Bosan.
Selalu menang di atas segalanya.
Berhasil mengakhiri semuanya.
Sukses menghapus kenangan seluruhnya.
***"Minggir. Gak pantes muka burik kek lu diem deket motor gue." Ketus Ray.
Charen pun tertegun dengan bola mata yang hampir keluar. Ia memalingkan wajahnya menatap motor yang ia pakai untuk duduk sambil menunggu Khay kembali dari rapat OSIS. Ia pikir tak mungkin motor sekeren ini milik orang yang paling ia benci untuk hari ini dan bisa jadi untuk selamanya.
"Muka 11 12 sama Ariana Grande gini lo bilang burik? Terus apa kabar sama cewek lo yang mukanya mirip kucing ngeden?" Charen turun dari motor tersebut dan sekilas menendang ban motor tersebut. Sakit sebenarnya tapi ia tahan karena tidak mungkin juga ia mengaduh kesakitan di hadapan Ray.
"Gak usah bawa-bawa dia bisa?"
"Kagak."
"Ngeselin lo."
"Lo lebih." Charen melangkahkan kakinya memunggungi Ray.
Dari kelas ke kelas lain ia sudah cari tapi tak juga ia temukan. Tak ada yang bisa ia tanya disini, sebab semuanya anggota OSIS. Untuk melihatnya saja malas dan kini ia harus bertanya soal keberadaan Khay? Oh god, big no.
Sudah ratusan pesan yang telah ia kirim pada Khay, sudah puluhan telpon pula telah ia lakukan namun sama sekali tak ada jawaban. Ingin pulang duluan namun takut bila Khay marah terhadapnya. Bukan takut sebenarnya tapi lebih mengarah ke malas. Khay jika sudah marah bisa tiba-tiba menjelma menjadi monster yang berbicara tiada henti bagai kereta api. Dan setelahnya pasti ia diam mengerucutkan bibir. Ia mau memaafkan pasti selalu saja harus menggunakan syarat. Dasar tukang curi-curi kesempatan.
Kini ia sampai di lantai tiga sekolahnya. Batang hidung yang nyungsep ke dalam Khay pun masih saja belum terlihat. Demi penguin melahirkan di gurun pasir, Charen sudah benar-benar frustasi mengelilingi sekolah besar ini hanya untuk mencari titisan alien. Langkahnya terhenti saat di koridor yang mengarah ke luar sekolah. Matanya menangkap objek yang menarik perhatiannya. Pria yang tertutupi oleh helm full face memboncengi seorang wanita. Dan rasanya sungguh menyakitkan. Jeritan kekesalannya sudah tak bisa ia tahan. Suara menggelegar menghiasi suasana sekolah yang hening. Kakinya sudah terkulai lemas tak mampu menopang tubuhnya yang ringan. Khay pergi menjauh dengan motor itu.
"Minta dikatain terus tuh anak ampun dah gue. Capek-capek gue nungguin selama 1 jam terus gue kelilingin nih sekolah serasa udah kayak kembaran satpam. Dan sekarang lo malah balik sama cowok lo? Stres!" Cerocos Charen seperti memarahi seseorang walaupun tak ada seorang pun berada di sekitarnya.
Handphone Charen berbunyi menandakan ada panggilan masuk.
"Sumpah ya lo Khay tega banget sama gue. Lo pikir nunggu itu enak hah?!"
"Sorry Ren, tadi hp gue dimatiin buat ngehemat batre dan waktu gue sampe parkiran lo udah ngilang gitu aja eh pangeran gue ternyata ada di depan gerbang lagi nungguin gue ya udah gue bareng dia dan seketika gue amnesia buat ngehubungin lo." Jelas Khay sambil terkekeh. "Lo balik naik oj—"
Tut tut tut.
Notifikasi pesan dari operator membuat Charen mengelus dada. Pemberitahuan kuota internetnya habis menyebabkan Charen kembali menghembuskan nafasnya kasar. Bukan tanpa alasan, ia sudah ditinggalkan oleh Khay dan pastinya ia harus menaiki ojek online untuk pulang. Memesan ojek online harus menggunakan kuota internet bukan?
Saat membuka pengaturan handphone ia pun langsung menekan simbol wifi. Betapa bodohnya Charen untuk telat menyadari bahwa wifi sekolah hanya berlaku sampai jam sekolah berlangsung. Ia merutuki dirinya dan sesekali mengumpat pada Khay yang sudah meninggalkannya pulang bersama Mpot sang kekasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUKAR
Teen FictionJika memang hatimu bukan untukku lantas mengapa kamu bersikap seolah-olah aku ini satu-satu nya? Jika aku hanya pilihanmu disaat bosan lalu apa arti kepedulianmu selama ini yang begitu terlihat nyata? Jika aku mulai terlihat membosankan apa perlu ka...