Feeling

4.5K 411 6
                                    

- Wahai perasaan, kenapa kamu datang tiba-tiba saat tak diharapkan? -

****

"Saya kan sudah bilang, bisa naik taksi." Amara mendesah kesal lalu melipat kedua tangan di depan dada. Punggungnya bersandar pada jok mobil di kursi penumpang.

"Saya hanya menggantikan tugas Sakya saja. Dia pasti merasa bersalah kalau membiarkan kamu pergi sendiri."

"Saya wanita mandiri. Saya akan baik-baik saja tanpa bantuan siapapun! Jadi, kamu atau Sakya, tidak perlu repot-repot memikirkan keselamatan saya."

"Saya juga tidak mau direpotkan," balas Arga santai.

"Ya makanya, biarkan saya pergi sendiri saja! Lagipula lokasinya juga sama-sama di Depok."

"Tapi tidak dengan Sakya. Dia pasti kepikiran kamu."

Amara mencibir kesal. Sedikit rasa kecewa muncul di dada. Jadi, bantuannya ini cuma atas nama Sakya?

Ponsel di sakunya kembali bergetar. Amara mengeluarkan benda itu lalu membaca tulisan di layar.

KAKEK BUAYA

Bahan bakar emosinya kembali bertambah. Orang yang paling tak diharapkan dalam hidupnya di muka bumi, kembali menelepon.

"Itu panggilan berkali-kali nggak dijawab?" tanya Arga yang merasa terusik dengan suara getaran yang cukup keras.

"Never mind! Hanya kakek-kakek sakit jiwa!" jawab Amara ketus.

Namun lagi-lagi ponselnya bergetar. Lebih dari lima kali panggilan itu tertuju ke ponselnya. Amara mulai gerah.

"Ya, Om Hasan yang terhormat."

"Kenapa kamu tidak angkat panggilan saya?"

"Sekarang diangkat, kan?"

"Kenapa sekarang?"

"Kenapa harus?"

"Kamu tahu siapa saya, Amara."

"Ya, saya tahu. Kakek-kakek gemar kawin, kan?"

"Hahaha! Saya belum punya cucu, Amara. Mungkin nanti, dari anak-anak kita."

Amara tiba-tiba mual. Rasanya ingin memuntahkan seluruh isi perutnya.

"Ada urusan apa? Better be important!" tanyanya ketus.

"Tidak ada. Saya hanya kangen mendengar suara kamu."

"Sinting!"

"Sebulan ini saya akan keliling Eropa, Amara. Saya berharap kamu bisa menemani saya di sela-sela kesibukan sa—"

Panggilan ditutup. Amara sudah muak. Tidak penting meladeni buaya darat tua itu baginya.

"Semua laki-laki itu sama saja. Hobinya seputar kue apem sama kue cucur! Disitu-situ aja!" Amara meracau sendiri.

Arga diam saja. Malas menanggapi

"Kamu nggak mau protes omongan saya itu?"

"Buat apa?"

"Jadi kamu setuju sama pendapat saya tadi?"

"Pendapatmu ya pendapatmu. Nggak ada urusannya sama saya.

"Tapi kamu kan laki-laki."

"Saya laki-laki tapi tidak merasa seperti yang kamu tuduhkan."

"Lantas? Kenapa nggak protes?"

LOVABILITY (Judul Lama: ADAMANTINE) (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang