Bab 12: Hanya

2.9K 273 41
                                    

Sos! Walaupun gak terlalu bahaya juga, sih .....

Saat mereka mencapai mansion, itu sudah nyaris pukul satu dini hari. Mansion sepi secara keseluruhan dan para penjaga dengan pelan membuka gerbang. Selama perjalanan, Hinata bisa dibilang tidur sepenuhnya, sementara Sasuke menyetir di sepanjang jalan tanpa istirahat. Karena itu, begitu mereka mendorong pintu kamar tanpa menyalakan lampu, Sasuke langsung jatuh ke ranjang.

Dengan lembut, Hinata melepaskan jas dan dasi, dan membuka sepatu pria itu dan menyimpannya di rak sepatu. Sasuke tidak menolak. Tentu saja, karena ia sudah tidur.

Besok adalah hari Kamis. Masih ada dua hari sebelum mereka bisa beristirahat, jadi karena Sasuke terlalu sibuk, Hinata menjadi agak sedikit khawatir bahwa bocah yang tidur ini akan sakit.

Sambil menarik napas, Hinata naik ke tempat tidur, menyimpan bantal di bawah tengkuk Sasuke dan menyelimuti tubuhnya yang membeku karena angin malam dan AC mobil yang dingin, lalu merebahkan diri di sampingnya dan tidur.

***

Begitu angin pagi hari yang sejuk menyusup pelan-pelan lewat ventilasi, Hinata membuka kelopak matanya dan menguap ringan. Setelah menyibak selimut, ia melirik satu bagian ranjang lainnya dan melihat wajah Sasuke yang—untuk pertama kalinya sejak pernikahan mereka—masih tertidur saat Hinata bangun. Akan tetapi, wajahnya terlihat janggal. Pipinya pucat dan bibirnya membiru, kantong matanya menghitam dan hembusan napasnya tidak teratur.

Jangan-jangan, Sasuke memang sakit!

Oh, tidak!

Hinata memikirkan kemungkinan itu di dalam benaknya dan membulatkan mata, dengan cepat merangkak di atas ranjang, lalu menyentuh kening dan leher pria itu.

Panas.

Oh, astaga.

"Bagaimana bisa kau demam?" gumam Hinata sambil menarik napas pelan, lalu menarik selimut sampai menutupi leher Sasuke.

Baru ketika ia akan merangkak turun dari ranjang untuk mengambil termometer dan menelepon dokter, Sasuke mencengkram pergelangan tangannya.

Tangan Sasuke terasa sangat panas. Itu membakar pergelangan tangan Hinata dan membuatnya terasa sontak menarik tangannya. Dengan raut khawatir, gadis itu membalikkan tubuh dan tersenyum tipis.

Kelopak mata Sasuke bergetar saat ia mencoba untuk berkedip karena silau lampu sebelum secara tepat memfokuskan matanya yang obsidian ke mata Hinata yang khawatir. Begitu melihat mata itu, sudut mulut Sasuke melengkung ke atas membentuk senyuman setipis kertas.

"Dingin. Peluk aku," kata Sasuke. Suaranya pelan dan dalam, menimbulkan perasaan untuk seseorang dan langsung merasa iba.

Mendengar permintaan itu, Hinata mengerjap dua kali, lalu memutuskan melakukan apa yang diminta dengan menggeser tempatnya duduk, merebahkan kepalanya, dan menggunakan tangan kiri untuk memangku tengkuk Sasuke yang sepanas api dan sisanya ia lingkarkan di sekeliling pinggangnya. Panas demam menguar ke sekitar tubuh Hinata dan membuatnya merasa ikutan sakit.

"Kau mau ke mana tadi?" gumam Sasuke.

"Menelepon dokter," sahut Hinata. "Tidurlah. Kau sakit karena terlalu sering begadang dan bangun begitu cepat."

Sasuke mendongak, itu membuat ujung rambutnya yang lembut menggelitiki leher Hinata dan membuat gadis itu menggeliat. Dengan mata lebar, Sasuke bertanya, "Lalu, bagaimana dengan perusahaan? Aku harus—"

"Diam," potong Hinata dengan cepat. "Aku akan turun dan berbicara dengan Itachi dan memberitahunya untuk menggantikanmu sementara. Jangan pikirkan perusahaan."

Say Something And I'll Give You Up {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang