Sifat mandiri dan senyuman hangat membius itu, membuat Juna kagum. Mereka kembali dipertemukan. Hingga pertemuan selanjutnya dan selanjutnya, sampai rasa nyaman itu hadir dalam diri Juna. Hingga perkenalan menjadi sebuah awal pertemanan. Kemudian menuju hubungan yang serius. Dalam relatif waktu yang singkat Juna sudah memantapkan hatinya pada, Ara.
Wanita yang cerdas dan mandiri.
Tepatnya hari ini, ia akan mengutarakan niat itu pada Ara. Di sebuah restoran mahal yang sudah ia rencanakan. Dengan sebuah kalung berlian kecil yang sudah dibelinya.
Juna mengetuk-ngetuk jarinya pada kemudi mobil. Matanya sesekali melirik ke luar. Menatap gedung apartemen di seberang sana. Dan sosok mungil itu terlihat dari sana. Memakai baju kemeja panjang dan celana jeans serta jaket levis. Lalu dilengkapi topi berlogo keroppi. Tomboy dan seksi. Itu pendapat Juna.
"Sudah lama menunggu?" Ara menempati kursi di samping kemudi dan menaruh tas punggungnya di kursi penumpang.
"Tidak. Aku baru saja sampai." Sampai jam sepuluh tadi dan sekarang sudah ... Juna melirik arlojinya. Sebelas tepat. Ia tersenyum menatap Ara.
"Oh, baguslah. Aku takut kau lama menunggu. Soalnya janjiannya tadi jam sepuluh ya."
"Iya, tidak apa-apa. Tadi juga aku ada urusan." Urusan menunggumu.
Juna menyalakan mesin mobil. Perlahan meninggalkan tempat parkir.
"Ngomong-ngomong kau mau ke suatu tempat? Tasmu seperti orang yang akan berpergian."
"Oh, aku mau ke stasiun. Ada tempat yang harus ku kunjungi."
Juna bergumam.
"Kita hanya akan sebentar kan? Aku berpikirnya kita hanya akan makan siang saja." Tanya Ara.
"Iya, sebentar." Padahal ia sudah melihat film-film apa yang tengah di tayangkan bioskop. Dan mencari tempat kencan yang bagus jika Ara menerimanya nanti.
Juna memarkirkan mobilnya ke restoran yang dituju. Salah satu restoran termahal di kota ini. Juna bergegas keluar, berjalan memutar lalu membukakan pintu mobil Ara.
"Terima kasih."
"Sama-sama." Juna membalas senyum Ara.
Mereka masuk, mencari tempat duduk dan memesan makanan. Suasana berganti hening. Juna menatap Ara yang fokus dengan makanan dan handphone-nya. Setelah wanita itu menghabiskan makanannya barulah Juna mulai pembicaraan.
"Ara."
Ara mendongak, menatap Juna.
"Sebenarnya, aku mengajakmu sekarang ada hal yang ingin ku katakan."
"Katakan saja."
"Aku ingin hubungan ini lebih dari pertemanan." Juna memandang Ara. Melihat reaksi di wajah wanita itu.
Ara hanya diam, menunggu.
Juna kembali melanjutkan ucapannya, "Kau membuatku merasa nyaman. Dan berbicara denganmu terasa menyenangkan. Setiap obrolan kita terasa nyambung. Hingga mendengar suaramu menjadi hobiku.
Kau perempuan yang pintar dan mandiri. Aku suka. Apapun yang ada padamu. Baik itu, keberanianmu, sifat tegasmu, dan keteguhanmu dalam memilih. Aku tidak suka orang yang plin-plan dan kau mewujudkan semua sifat dari wanita yang kusukai."
Juna menarik napas, "Aku menyukaimu Ara. Maukah kau malanjutkan hubungan ini ketahap yang serius?"
Mata Ara bergerak menurun. Lalu naik lagi, "Ya."
Juna mengerjab.
"Ya, aku mau. Sebenarnya juga aku menyukaimu namun ku pendam. Aku tidak mau merusak pertemanan kita. Tapi, ternyata kau memiliki perasaan yang sama." Ara menarik kedua sudut bibirnya.
Juna tersenyum senang, namun ia teringat satu hal.
"Ara."
"Hm."
"Ada hal lagi yang ingin ku ungkapkan. Aku sebenarnya seorang Duda."
***
17 November 2019
Vote dan komen 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga tahun [End]
Ficção GeralWaktu memang adalah hal menakutkan di dunia ini. Tak memandang pangkat, derajat, kekayaan, dan status. Ia akan terus berjalan. Tanpa diminta atau bisa dihentikan. Dan manusia pun bisa berubah karenanya. Sebelum tiga tahun dan setelah tiga tahun. Buk...