"Aku kembalii!"
Satu-satunya orang yang ada di ruangan cuma menoleh sekilas menanggapi kedatangannya. Setelah setahun lebih menempati kamar asrama yang sama, jelas sekali yang bersangkutan sudah terlalu terbiasa dengan kehebohan seorang Starla.
Mengabaikan kecuekan dari teman sekamarnya, dengan setengah berlari Starla mendekati lemari yang ada di sudut kamar. Sambil lewat, dengan santainya gadis berambut sebahu itu melempar ransel ke atas tempat tidur dan menyurukkan kaus kaki di bawah meja belajar. Tidak butuh waktu lama baginya untuk mengganti seragam sekolah ke pakaian lain yang lebih santai dan menjejalkan berbagai barang ke ransel lain yang lebih kecil. Hanya dalam selang waktu lima menit, Starla siap untuk berangkat.
"Aku pamiit!"
"Tunggu!"
Separuh tubuhnya sudah melewati pintu, tapi seruan itu membuatnya kembali melongok ke dalam. "Yes, Sanny honey?"
"Ke tempat biasa?" Teman sekamarnya itu memandanginya dari ujung kepala ke ujung kaki dan menghela napas berat. "La, baru kemarin Liona cerita kalau ada penampakan di sana. Nggak takut?"
"Berarti penunggunya nyaman denganku," jawab Starla cuek. Sebenarnya kemarin bukan pertama kalinya dia mendengar kabar tidak enak mengenai tempat yang akan ditujunya setelah ini. "Dan kayaknya aku pulang agak malam. Hati-Hati di kamar ya, Sanny sayang. Kemarin Liona juga bilang ada bayangan aneh di koridor."
"Starla!"
***
Hal yang paling membedakan SMA Arthawidya dengan sekolah lain adalah keunikan bangunan di dalamnya. Sekolah berasrama dengan standar internasional tersebut tetap mengedepankan modernisasi dan teknologi, tanpa mengabaikan aspek-aspek tradisional yang mencari ciri khas negara. Hiasan ukiran khas Jepara di berbagai sisi gedung, bangunan kantin yang atapnya bergonjong khas Rumah Gadang, aula serbaguna yang terinspirasi dari bentuk Joglo dan perpustakaan yang menyerupai Bangsal Kencono. Itu hanyalah bukti dari penerapan sistem akulturasi SMA Arthawidya.
Tempat yang menjadi favorit Starla adalah ruang belajar khusus yang dibuat menyerupai Rumah Panggung. Sekolah bahkan tetap mempertahankan penggunaan kayu dalam pembangunannya. Mungkin hal itulah yang menyebabkan di dalamnya selalu terasa sejuk dalam cuaca seperti apa pun. Bagian dalamnya cukup luas dengan banyak sofa, meja rendah dan karpet beludru yang nyaman untuk diduduki.
Sebagian datang karena memang ingin belajar, sementara sebagian lainnya hanya demi bersantai sekalian ghibah. Dan khusus untuk Starla, tujuannya datang adalah untuk memperhatikan lapangan tenis yang berada tepat di depan rumah panggung. Lebih tepatnya lagi, memandangi seorang lelaki tinggi, berkulit sawo matang, dengan senyum mempesona yang rutin mengayunkan raket di bawah sana.
Sanny pasti akan menertawainya habis-habisan kalau tahu tentang ini!
Namanya Rocky, siswa kelas 12-IPA, satu tingkat di atas Starla. Pertama kalinya mereka bertemu di ruang belajar ini. Stella yang ceroboh nyaris saja tersandung ketika menapaki tangga untuk naik. Namun, bak ftv-ftv romantis, muncullah kakak kelas baik hati yang sigap menahan lengannya layaknya gentleman, menghindarkannya dari aksi guling-guling jatuh menghantam tanah.
Pertama kalinya bertatapan, Starla langsung menetapkan kalau he is the one for sure. Sejak saat itu, dimulailah usaha Starla untuk mengenal Rocky lebih jauh.
Kak Rocky lebih suka bermain di sisi kiri lapangan.
Keahliannya adalah backhand.
Dia sedikit lemah dalam melakukan service.
Minuman favoritnya setelah latihan adalah pocari.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Yestoday
Short Story[Kumpulan Cerpen] #DWCNPC2019 30 hari, 30 tema, dan 30 kisah. Singgahilah dunia berbeda yang ada di dalam sini satu per satu dan rasakan sensasinya. ================================= Karya ini diikutsertakan dalam "30 Daily Writing Challenge" yang...