Bab 16: Schwarzwälder Kirschtorte

4.2K 446 19
                                    

Shalu mengetuk-ngetuk setir tidak sabaran saat rem mobilnya terpaksa dia injak karena lampu merah. Sementara bibirnya ikut menyenandungkan Senorita yang mengalun dari ponsel, ekor matanya tak henti melirik jam di pergelangan tangan. Baru pukul tiga, tapi gadis itu antusias untuk sesegera mungkin sampai di rumah Tante Mira.

Bukan ada perlu dengan calon mertuanya lagi---toh Tante Mira sekarang sedang pelesir ke Bangkok---tapi Shalu ingin bertemu seseorang yang sudah lama hidup bersama keluarga calon suaminya itu. Seseorang yang mungkin tahu ada masalah apa antara Evansnya dan Brahma. Bi Nah.

Begitu memarkir mobil di halaman rumah Tante yang serupa taman botani, Shalu bergegas masuk dan mencari sosok mungil Bi Nah. Matanya awas menelusuri setiap ruangan rumah Tante Mira, tapi Bi Nah yang selalu berjarit itu tidak juga ditemuinya.

"Non." Shalu terlonjak saat bahunya ditepuk seseorang. Dia refleks berbalik sembari mengusap-usap dada untuk menenangkan jantungnya yang copot.

"Ya ampun, Bi Nah! Ngagetin aja!" Gadis itu menggerutu. "Eh, tapi syukur, deh. Aku emang lagi nyari Bi Nah. Bi, bisa kita ngobrol sebentar?"

Kening keriput Bi Nah semakin berkerut saat Shalu menuntunnya ke gazebo lantai dua dengan tergesa. Ada apa sih, Non Shalu ini?

"Nah, di sini aja kita ngobrolnya. Duduk, Bi." Shalu mempersilakan abdi setia Tante Mira itu, lantas dia sendiri duduk di hadapan Bi Nah yang tampak semakin gusar.

"A-ada apa ya, Non?" Bi Nah bertanya takut-takut. Tangan tuanya sibuk memilin-milin ujung baju.

Shalu tersenyum manis, menghela napas sejenak, dan menegakkan duduknya. "Aku pengin tanya-tanya ke Bi Nah soal Evans sama Brahma. Menurut Bi Nah, mereka itu gimana? Bi Nah kan, tahu mereka dari kecil," ujarnya memulai percakapan.

Gurat wajah Bi Nah kentara menegang saat mendengar pernyataan Shalu barusan. Kedua orang yang ditanyakan gadis ini adalah majikannya, yang biar bagaimanapun jeleknya, harus ditutupi demi menjaga nama baik mereka.

"Bi, aku mau Bi Nah jawab jujur. Bi Nah nggak perlu takut, aku janji ini cuma antara kita aja." Seperti bisa membaca kebimbangan Bi Nah, Shalu mencoba meyakinkan.

Perempuan tua itu akhirnya mengangguk. Dia mulai berbicara, awalnya terbata-bata, tapi kemudian ceritanya mengalir seperti air. Bi Nah memberitahu Shalu tentang sejarah Brahma, kenapa anak itu bisa ada di antara keluarga ini.

"Oh my God ..." Shalu mendesis lirih sambil membekap mulutnya saat Bi Nah sampai di episode kematian ibu Brahma yang tragis. Rasa simpati yang tak terbendung pada sang chef seketika membalut hati Shalu. Dia benar-benar tidak menyangka seorang Brahma yang rese dan tukang pamer itu punya riwayat yang sangat kelam. Apa sebenarnya kemarin dia pengin curhat pas nanya ke gue soal marital rape? Shalu membatin.

Shalu juga ikut tertawa saat Bi Nah tertawa mengenang masa lalunya bersama Evans. Betapa nakalnya anak itu saat kecil, hobinya motor cross-an saat remaja, juga kebiasaannya yang sering pulang larut malam di masa-masa kuliah. Shalu tidak menemukan kejanggalan dan cikal bakal masalah kedua sepupu itu dari cerita Bi Nah. Bi Nah seperti membuka album foto yang di dalamnya hanya berisi kebahagiaan.

"Ya Allah, sudah lama sekali rupanya. Sekarang, Den Brahma sama Den Evans sudah pada dewasa. Lihat, Den Evans juga sudah mau menikah sama Non Shalu yang cantik ini." Bi Nah menyusut butiran air yang menyembul di kelopak matanya, membuat Shalu juga ikut terharu. Ah, kenangan memang sering kali menghadirkan kerinduan dan keharuan, bukan?

"Gini, Bi. Apa ... apa Bi Nah tahu ada masalah apa di antara Evans dan Brahma? Aku lihat, mereka sekarang agak kurang akur."

Sebenarnya Shalu berat melontarkan pertanyaan itu, takut merusak momen nostalgia Bi Nah. Namun, hal itulah yang sangat ingin Shalu ketahui. Bi Nah meneguk ludah, matanya menatap Shalu dengan sorot yang tidak Shalu mengerti artinya.

The Last Recipe (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang