prologue

52 11 5
                                    

O0O

Wanita itu terbangun dengan peluh yang menetes di dahinya, nafasnya terengah-engah, bibirnya terbuka meraup oksigen dengan rakus. Mimpi buruk lagi. Mimpi yang selalu hadir dalam tiga tahun belakangan itu benar-benar mengganggu dirinya, seperti ia tak dapat memiliki tidur yang nyenyak dengan mimpi indah. Wanita itu meilirk jam yang terletak pada dinding kamar, pukul tiga pagi.
       
Queenara—Nama wanita itu—mengusap peluh yang menetes menggunakan punggung tangan, ia melirik ke samping, mendapati sesosok lelaki tampan yang tertidur dengan tenang dan bertelanjang dada.

Nafasnya terdengar damai, dadanya naik-turun dengan tempo yang benar-benar teratur. Ia menatap sedih ke arah lelaki itu, lalu memutuskan untuk membasuh seluruh tubuhnya yang bersimbah keringat. Telapak kakinya menyentuh permukaan lantai yang dingin, ia membawa serta selimut tebal yang kini melekat sempurna di seluruh tubuh wanita itu untuk membungkus tubuh telanjangnya.

Ponselnya bergetar dengan halus, ia melihat nama panggilan pada layar sebelum merasakan sesak yang menghimpit dadanya. Sembari mengangkat panggilan itu, ia melangkahkan kaki menuju ke arah kamar mandi. Melepaskan selimutnya tepat di ambang pintu masuk, Menyalakan shower agar meredam suara percakapannya dengan si pemanggil.
           
"Apa, Kak?" Bisiknya pelan, berusaha mengalahkan suara air yang jatuh dari shower.
           
"Hapus Drive yang ada di laptop kamu, pindahin chip yang kemarin kakak tempel di mobil Romeo, sembunyiin sementara." Suara itu terdengar lembut, seperti menenangkan jantungnya yang sudah hampir putus karena berita pukul tiga pagi ini. Ia akan mati dalam sekejap, wanita itu berada di dalam istana target mereka. Terkurung dalam sangkar emas, di layani seperti ratu dan tentu saja—dicintai dengan berlebihan oleh Sang Pemilik Sangkar.
           
Queenara menyapu rambutnya yang lepek dengan jari-jari lentik wanita itu, kepalanya tiba-tiba terasa pusing. Udara dalam kamar mandi sepeti terserap habis oleh ketakutannya.

"Nara," panggil perempuan di sebrang telpon. "Tetaplah berani, kakak sayang kamu."

Begitu sambungan telpon diputus, ia langsung menaruh ponselnya sembarang ke atas meja westafel setelah menghapus seluruh daftar panggilannya. Melepas selimutnya di lantai dan mulai masuk ke dalam sekat shower yang dilapisi dinding kaca transparan. Dingin dari air yang mengalir tak membuat gadis itu kedinginan, ia justru merasa begitu panas. Hatinya gerah penuh dengan kegelisahan.
              
Dalam berisik suara air yang jatuh kelantai,derit pintu kamar mandi yang terbuka membuat gadis itu terlonjak kaget, matanya menatap siaga pada apa pun yang akan memasuki kamar mandi. Ia menunggu beberapa saat sebelum kaki-kaki panjang milik Romeo berjalan memasuki kamar mandi, wajah sayu sehabis bangun tidur itu menjadi hal yang pertama kali meredakan kegelisahannya

"Nara?" Suara baritone Romeo  membuat punggungnya merosot kebawah. Sedikit demi sedikit, perasaan tenang melingkupi dirinya kala sosok itu berjalan mendekat dan mengurung dirinnya di antara tembok kamar mandi, Romeo begitu tinggi, sehingga ia harus mendongak untuk menatap wajah pria itu.

"Hai," sapanya kaku.

"Bareng?" Gadis itu mengangguk kecil, memerhatikan lelaki duapuluh lima tahun yang berdiri menjulang tinggi di depannya. "Ada apa? Kaku banget kamu."

"Dingin," Dustanya.

"Kenapa mandi sepagi ini, hm?" Untuk sesaat, tangan besar yang melingkupinya membuat gadis itu merasa kehangatan. Mencari posisi yang nyaman dalam dekapan lelaki itu, Queenara merasa sangat amat bersalah, perasaan itu menjadi gumpalan-gumpalan yang menyesakkan tenggorokannya. Mata gadis itu memerah sebelum akhirnya ia menyembunyikan wajahnya dalam dekapan hangat Romeo.

"Badanku lengket semua, Mas. Makanya aku mandi," cicitnya pelan, menahan pahit di tenggorokan.

"Kan bisa bangunin Mas."

"Mas kelihatan capek banget, aku takut ganggu," gumam Queenara pelan di dada bidang lelaki itu.

Romeo tertawa, pelan. Namun, suaranya terdengar begitu renyah di telinga Queenara. Seperti alunan lagu yang menyenangkan. "Kamu gapernah marah kalau Mas ganggu kalau malam, kenapa Mas harus merasa terganggu dengan kamu?"

Queenara ikut tertawa, dia paham benar dengan apa yang dimaksud pria dewasa itu. Saat tangannya meraba punggung lebar milik Romeo, jemari kekar lelaki itu membelai pipinya lembut, menarik dagunya agar wajah wanita itu terlihat.

"You look like an angel, isn't you?"  Bisik Romeo.

Dan Queenara tahu, saat Romeo memajukan wajahnya, wanita itu segera menutup matanya erat. Tepat ketika bibir tipis milik Romeo membelai lembut wajahnya, Queenara juga tahu, jika ia tak akan pernah bisa untuk menolak.

"Maaf kak, aku pengecut. Aku jatuh cinta."

Bisiknya dalam hati setelah Romeo memiringkan kepalanya, mencium wanita itu lebih dalam lagi.

J a k a r t a i n a c t i o n

[A/N] : ssssup guys!

Tolong tinggalkan kritik dan saranmu di kolom komentar agar aku lebih semangat untuk melanjutkan cerita ini.

Cheerios!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jakarta in Action Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang