Awal manis dan berakhir tragis. Definisi cinta bukan?
***"Lo?"
Laki-laki itu hanya mengangkat sebelah alisnya dan menoleh pada dadanya yang seakan memberi kode pada Charen untuk segera pergi menjauh dari tubuhnya. Charen yang tak mengerti pun hanya mengernyitkan dahinya dengan mulut terbuka mengisyaratkan 'ha?'.
Laki-laki itu pun mendorong Charen seraya berkata, "Sadar diri badan lo berat."
Belum sempat berkata apapun, laki-laki itu melenggang masuk ke dalam gerbang dan melakukan high five bersama laki-laki tak tahu diri yang sedari tadi masih saja berdiri dekat gerbang yang bersikeras untuk mencatat nama Charen.
"Bro, biasa ya!" Matanya berkedip yang seolah memiliki arti.
"Santai gan, gak bakal gue catet." Sahutan yang diiringi tawa garing membuat Charen geram. Bagaimana tidak? Ia yang sama sekali tak bersalah namanya harus dicatat, sedangkan laki-laki itu jelas-jelas telat tak dihiraukan olehnya padahal rumahnya lumayan dekat dengan sekolah. Dengan melakukan high five dan tidak mencatat nama laki-laki tersebut menandakan bahwa mereka berdua lumayan dekat bahkan sepertinya sangat dekat.
"Lo masih betah berdiri disini dan keras kepala buat gak ngasih tau nama lo?"
"Lo kalau mau ngajak kenalan gak usah modus pake alesan mau dicatet di buku selebriti gitu dong kan kesannya norak." Charen mengibaskan rambutnya yang sudah ia lepas ikatannya. "Nih baca nama gue pake mata lo! Apa perlu gue bacain?"
"Gak jelas. Gak guna. Sana masuk terus lari di parkiran 5 puteran."
"Harus banget gue lari?"
"Kalo lo komen terus gue tambah jadi 10 puteran."
"Ya lo aja sana lari ngapain nyuruh gue. Gak punya kerjaan ya lo sampe-sampe jadi babu guru nyuruh-nyuruh murid yang telat buat lari?"
Matanya makin memicing pada Charen, wajahnya mulai memerah menandakan ia mulai emosi. Charen yang melihat itu pun semakin penasaran untuk membuat ia lebih emosi.
"Jadi babu guru aja udah songong lo. Lo pikir bagus apa begitu?!" Charen mulai menaikkan nada bicaranya pada laki-laki dihadapannya itu. Dan ia pun memasuki gerbang melewati laki-laki itu dengan muka jutek serta lirikan mata yang tajam. "Gue gak mau lari. Gak ada penolakan."
"Heh dasar ade kelas gak guna! Muka kek daki cacing aja belagu nya setengah mati! Sini lo buruan la—" Belum sempat menyelesaikan omongannya tiba-tiba datang seseorang dari arah lapangan menghampirinya dan memanggil namanya.
"Ray! Aku cari kamu di lapangan gak ada ih kesel tau!" Wanita itu mengerucutkan bibirnya dan setengah berteriak dengan gaya anak kecil yang sangat menjijikkan. "Aku tebak deh pasti kamu telat lagi terus kamu cari alesan buat nyatet nama-nama anak yang telat supaya kamu gak dihukum ataupun disuruh upacara. Bener kan aku?"
"Iya sya gue telat." Ray malas melihat Disya karena ia mulai risih dengan sikapnya seperti anak kecil dan sangat posesif. Ia pun memalingkan pandangannya ke buku yang sedang ia pegang, pura-pura mencatat sesuatu padahal tidak ada sama sekali yang perlu ia catat.
"Kamu belum sarapan kan pastinya? Soalnya chat dari aku yang ngingetin kamu sarapan aja belum kamu baca pasti kamu belum sarapan kan? Aku bawa bekal lho, kamu mau makan bareng aku gak? Aku yakin kamu pasti mau! Bentar ya aku ke kelas dulu mau ngambil kotak bekalnya. Terus nanti kita makan deh di taman belakang biar gak ada yang tau kalo kita gak upacara." Disya pun berbalik badan dan berjalan menjauhi Ray. Ray yang mendengar cerocosan Disya hanya bisa menghembuskan nafas kasar serta bergidik jijik.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUKAR
Teen FictionJika memang hatimu bukan untukku lantas mengapa kamu bersikap seolah-olah aku ini satu-satu nya? Jika aku hanya pilihanmu disaat bosan lalu apa arti kepedulianmu selama ini yang begitu terlihat nyata? Jika aku mulai terlihat membosankan apa perlu ka...