Halo aku nulis cerita baru, semoga kalian suka dan bisa membuat kalian ikut merasakan apa yang aku ceritakan ini.
Happy reading
.
.
.
.
.
.Kini semua orang tengah menunggu tak ada seorang pun mengeluarkan suaranya dan tak ada niat seseorang untuk buka suara.
Clekk
Pintu yang tertutup kini terbuka dan membuat semua orang langsung menghampiri seseorang yang baru saja keluar.
"Gimana dok?"
"Untuk saat ini masih kami masih belum bisa memastikan keadaan pasien tapi kami harap bapak ibu semua berdoa kepada yang di atas semoga keadaan pasien tidak apa-apa. Untuk saat ini hanya dua orang saja yang boleh masuk. Kalian bisa berganti tapi harap jangan sampai mengganggu pasien." Ucap dokter kemudian pergi menuju ruangannya.
"Kalian semua tunggu disini biar Opa dan Riana yang masuk dulu" ucap yang menyebut dirinya Opa seranya menuntun Riana untuk masuk ke dalam ruangan.
Setelah masuk kedalam hanya suara alat deteksi yang tertangkap di telinga mereka berdua. Dan kini mereka telah sampai di depan gadis kesayangan mereka. Bibir yang biasa selalu mengucap kata-kata lucu yang membuat semua orang tertawa dan juga marah kini diam membisu dan berwarna pucat.
Gadis yang biasanya selalu bertingkah semaunya kini hanya bisa terbaring lemah diatas tempat tidur disertai alat-alat medis yang berada di sekujur tubuhnya.
Mata lentik itu kini mulai mengerjab lemah membuat dua orang itu berkesiap.
"Bunda" panggil nya lemah.
"Sakit Bunda" tambah nya terbata-bata.
"Mana yang sakit sayang, bilang sama Bunda" Balas Riana kepada anaknya.
"Opa panggilkan dokter ya sayang"
Namun hanya gelengan yang Ia dapat."Bunda" panggilnya lagi.
"Ayah mana Bunda" Namun tak ada balasan dari bundanya.
"Opa Ayah mana Opa" tanya nya kepada Opa.
"Ayah sebentar lagi sampai dengan kakak mu. Sekarang kamu istirahat dulu ya sayang. Kesayangan Opa harus cepat sembuh yaa." Ucap Opa dan cucu kesayangan nya itu menutup mata untuk istirahat.
Setelah melihat bahwa cucunya sudah mulai tidur Bramantyo mengajak Riana sang menantu untuk keluar dan membiarkan cucunya beristirahat.
"Ayo Riana kita keluar"
Setelah pintu itu tertutup kini air mata yang ia tahan sejak tadi akhirnya pecah.
"Apa bener Ayah nggak pernah sayang sama Sinar. Apa sinar ada salah sama Ayah. Kenapa Ayah nggak pernah ada di dekat Sinar?. Kenapa Ayah nggak pernah mau main sama Sinar?. Kenapa Ayah nggak ada saat Sinar sakit?. Apa Ayah hanya Ayahnya Kak kasih?. Sinar benci Ayah" batin gadis yang bernama Sinar itu.
Sedang kondisi diluar...
"Reno cepat hubungi Kaka mu untuk cepat ke rumah sakit. Papa nggak tega ngelihat cucu Opa menderita seperti itu." Perintah Bramantyo kepada anak kedua nya itu.
"Udah Reno hubungi dari tadi tapi nomor nya nggak aktif Pa. Ini juga udah Reno kirim pesan tapi belum dibaca Pa." Ucap Reno frustasi. Karena dari tadi belum ada kabar dari sang kakak.
Sedang Riana hanya bisa menangis memikirkan kondisi sang anak yang belum bisa dikatakan baik-baik saja itu.
"Keterlaluan si Rendy, keadaan kaya gini malah nggak bisa dihubungi." Ucap Bramantyo geram.
Semua yang mendengar hanya diam dan berdoa agar Sinar tidak kenapa-kenapa.
*_*
Nah ini pembukaan ya guys langsung aja aku kasih tau gimana nanti ceritanya ini.
Salam peluk dari aku
Handaru
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinar Mentari
General FictionCerita Keempat Ini mungkin rada menguras air mata sih. Semoga feel nya dapet. Dan semoga kalian suka