Mulai Hijrah

462 52 23
                                    

Bismillahirahmanirahim


🍇🍇🍇

Lija sudah pesimis kalau pesannya tidak akan dibalas Arsya. Sebab ia tahu diri Arsya punya ribuan pembaca. Siapa Lija yang setiap pesannya harus selalu digubris. Sayang, asumsi itu mendadak patah saat Arsya kirimkan pesan balasan di sabtu malam.

Pertama Lija mulai dari hal-hal yang kecil dulu. Contoh, kewajiban umat muslim salah satunya salat Lija tunaikan. Nanti disusul dengan hal-hal lain, pakai jilbab, baca Al-Quran dan lain-lain. Memang hijrah tidak mudah, tapi saya yakin Lija bisa kalau mau mencobanya.

Adem sekali rasanya baca balasan mas Arsya. Kalimat-kalimatnya menenangkan. Lija merasa perlu untuk berbenah diri. Selama ini Lija sandang status sebagai muslimah, tapi sentuh sajadahnya pun hanya hitungan jari. Mukanya jarang tersentuh wudhu, apalagi bersingunggan dengan Al-Quran, terakhir ia hanya tamat iqra. Keimanannya benar-benar payah. Tidak seratus persen salah Lija. Ada orang tua yang dia tiru. Mereka tidak mencontohkan apa yang seharusnya Lija kerjakan sebagai umat muslim. Jadi tidak ada penanaman dalam dirinya yang membekas. Hanya ingat Liana pernah ajak salat tarawih itu juga hanya beberapa kali. Pernah intip Liana salat waktu maghrib. Selebihnya tidak ada yang bisa Lija rekam. Selain orang tuanya yang masih sibuk aktivitas padahal azan sedang berkumandang. Bangun subuh jarang, suara lantunan Al-Quran yang tidak pernah terdengar, hanya itu yang menempel dan jadi tiruan.

Makasih Mas jawabannya. Lija coba pelan-pelan. Mohon dukungannya.

Di kamar bernuasa serba biru Arsya terkekeh. Membaca kalimat mohon dukungannya membuat Arsya merasa Lija seperti sedang kompetisi. Setelah dipikir benar juga, Lija sedang bertarung membasmi pikiran yang dihasut oleh syaitan supaya hijrahnya benar-benar istiqomah.

Anehnya dari ribuan pembaca, puluhan pesan masuk yang Arsya balas tidak pernah sekali pun bibirnya tersenyum seringan ini. Rasanya sudah lama Arsya tidak pernah kembangkan bibirnya untuk hal-hal sesederhana menasihati.

Pun dengan Lija. Interaksi dia dengan lelaki tidak pernah punya sensasi seluar biasa ini. Apalagi sampai membuat dirinya bisa berubah. Membuka pikiran-pikiran buntunya. Lija harus terima kalau dia sudah menjilat ludahnya sendiri. Habis ini ia siap jika harus diledek Sofi dan Echa. Sebab ia mulai keracunan cerita-cerita spiritual.

🍇🍇🍇

Bermodal jilbab segi empat peninggalan Liana yang Lija pinjam saat ikut kajian dengan Sofi, juga lengan panjang berbahan kaus, Lija pergi ke kampus dengan setelan baru. Tidak sempurna, celananya masih jeans, dilengkapi sepatu berwarna putih, Lija tampak lebih manis. Sayang, penampilannya disoroti banyak mata di penduduk rumah. Terutama Liana yang sedikit melotot melihat kepala Lija terbungkus jilbab. Pun Abdullah matanya menscan dari atas sampai bawah pakaian putrinya.

"Bunda nggak salah liat nih? Tumbenan pakai jilbab. Di kampus ada pengajian?" Astaghfirullah. Reaksi macam apa yang mereka tunjukkan. Seolah-olah Jilbab adalah hal yang tabu.

Lija tarik kursi, duduk di antara Liana dan Keke. "Lija In syaa Allah mau pakai jilbab. Mau hijrah jadi lebih baik."

Reaksi pertama Liana adalah tertawa. "Hahaha... Paling juga panas-panas tai ayam. Kamu salat aja jarang mau hijrah, bunda kok jadi ngerasa aneh."

"Karena ayah dan bunda nggak pernah contohkan gimana itu salat, mengaji, yang kalian lakukan cuma soal duniawi. Selama ini Lija nggak pernah diajari soal akhirat. Benar kata Sofi kalau besok kita meninggal, apa yang kita bawa untuk menghadap Allah?" Suara Liana tercekat. Kalimat Lija membuat matanya digenangi air. Suasana mendadak disulap hening. Abdullah juga terpukul atas ucapan putrinya.

"Aka Lija bener." Si kecil Keke bersuara. "Teman-teman Keke sering salat berjamaah di rumahnya. Tapi kita nggak pernah salat sama-sama."

Pukulan kedua dari putrinya menghukum Liana dan Abdul. Mereka tidak bisa berkutik, selain tundukan kepala.

"Seharusnya, Bunda senang liat Lija bisa pakai jilbab, meskipun nggak pernah bunda ajarin. Ini kenapa Lija jadi bahan lelucon buat kalian, seolah-olah Lija nggak pantas pakai jilbab."

Dalam tunduk, sebutir air mata Liana gugur. "Maafin bunda," ujar Liana begitu lirih.

"Lija nggak maksud bikin Bunda sedih, tapi Lija juga nggak suka sama reaksi bunda tadi. Lija harap kita bisa hijrah sama-sama." Pelukan Lija jadi tanda anggukan dari Liana. Abdullah hanya bisa tersenyum hambar.

Kontradiktif dengan reaksi di kampus, Sofi sambut Lija begitu antusias. Echa pun juga tidak banyak komentar. Hanya turut bahagia jika teman-temannya merasa nyaman dengan apa yang mereka pilih.

"Ma Syaa Allah. Lo cantik amat Ja. Gue doain istiqomah ya."

"Aamiinnn."

"Ceritain dong kenapa bisa hijrah?" Diinterogasi Sofi, Lija salah tingkah. Apa ia harus cerita kalau semua berasal dari Arsya?"

"Eeeehhhh."

"Dia sering berbalas pesan sama mas Arsya Sof. Mungkin gara-gara itu." Komentar Echa diberi pelototan oleh Lija. Memang Lija sempat cerita soal dia yang saling berbalas pesan di inbox wattpad. Namun, Lija berharap Echa tidak ember bocorkan rahasia. Sebab ia malu pada Sofi kalau ketahuan menjilat ludahnya sendiri.

"Nggak papa Ja. Nggak usah malu gitu. Gue paham kok. Jangan merasa ngejilat ludah sendiri. Selagi yang lo jilat adalah kebaikan." Lija tertunduk malu.

"Nah tinggal Echa nih yang belum. Kalau udah kita harus sering ke majelis ilmu sama-sama biar istiqomah."

Echa bukan tidak senang dengan ucapan Sofi. Ia merasa masih jauh dari hijrah. Dari kedua sahabatnya, Echa merasa paling jauh dari sinyal hidayah. Kesehariannya masih banyak diliputi dosa. Parahnya, Echa tidak bisa meloloskan dirinya dari sana. Menganggap dosa adalah zona aman paling nikmat di dunia. Entahlah. Hati bisa berubah. Echa berharap hidayah bisa menangkapnya agar bisa menyusul Lija dan Sofi.

🍇🍇🍇

Afwan, lama buntu mencari ilham. Karena banyak yang tanya jadi aku update lagi. Semoga suka dan bermanfaat😊

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Memeluk Noda Tinta BerputihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang