Tidak ada yang tahu pasti kapan tepatnya Theron dan Arden mulai bermusuhan. Dua negeri yang berdekatan itu selalu bertikai selama puluhan tahun dan puncaknya adalah sebuah perang besar yang memakan banyak korban. Demi menghentikan kekacauan, sang Dewa menciptakan sebuah danau luas di antara Theron dan Arden. Kedua negeri akhirnya terpisah. Warga dilarang menyeberang dan konon katanya ada monster yang siap menenggelamkan siapa saja yang berani melanggar.
Namun, setidaknya Dewa masih berbaik hati.
Dewa tahu bahwa baik Arden maupun Theron masih saling membutuhkan satu sama lain. Theron memerlukan tanaman-tanaman obat yang hanya bisa tumbuh di daratan Arden, sementara Arden tidak akan bisa lepas dari ladang minyak yang ada di kawasan Theron.
Selama sehari di puncak musim dingin, ketika permukaan danau membeku total, para warga dari kedua negeri diberikan izin untuk melintas. Mereka akan bertemu di sebuah pulau kecil yang berada tepat di tengah-tengah danai, sebuah kawasan netral yang mengharamkan pertumpahan darah. Waktu yang diberikan untuk melakukan barter hanya sehari-semalam. Lewat dari itu, es akan mencair dan danau kembali seperti semula.
Dalam 10 tahun hidupnya, inilah pertama kalinya Terren ikut ayahnya ke pulau. Mereka dan warga lain berangkat pagi-pagi buta dengan puluhan gentong minyak yang siap ditukarkan dengan tanaman obat. Cuaca di sana terasa dingin tak tertahankan. Terren yang belum pernah terpapar kondisi seekstrim itu nyaris dibuat tak berkutik.
Dan saat itulah Terren bertemu dengannya.
"Ini." Gadis berambut pirang itu mengulurkan sebuah gelas kecil. Asap putih terbentuk di depan bibirnya ketika dia berbicara. "Ini bisa membuatmu merasa hangat."
Terren menoleh ke ayahnya, bingung harus melakukan apa. Dia tidak pernah berhubungan dengan orang Alden sebelumnya dan berdasarkan buku-buku sejarah, Alden tidak bisa dipercaya. Apa boleh dia menerima minuman dari gadis asing ini? Namun, ayahnya memberikan anggukan.
"Terima kasih." Ternyata rasanya tidak buruk. Awalnya ada sensasi dingin aneh ketika cairan kecokelatan itu melewati kerengkongannya, tapi begitu ditelan perlahan rasa hangat menjalar di sekujur tubuh. "Benar ... hangat."
Gadis itu tertawa. "Tentu saja! Minuman racikan ibuku selalu luar biasa!"
Setelahnya gadis itu terus berceloteh. Dia bersikap seolah mereka adalah teman dekat, bukannya dua anak dari dua negeri yang bersengketa.
"Namaku Flora." Gadis itu mengulurkan tangannya yang dilapisi sarung tangan cokelat. Sepasang mata birunya berkilat penasaran. "Kau?"
"Terren."
"Baiklah, Terren. Sampai jumpa tahun depan."
***
Mereka kembali bertemu tahun depan, tahun berikutnya, dan tahun berikutnya lagi, di atas danau yang sudah membeku, di puncak musim dingin.
Flora tumbuh menjadi ahli tanaman obat yang handal. Pembawaannya yang riang dan ramah mampu menghangatkan suasana dingin di pulau kecil tersebut. Selama ini, dinding tebal antara warga Theron dan Alden masih terasa jelas. Mereka berbicara seadanya dan selalu berusaha untuk menyelesaikan barter secepat mungkin.
"Tahun kemarin istri Paman lagi hamil, pasti sekarang sudah lahiran! Laki-laki? Perempuan?"
Dari tempatnya, Terren bisa mendengar nada antusias dalam suara Flora.
"Perempuan." Yang ditanyai menjawab sambil tertawa kecil.
"Kalau begitu, tanaman obatnya kukasih lebih. Semoga Paman sekeluarga sehat selalu."
Terren yang sejak tadi menyimak hanya tersenyum kecil. Flora benar-benar tahu cara untuk meluluhkan hati. Terhitung sudah delapan tahun berlalu sejak pertemuan waktu itu. Dan lambat laun, Terren merasa bahwa pertemuan yang berlangsung cuma satu hari sama sekali tidak cukup. Perasaannya selalu aneh tiap kali harus pergi meninggalkan pulau. Rasanya berat membayangkan harus menunggu satu tahun lagi hanya untuk bertemu dengan Flora.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Yestoday
Short Story[Kumpulan Cerpen] #DWCNPC2019 30 hari, 30 tema, dan 30 kisah. Singgahilah dunia berbeda yang ada di dalam sini satu per satu dan rasakan sensasinya. ================================= Karya ini diikutsertakan dalam "30 Daily Writing Challenge" yang...