Saat ini, dimana para siswa dan siswi kelas dua belas disibukkan dengan latihan soal untuk persiapan ujian nasional. Sama halnya dengan Wulan, seorang siswi dari Sekolah Menengah Atas daerah Surabaya, yang baru saja selesai menjawab soal latihan bahasa indonesia. Tapi bukan berarti karena dia selesai menjawab semua pertanyaan, melainkan karena waktu yang ditetapkan telah berakhir.
Setelah mengerjakan soal-soal bahasa indonesia, Wulan mengubah motonya menjadi "Jangan bergadang dan tidurlah tepat pada waktunya!" karena Wulan benar-benar merasakan dampak dari belajar lembur, yaitu nyaris tertidur saat baru saja membaca soal ke tiga.
"Rin, mau makan yang pedes-pedes biar gak ngantuk." Kata Wulan.
"Oke!" Rindi, teman sebangku Wulan menjawab. "Bentar, cek kantong dulu." Kata Rindi sambil memeriksa saku di dadanya. Maklum, mereka berdua adalah manusia-manusia kantong tipis.
Saat mereka berdua berjalan di koridor, mereka bertemu dengan Ratih, "Rindi, Wulan. Nanti jangan pulang dulu ya. Rapat untuk PH buat pengarahan ke adik kelas masalah pensi." Tanpa mendengar jawaban iya atau tidak dari Rindi dan Wulan, Ratih sudah melambai lambai tangannya sambil berlalu.
"Pas keluar kelas, dari semua orang, kenapa harus ketemu Ratih ya?" Bukan karena Ratih galak atau judes, malah Ratih adalah orang yang lembut dan sopan. Ini bukan karena Ratih. Tapi, karena memang Wulannya yang terlalu malas untuk datang. Dan itu karena seseorang, yang pasti akan ada di sana juga.
"Mungkin yang lebih tepat buat kamu, kenapa harus ada rapat? Ya gak?" Wulan menghela nafas dan memutar matanya malas karena godaan temannya ini.
"Yaudah sih datang aja. Udah ketemu Ratih juga, gak enak kalo gak dateng."
"Halaah dulu-dulu walaupun udah disamperin tiga kali sama Ratih tetep aja kabur. Bilang aja udah pengen liat aku menderita" Rindi meringis setelah mendengar ucapan Wulan.
"Hehehe. Tenang Lan, ada aku sebagai back up."
"Yakin? Kalo ada apa-apa kamu gak lari duluan kan?"
"Eh? Ya kalo gak urgent aku serahin ke kamu, kalo udah diluar kemampuan kamu ya aku juga angkat tangan." Jawab Rindi dengan tertawa
Qampret. Memang salah kalo mau mengandalkan temannya ini, yang ada bukannya ngebantuin malah dia yang akan ketawa paling kencang.
"Titip bisa gak Rin?"
"Ngelawak anak ini. Dateng aja. Paling-paling ntar cuma duduk doang."
"Hmmm."
Akhirnya karena paksaan teman tidak tahu dirinya ini ditambah dia yang menebeng Rindi, dia harus hadir, dan dia harus bertemua dengannya.
///
Walaupun telah mengulur waktu untuk berkemas, pergi ke toilet, dan membeli ciki ke katin, ternyata begitu sampai, rapat belum dimulai. Rasanya Wulan ingin tertawa, menertawakan usahanya yang sia-sia.
Tau gitu gak pake acara beli ciki segala, buang-buang duit banget sih. Dasar aku.
"Lan."
Wulan yang sibuk corat-coret untuk menghindari melihat 'sesuatu' itu menoleh "Apa Rin?"
Rindi melirik buku yang dari tadi dicorat coret oleh Wulan, "Udah dikasih selembar jangan ngelunjak dong. Itu catetan fisika ngomong-ngomong" Rindi protes bukan karena bukunya yang dibuat corat-coret, tapi karena catatan itu adalah catatan fisika. Bukan hanya pelajarannya yang menakutkan, tapi gurunya juga menakutkan.
Setelah mendengar kata fisika, Wulan menutup buku tulis itu dengan cepat. Saking cepatnya sampai terdengar suara 'pak' yang tidak keras tapi cukup untuk didengar oleh semua orang yang hadir, menyebabkan dia menjadi pusat perhatian.
YOU ARE READING
SAYA PAK?
HumorJangan menyerah pada seluruh hutan hanya karena satu pohon berubah menjadi miring!