Bab 11: Wanita Itu ....

3K 237 23
                                    

Sambil mengaduk cappuccino dengan sendok kecil dan meminumnya dengan ekspresi serius, Sakura mengedarkan pandangan ke sekeliling kafe yang sepi pengunjung. Musik klasik Prelude in E minor op. 28 no. 4 yang dimainkan seorang pianis di panggung hanya membuat kepala Sakura makin berat. Apalagi wajah para pelayan yang tanpa ekspresi membuat Sakura jenuh, memikirkan pertanyaan mengapa wanita itu memilih tempat yang tidak elit dilihat dari segi mana pun ini sebagai tempat janji temu. Yah, itu bukan berarti bahwa Sakura sangat kaya sampai bisa membayar ruang PIV restoran sekelas bintang lima, tapi dengan jatah bulanan dari Itachi, itu sebenernya cukup untuk membayar tempat yang lebih layak, atau setidaknya tempat dengan pelayan yang tersenyum lebar ....

Pelayannya ... ini pasti salah satu alasan mengapa kafe ini begitu sepi, sangat muram, tanpa ekspresi, dan mulutnya pasti kaku karena tidak pernah tersenyum. Dekorasinya kuno dan suram, dengan musik klasik memekakkan yang sama sekali tidak indah. Belum lagi menunya yang bisa membuat mual ini. Sakura baru memesan cappuccino, dan cappuccino ini bahkan bisa membuatnya muntah kapan saja. Karena itu, daripada meminumnya, Sakura hanya mengaduk cairan itu atau menggesernya ke ujung meja.

Akhirnya, lonceng cokelat tua yang tergantung di depan pintu untuk menandakan adanya pengunjung baru, bergoyang. Suaranya yang bergemerisik membuat pengunjung-yang hanya tiga orang-langsung menoleh ke pintu.

Itu adalah wanita berusia sekitar tiga puluh lima tahun. Rambutnya yang cokelat tua dibiarkan jatuh ke punggungnya yang tertutup sweter merah tua dengan rumbai-rumbai krem. Dia mengenakan rok terusan mengembang berwarna cokelat dan sepatu bot warna hitam bertumit panjang. Secara umum, penampilannya bagus dan dia cantik secara alami walaupun hanya dengan sedikit make-up. Akan tetapi, matanya bersinar tajam dan kuat, menakutkan.

Saat melihat wanita itu, senyum Sakura melebar. Dengan semangat, dia melambaikan tangannya sampai wanita itu menoleh ke arahnya. Mata wanita itu meredup saat ia tersenyum lembut.

"Lama sekali," komentar Sakura saat wanita itu menjatuhkan bokongnya ke kursi berbantalan, lalu dengan anggun memanggil pelayan. "Apa sih, yang kau kerjakan?"

Pelayan dengan celemek cokelat tua datang dengan nota di tangannya dan dengan sabar menanti pesanan. Ekspresinya masih sama, datar.

Sambil melempar senyum, wanita itu berkata, suaranya dalam dan halus, "Tolong satu kopi tanpa gula, tanpa krim, atau buah."

"Baik, tolong tunggu sebentar," sahut pelayan itusambil mengangguk dan pergi.

Tepat saat pelayan wanita itu menghilang di balik pintu dapur untuk mengajukan pesanan, ekspresi wanita itu berubah. Senyumnya makin dalam dan tatapan matanya bersinar tertarik.

Sebelum berbicara, Sakura menjilat bibirnya dan berkata, "Baik, tidak ada basa-basi lebih lanjut."

Wanita itu mengangguk.

Dengan siaga, Sakura menolehkan kepalanya ke samping kiri dan kanan, menunggu dua pengunjung lain untuk benar-benar pergi. Ketika suara lonceng berbunyi lagi, Sakura akhirnya bicara, "Kali ini aku membawa semuanya. Seperti yang kau minta." Sakura mengambil satu tas Gucci di bawah kaki kursi dan mendorongnya langsung ke pihak lain. "Periksa di tempat lain. Aku sudah menghitungnya dan aku punya struk bertanda tangan. Tidak ada alasan itu akan kurang. Setelah ini, sesuai perjanjian, jangan pernah muncul di Jepang lagi, pergi sejauh mungkin, gunakan nama baru, atau jika perlu, operasi plastik untuk merubah wajahmu. Aku tidak menerima kecacatan."

Senyum wanita itu makin dalam saat ia membuka sedikit resleting tas, lalu menutupnya lagi dengan wajah puas.

"Tenang, Nyonya. Aku percaya padamu mengenai uang itu. Masalah misinya, aku menggunakan sertifikat yang kucuri untuk mendaftar saat bekerja di hotel. Polisi tidak akan punya waktu untuk melacakku dan akan menangkap pemilik sertifikat yang asli," sahut wanita itu.

Say Something And I'll Give You Up {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang