"MY DIARY...
Hari ini adalah hari dimana aku dan dia sudah tidak akan pernah bisa bertemu, lukaku mungkin memang belum sembuh perlu waktu yang sangat lama untuk mengobatinya. Karna banyak sekali kenangan yang kian muncul dikepalaku secara tiba-tiba tentang aku dengan si Vano. Namun aku harus melanjutkan hidup, dan tak ingin menangisi orang yang telah memberiku luka yang sulit disembuhkan. Apalagi begitu tanpa alasan dia membodohiku membuatku mencintai dirinya lalu meninggalkanku, seolah aku adalah mainan yang dibeli hanya untuk kesenangan semata"
Kata-kata itu ia tuliskan dibuku diary miliknya. Bocah berusia 15 tahun yang sudah dicambuk oleh cinta sangat mendalam, berada di ruang kelasnya sendirian. Dengan rasa semangat yang memudar ditambah udara panas yang membuat gerah, tak ada satupun awan yang menutupi matahari kala itu sehingga sinarnya sangat menyilaukan mata. Membuat dia semakin malas untuk keluar dari ruangan.
"Mon, gak kekantin tumben?" begitu ucap sahabatnya Kalla yang sangat mengerti tentang hubungan dia dan vano. Pertanyaannya pun dijawab dengan gelengan kepala.
"Monica kenapa? Ada masalah lagi sama vano?" Lanjutnya.
Mendengar pertanyaan sahabatnya air matanyapun langsung menetes dan ia menangis tanpa suara. "Monic gak tau harus jawab apa La" begitu responya bersamaan dengan isakkan yang dihasilkan dari tangisanya itu.
Kalla berfikir keras, lalu ia kembali melanjutkan "Yaudah, Kalla tinggal sebentar gapapa kan? Monic mungkin butuh waktu sendiri, nanti kalau udah agak tenang Monic bisa langsung cerita sepuasnya sama Kalla" Jelasnya lembut.
Kallapun berjalan meninggalkan temanya agar dia bisa menenangkan dirinya, Kalla bingung harus kemana karena biasanya dia tidak pernah keluar kelas, setelah kebimbangan yang abadi meneyertainya, akhirnya kalla memutuskan untuk duduk dikantin bersama teman-temanya yang ada di sana juga. Dengan bisingnya suara diapun mengambil ponsel dan memasangkan earphon ketelinganya agar tidak mendengar suara kebisingan yang ada "kepumpung lagi buka handphone, mendingan tanya Vano, ada masalah apa dia sama Monic" sontaknya dalam hati. Dia mencoba manghubungi vano, beberapa kali ...
"oke percobaan terakhir" Gumamnya dengan rasa optimis yang perlahan memudar.
"Waah, Alhamdulilah tersambung.." "tapiii tidak ada jawaban" pekiknya dengan perasaan rada kecewa. Rasa penasaranya memuncak tapi ia masih mencoba untuk membendungnya, memutuskan menunggu rentetan penjelasan panjang dari Monic sahabatnya yang diputuskan cintanya oleh Vano tanpa alasan pasti.
"Woi La, tumben ke kantin" Sontak wawan teman sekelas Monic dan Kalla.
Kalla tak menjawab apapun dia hanya fokus pada ponsel yang ada di tanganya, Wawanpun mengagetkan Kalla dengan teriakan kecil "WOII"
"Astagfirullah" Kejutnya dan semua penduduk kantin menatap kearah meja wawan dan Kalla karena mereka semua juga terkejut mendengar suara teriakan kecil yang sebenarnya sangat kencang.
"Ihh, wawan ngapain sih, kan jadi kaget" Gerutunya memprotes kelakuan wawan dengan kesal. Dengan melepaskan earphon yang terpasang ditelinganya.
"Oalah, pantesan ga dengar lagi pake earphon. Sory-sory gue ga tau kalo lu lagi dengerin lagu" Ucapnya santai sambil melahab bakwan hangat yang dicomotnya dari stan jualan Mbak Sita.
"Hmm" jawab Kalla
"Tumben gak sama si Mon-" Suaranya bertabrakan dengan bell sekolah, yang menunjukan waktu belajar-mengajar sudah dimulai.
"Udah bell tuh, Ayo masuk kelas" ajak Kalla yang langsung berjalan mendahului wawan. Wawanpun langsung mengikuti langkah Kalla untuk menuju ke ruang kelas.
Di kelas...
"gimana Monic udah tenang belum"
Pertanyaanya dijawab dengan senyuman terpaksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Linear JARAK
Fiksi RemajaIni bukan tentang MATEMATIKA Tapi, cerita tentang dia dan aku yang tak tahu akan bersatu atau membiarkan hubungan kita begitu saja. Mungkin bersatu tapi bukan sebagai pasangan? Ini bukan menyalahkan takdir, sekali lagi BUKAN!! malah aku ingin mener...