Setelah makan di The Pine, Aiden dan Kina langsung menuju galeri Dadan Kurniawan, arsitek yang Aiden kagumi. Wot Batu, namanya. Kina sendiri gak pernah denger. Pas nyampe lokasinya, Kina jadi amaze sendiri. Gue baru tau ada tempat ginian di Bandung, kemana aja gue?
"Beli tiket dulu ya." Ucap Aiden sambil menuju loket. Pas nyampe loket (lagi-lagi) yang jaga loket kaya udah kenal banget sama Aiden.
"Kang, biasa. 2 tiket ya."
"Sama siapa kamu kesini?" ucap akang-akang di loket. Matanya memicing, "Oh, bobogohan (pacar)?"
Aiden menggeleng, "Bukan, Kang. Temen."
"Udah lah, masuk aja kamu mah. Udah sering pisan kesini."
"Eh jangan atuh, Kang. Dua tiket ya."
Akang loket itu menyerah, dua tiket dan 1 pamflet panduan Wot Batu. Pamflet itu langsung dikasih ke Kina,
"Apaan ini?"
"Pamflet, ada map nya sama ada penjelasan soal Wot Batu, Kin. Oya, sebenernya ini kita dapet free guide tapi berhubung aku udah hapal sama seluk beluk Wot Batu, aku yang jelasin aja ya. Apa mau pake guide?" tawar Aiden.
"Sama kamu aja, biar aku ngerti. Hahahah!"
Aiden tiba-tiba 'act like' guide disini, "Oke, selamat siang menuju sore, teh Kina. Kenalkan, saya Aiden Mahardika selaku guide di Wot Batu. Sebelumnya, saya mau mengucapkan selamat datang ke Wot Batu. By the way, teh Kina udah tau belum Wot Batu itu apa?"
Kina ketawa. "Emmm, belum Kang. Emang Wot Batu apaan?"
"Mari saya jelaskan sambil jalan ya?"
Namanya juga Wot Batu, 90% material dari galeri atau museum milik Dadan Kurniawan ini terbuat dari batu, begitu juga pintu masuknya.
"Oke, teh Kina, Wot Batu sendiri itu artinya 'Jembatan Batu'. Jadi, bisa diliat, pintu masuknya itu melambangkan jembatan..."
Aiden menunjuk ke atas, ada susunan batu yang melintang di atas layaknya jembatan. Kina menganga. Bahkan dari pintu masuknya aja udah filosofis banget.
"Whoaaaa..."
"Lanjut ya? Yuk masuk."
Aiden dan Kina jalan beriringan di lorong yang kiri dan kanannya batu dan jalan yang dipenuhi oleh batu-batu sungai.
"Aiden, kenapa jalanan ini doang yang di kasih batu? Ada artinya juga?"
"Ada dong. Pak Dadan pengen bikin museum yang menggabungkan benda mati (batu) dan audio. Coba aja, pas kita jalan, bunyi kan?"
Kina amaze. Keren banget.
Mereka akhirnya sampai di dalam, dimana pas masuk, Kina bukan ngerasa kayak di museum... soalnya ini ruang terbuka. Tempatnya enggak begitu besar. Mungkin hanya sebesar rumah biasa. Tapi rindang dan adem. Sejauh mata memandang, Kina melihat pepohonan dan juga... batu.
Aiden sendiri berdiri, memandang takjub tempat ini. Mungkin, udah puluhan kali Aiden kesini. Tapi dia gak pernah bosan.
"Aiden?"
"Eh, iya, teh Kina?"
"Ayo jadi guide aku dong! Kok malah diem?"
Aiden lupa. "Oh iya! Hahaha. Ke batu yang pertama yuk," Aiden menarik tangan Kina, menuju satu persatu batu yang dipajang disana. Dengan sabar, Aiden menjelaskan setiap makna dibalik karya batu yang dibuat oleh Dadan Kurniawan ini. Aiden menjelaskannya sangat detail dan dimengerti oleh Kina. Ada sekitar 10-15 karya Dadan Kurniawan disini. Dan... ada satu favorit Aiden.
KAMU SEDANG MEMBACA
e·the·re·al #1: aiden ✔️
Fanfictione·the·re·al /əˈTHirēəl/ something/someone of such pure beauty that it seems out of this world or heavenly "When he met her; it was completely ethereal" - Mimpi Kina itu jadi pengacara hebat yang bisa bantu-bantu orang kecil untuk mendapat keadilan...