Bismillah.
***
Anna tak jua membuka mulut tentang siapa Malik Evard. Mariam sendiri berkali merutuki diri, kenapa harus tak sengaja melirik hingga akhirnya tercuri baca pesan di gawai sahabatnya. Ia masih mencari cara untuk memancing Anna bercerita, tentang pria yang hampir pasti adalah penduduk asli benua biru.
Pesawat telah tinggal landas meninggalkan daratan Abu Dhabi menuju Jakarta. Membawa serta harapan Mariam bahwa sahabatnya akan curhat seperti biasanya. Tentu saja topik kali ini tentang pria bule bernama Malik Evard.
"Eh, An, inget ya, sekarang kamu udah punya calon suami. Ntar balik kampung jangan tebar pesona ya, trus sama temen-temen cowok juga jangan kedeketan kaya yang lalu-lalu. Apalagi sekarang kamu sudah beda, aturan pergaulan juga berubah. Oke." Mariam memulai obrolan. Berharap akan ada sedikit petunjuk tentang si bule yang menjadi sumber dari rasa penasarannya.
"Apaan sih? Jadi macem itu pesen dari Ahmar kemarin? Ckckck, apa iya dia segitu jatuh cintanya sama aku sampe kuatir banget gitu? Alhamdulillah Ya Allah, dikasih calon imam yang model begini," canda Anna. Rona merah di pipinya kembali tertangkap mata saat bibirnya bicara tentang Ahmar.
"Astaghfirullah, kuatkan Ya Allah. Sahabat kesayangan satu ini memang kadang perasaannya rada nggak peka. Huff."
"Iya iya, makanya itu jangan macem-macem setelah ini. Jaga diri baik-baik, udah punya calon suami yang limited edition gitu."
"Dih, selama ini juga aku nggak pernah macem-macem. Temen cowok sih emang banyak, tapi kan yaaa cuma gitu aja, temenan. Kecuali ...,"
"Raka?"
"Ish, dia mah udah masa lalu." Anna terdiam sesaat.
"Eh, by the way, kemarin di Yurop, selain Ahmar ada berapa bule lagi yang sempet ngajak kenalan?" Jurus memancing di air tenang mulai dikeluarkan oleh Mariam.
"Eh, iya ada sih. Tapi ya cuma selewat aja. Soalnya pas lagi kenalan di-cut sama Ahmar."
"Di-cut. Maksudnya?"
"Jadi, pas di Nur Al Huda, pas aku habis syahadat itu, kan aku keluar terakhir tuh. Nah ada cowok bule dateng, trus kasih nomer hape ke aku. Habis itu dia minta nomerku dong. Belum aku kasih, eh Ahmar dateng. Katanya aku udah ditunggu temen yang lain di bus. Trus dia suruh aku segera ke bus, dia yang kasih nomerku kalo aku ijinin."
"Apa Ahmar jeles ya aku deket-deket sama bule lain?" tanya Anna kege-eran.
"Trus kamu ijinin nggak?" Mariam mengabaikan pertanyaan Anna.
"Iya lah."
"Trus sama Ahmar dikasih nggak?"
"Dikasih lah. Kalo enggak mana dia whatsapp ke aku."
"Hah, jadi kalian udah bales-balesan pesan segala nih? Ati-ati lho yaaa."
"Dih, kok gitu. Apa Ahmar nitip pesen ke kamu juga buat ngewakilin dia cemburu?"
"Hih, ngasal deh. Ya nggak gitu juga, aku kan cuma mau ngingetin kalo sekarang ini kamu udah jadi calon istri orang." Ada yang celekit-celekit di dada Mariam.
"Iya iya, Ibu Mariam yang bawel!"
Obrolan terhenti sampai di situ. Mariam ingin melanjutkan, tapi urung melihat Anna mulai menyiapkan penutup mata, headset dan selimut bagiannya. Mariam tersenyum melihat layar di depan seat Anna, rupanya sahabat terbaiknya sedang mendengarkan murotal Al Quran yang memang disediakan sebagai play list di salah satu maskapai timur tengah itu. Ia pun bersiap menyusul sahabatnya mengistirahatkan diri, meski mungkin tak otomatis pula mengistirahatkan hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selepas Hidayah [SELESAI]
Ficção GeralUpdate setiap Rabu dan Sabtu . Berawal dari langkah yang salah, perjalanan singkat ke tanah Eropa justru membawa Anna pada hidayah. Selepas hidayah, Allah memberinya pula serangkai hadiah. Seseorang yang datang untuk membimbingnya meniti jalan cahay...