Chapter 1

51 4 0
                                    

"Nalaaaa! Bangun gaaak!?" sayup-sayup suara bang Keanu terdengar di telingaku. Perasaan ini masih pagi, tapi kenapa abangku yang satu itu sudah mulai mengeluarkan taringnya?

"Astaga, bener-bener ya, ini anak! Bangun woy! Katanya ospek!" bang Keanu semakin mengamuk dan menarik selimutku.

"Ga, bantuin dong! Adekmu nggak bangun-bangun ini, padahal udah jam 6," teriak bang Keanu pada bang Jingga.

"Berisik banget, masih pagi juga. Itu si Adek siram air dikit juga bangun deh kayaknya," ujar bang Jingga dengan santainya.

"Gak usah pake siram-siram juga! Nih, aku bangun nih, puas!?" Aku yang mendengar celetukan bang Jingga mau tidak mau harus memaksa diri untuk bangun.

"Gala udah di depan, katanya mau berangkat bareng," kata bang Keanu.

"Hah? Ya udah, Adek ke bawah."

"Mandi dulu dong, cantik. Lihat tuh, udah jam berapa," bang Jingga menggiring badanku menuju kamar mandi setelah menunjuk jam dinding yang jarumnya sudah ada di angka 6. Aku hanya bisa pasrah karena memang ospek akan dimulai pukul tujuh dan itu artinya aku harus bersiap-siap.

***

"Lama banget sih, Karennala!?" protes Gala yang galak.

"Ospek bahkan belum mulai tapi gue udah dimarah-marahin," keluhku.

"Ya soalnya lo lama!"

"Lagian lo tuh bukannya udah bilang kalau lo jadi panitia ospek? Ngapain juga jemput gue? Bukannya panitia harus dateng lebih awal?"

"Punya adek kok bego banget, Ya Tuhan," gumam bang Jingga yang masih terdengar olehku.

"Aku denger ya, Bang!"

"Udah, ah ayo berangkat! Ntar telat terus dimarahin komdis baru tahu rasa!" ajak Gala final.

***

Kami berangkat menuju tempat yang akan menjadi rumah keduaku untuk—semoga saja—3,5 tahun ke depan. Gala itu walaupun badannya kecil, tapi sudah bisa mengendarai mobil ke mana-mana dan aku selalu merecoki dia untuk jadi Grab pribadiku. Tentang Gala yang jadi panitia ospek kampusku kali ini, itu benar adanya. Dia bukan mahasiswa gap year seperti aku, jadi sekarang dia adalah kakak tingkatku. Hah, malas sekali menyebut dia kakak tingkat. Berkali-kali dia sesumbar tentang statusnya sebagai kakak tingkatku dan itu membuatku muak, seperti sekarang ini.

"Baik-baik lo sama gue, gini-gini gue kakak tingkat lo," katanya.

"Dari awal gue keterima di kampus ini lo sesumbar banget, Gal, serius. Kesel gue lama-lama."

"Emang lo doang yang boleh ngeselin?"

"Tapi lo tuh selain ngeselin juga galak, tau! Makanya gue males!" balasku.

"Na, gue ngeselin terus aja, ya? Lo kalo ngambek suka bikin gemes soalnya," katanya sambil mengacak rambutku, lalu mengapit kedua pipiku dengan satu tangan.

"Belajar ngalus sama siapa lo? Janit atau Ecan?"

"Emangnya mereka doang yang bisa ngalus?"

"Ya, gue kira lo cuma bisa jadi jahat, Gal."

"Kurang ajar!" dia menjitakku. Memang pertemanan kami barbar. Tapi harus kuakui, cuma Gala yang selalu ada setiap aku butuh sesuatu. Ssttt, jangan bilang-bilang, nanti kepalanya besar.

***

Kalau ditanya gugup atau nggak, jelas gugup. Ini termasuk suasana baru untukku. Aku memang easygoing, tapi aku selalu kesulitan memulai percakapan dan membangun suasana yang seru, apalagi kalau lawan bicaraku sangat pendiam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Chaotic SiblingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang