Hujan kembali mengguyur kota siang hari ini, hal ini membuat Langit dan lainya kesulitan untuk mencari Bintang. Langit memilih untuk berjalan menyusuri jalan disekitar taman berharap dia bisa bertemu dengan gadis manis itu. Dia tidak akan menyerah sebelum Bintang bisa ditemukan, tidak peduli akbitanya nanti Langit tetap berjalan meski hujan sudah berhasil membasahi tubuhnya.
"BINTANG." teriak Langit.
Langit berteduh disebuah warung yang ada disudut taman, cowok itu duduk disalah satu kursi. "Bu, pernah lihat ada cewek disekitar sini ngga? Cewek tingginya sekitar 160an terus rambutnya digerai?" tanya Langit ke pedagang warung itu.
"Aduh engga kayaknya deh, semalam si ada cewek dideket warung dia nangis, ibu suruh masuk tapi dia gamau terus waktu ibu udah beres beres mau pulang ada kabar dilampu merah depan sana ada kecelakaan, korbanya perempuan remaja gitu. Ibu gatau itu perempuan yang ada disini atau bukan." balas ibu pedagang itu menjelaskan, Langit sontak langsung mengepalkan tanganya dengan kuat, detak jantungnya sudah tidak karuan dia takut kalau itu Bintang bahkan dia menangis.
"Dia dimana bu?" tanya Langit.
"Udah dibawa ke rumah sakit." balasnya, Langit langsung berlari menuju ke rumah sakit yang ada disekitar sana. Cowok itu masuk ke salah satu rumah sakit terdekat dari sana, bajunya sudah sangat basah.
"Permisi, pasien kecelakaan tadi malam apa dibawa kesini?" tanya Langit.
"Iya benar, pasien tabrak lari. Remaja sekitar kelas sebelas SMA, dengan kondisi kritis dan kehilangan banyak darah." balas suster yang ada disana, detak jantung Langit semakin tidak karuan mendengar kondisi remaja yang dia duga sebagau Bintang.
"Dia dimana?"
"Di Ruang ICU, nomer tiga." balasnya, Langit langsung mencari ruangan itu. Dia sangat khawatir, akhirnya dia menemukan ruangan itu. Cowok itu langsung masuk dan mencari ruangan nomer tiga, dia bisa melihat dari kaca ada seorang gadis yang tergeletak lemah disana namun dia tidak bisa mengenali wajahnya karena tidak terlalu jelas. Cowok itu memutuskan untuk masuk dan betapa terkejutnya dia karena gadis itu benar benar Bintang. Langit langsung lemas, tanganya bergetas hebat, air matanya tidak bisa dibendung.
"Bintang." rintihnya.
Langit langsung menghubungi Samudera dan kedua kakak Bintang lainya, dia menangis mengabari mereka. Tanganya tergenggam erat dengan tangan Bintang, dia tidak bisa menerima ini. Angkasa harus bertanggung jawab atas semua ini.
***
"Lo brengsek!" teriak Langit memukuli Angkasa hingga cowok didepanya babak belur. Angkasa tidak melawan Langit karena semua yang Langit katakan itu benar.
"Lo ga bisa jagain Bintang! Lo ngga pantes buat Bintang." teriak Langit.
"Langit berhenti." tegur Atlan yang langsung menarik Langit dan menjauhkan cowok itu dari Angkasa.
"Angkasa gue tuntut lo atas kematian nyokap gue." ucap Samudera penuh penekanan, Angkasa hanya menunduk. Cowok itu tampak sudah hilang arah dan tak ada tujuan lagi.
"Siapin aja pengacara!" teriak Samudera yang ikut emosi cowok itu menarik kerah baju Angkasa, sekarang Angkasa malah tersenyum miring.
"Kalo lo nuntut gue, bang Leo juga bakal dituntut." ucap Angkasa sambil melirik ke arah Langit, hal itu membuat Langit diam.
Samudera melirik ke arah Langit yang sekarang menatapnya, sedetik kemudian Samudera pergi dari sana. "Angkasa lo ikut gue dan Langit, lo jagain Bintang." pinta Atlan.
Langit akhirnya memilih untuk masuk ke dalam ruangan, dia meraih tangan Bintang kemudian mengusapnya pelan. Tampaknya gadis itu merespon tanganya, Langit langsung terkejut dan memanggil suster atau dokter untuk datang dan memeriksa Bintang. Dengan perlahan, Bintang membuka kedua matanya. Langit tersenyum senang, cowok itu menggenggam erat tangan Bintang.
"Gelap." rengek Bintang membuat senyuman Langit memudar dan dia menatap ke arah dokter yang ada disebrangnya.
"Bintang, kamu tenang." pinta Langit.
Gadis malang itu menggenggam tangan Langit dengan erat, dia ketakutan. Dokter mulai memeriksa kedua mata Bintang dan memang mata Bintang sudah tidak berfungsi dengan baik. Bintang mengganti posisinya menjadi duduk dibantu oleh suster dan Langit.
"Jika Tuan Samudera sudah kembali, tolong suruh dia menemui saya di ruangan saya." pesan sang dokter sebelum dia dan para suster keluar dari ruangan.
"Langit, gue gamau buta, gue gamau!" teriak Bintang yang sekarang mengamuk, gadis itu menangis dan tidak mau menerima kenyataan.
"Langit, Langit, gue gamau."
"Bintang tenang." pinta Langit.
Bintang malah semakin menjadi jadi, Langit memeluk Bintang untuk menenanganya, cowok itu tidak tahu harus apa. "Langit gue gamau kayak gini! Gue gamau jadi buta! Langit gelap, gue ga bisa liat lo." teriak Bintang lagi sambil memukuli Langit dengan tanganya.
"Tenang Bin, ini cuma sementara." balas Langit masih memeluk Bintang dengan erat.
"Gimana kalo ini selamanya? Gue gamau." balas Bintang dan dia menangis dengan keras.
"Hustt, lo harus bisa Bin. Lo harus kuat lo ngga boleh lemah."
"Gue janji, bakal selalu ada buat lo dan gue ga akan pernah ninggalin lo." balas Langit dan Bintang mulai merasa tenang mendengar ucapan Langit.
Tangan Langit terulur untuk menghapus air mata Bintang, "senyum dong." pinta Langit dan Bintang hanya tersenyum kecil.
Cklek
Langit menatap ke arah pintu yang terbuka lebar, Bintang mencoba meraih tangan Langit yang ada didekatnya. "Ada siapa lang?" tanya Bintang dengan rasa penasaranya.
"Mm.. Angkasa." balas Langit dengan lirih.
"Oh."
Angkasa mendekati Langit, cowok itu mengernyitkan keningnya karena Bintang tidak menatapnya sedikitpun. "Bintang, maafin aku." ucap Angkasa.
Bintang menengok ke arah Angkasa dengan mengandalkan telinganya yang dapat mendengar darimana sumber suara itu. Langit memilih untuk pergi dan memberikan waktu untuk Bintang dan Angkasa.
"Aku ngga mau kamu ada disini sekarang, Sa."
"Kita udah putus, kamu puas kan? Mata aku udah ngga bisa lihat, kamu pasti seneng karna ada alasan buat ninggalin aku."
Angkasa menatap Bintang, tanganya meraih tangan Bintang kemudian dia menggenggamnya dengan erat. "Kita ngga pernah putus selama aku belum bilang putus." ucap Angkasa.
"Kamu dan aku masih kamu anggap sebagai kita, kan?" tanya Angkasa, Bintang kembali menangis dia menganggukan kepalanya.
Angkasa memeluk gadis didepanya dengan penuh kasih sayang, cowok itu kemudian mengecup kening Bintang. "Kamu jangan takut, aku yang bakal jadi mata kamu." balas Angkasa.
"Angkasa." panggil Bintang sambil mengusao wajah cowok itu yang sekarang ada didepanya.
"Aku udah ngga sempurna, kalo kamu mau cari yang sempurna gapapa tapi kamu jangan pernah lupa ya kalo kita pernah bersama." lanjut Bintang membuat Angkasa menangkup wajah Bintang.
"Cinta ngga berlandaskan kata sempurna, karena bagi gue Cinta itu murni dari hati bin. Kamu jangan mikir yang aneh aneh." balas Angkasa.
"Aku mau kamu harus semangat."
"Kita jalani sama sama." lanjut Angkasa sambil tersenyum meski senyuman termanisnya itu tidak dilihat oleh Bintang.
"I love you, Sa." ucap Bintang memeluk Angkasa dengan erat dan dia menangis.
"Love you too."
***
Jangan lupa vomment gais, maaf kalo pendek karena gue lagi PAS dan sibuk belajar ditambah lagi ada tugas bahasa indonesia yang disuruh buat Novel.
Selamat malam semuanya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Retain (Sekuel of Angkasa)
Teen Fiction[DILARANG PLAGIAT] (Sekuel Angkasa) Mungkin mempertahankan suatu hubungan lebih sulit dari pada mendapatkanya, setelah satu tahun berlalu, hubungan Angkasa dan Bintang masih tetap pada status pacaran. Langit kembali ke Indonesia ditemani oleh Bumi...