepadanya, Bu Ayu mulai tersenyum saat melirik telapak tanganku yang terdapat tiga buah permen itu. Detik selanjutnya, ia mengambil dengan semangat permen permen tersebut.

"Kamu tahu aja deh, makasih yah."
Kata Bu Ayu dengan senang, ia mencubit pipiku gemas.

"Iya Bu." Balasku tersenyum paksa.

"O,iya kamu mau pulang kapan Na?" tanya Bu Ayu masih dengan nada yang senang.

"Kayak biasa Bu, abis dzuhur."

"Shalat di mana?"

"Masjid biasa Bu," 

Bu Ayu manggut-manggut, aneh. Tumben, Bu Ayu menanyakan hal itu padaku. Biasanya, beliau hanya meminta tangkringan gratis dariku.

"Bareng yah Na, soalnya. Ibu, kalau sudah sampai rumah, bawaannya selalu mager buat shalat."

Aku tersenyum, pernyataan dari Bu Ayu membuatku tertegun. Alhamdulillah. ternyata cerewetku selama ini membuahkan hasil. Yah, setiap harinya aku dan Bu Ayu selalu pulang bersama, kecuali jika suaminya menjemput. Dan, selama aku dengannya pulang bersama. Biasanya, mulutku tak henti-hentinya berkicau. Selalu.

Kenapa?

Karena, jika aku mengajaknya shalat. Pasti respon darinya hanya menganggap diriku angin lewat, bukan sok alim atau bagaimana. Dulu, semasa aku masih dipesantren. Ustadzah pernah bilang, bahwa Ingatkanlah shalat kepada setiap umat muslim. Mengapa demikian? Karena hukum shalat adalah. WAJIB. bagi setiap umat muslim, apalagi yang sudah baligh.

Selang beberapa menit, suara azan pun terdengar. Masyaallah, suara azan ini. Seperti suara azan yang kudengar selama aku dipesantren. Subhanallah.

"Yaudah yuk, kita shalat." Bu Ayu mengajakku, akupun mengangguk. Lalu, kami berdua pun melangkahkan kaki menuju masjid.

💖

Alhamdulillah ya Allah, karena telah mengizinkan hamba untuk mendengarkan seruanmu, dan terima kasih ya Allah karena Engkau telah menciptakannya, seseorang yang mempunyai suara merdu sehingga membuat hati hamba bergetar setiap kali mendengarkan kumandang adzan darinya.

Gimana???

Coment yang banyak yah, Indomie mau liat tanggapan kaliann. Jangan lupa vote yah,^^.

Secret Of Heart (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang