XX

1K 136 8
                                    

*DYLANA's Point of View*

*Beberapa jam sebelum kejadian

Pikiranku berputar-putar pada kenyataan bahwa mommy tidak menghubungiku sama sekali selama berminggu-minggu. Ini adalah hal yang aneh, terlewat aneh karena biasanya mommy selalu memintaku untuk datang berkunjung jika aku tidak menurutinya maka ia akan mengancamku. Sejauh ini, mommy sudah membuktikan ancamannya. Aku tidak ingin dia menyakiti orang-orang yang ku sayangi lagi. Rasanya tidak mungkin jika hanya dengan keberadaan Andrew, mommy melupakanku. Apakah dia memiliki rencana lain lagi kali ini?

Akhirnya ku putuskan untuk kembali melakukan misi berbahaya itu. Ku tunggu saat yang tepat, ketika kakak ku sedang beristirahat dan sedang ada pergantian shift yang menyebabkan pengawasan bagian belakang rumah tidak begitu ketat. Di saat kesempatan itu tiba, aku memanjat pagar rumahku sendiri lalu berlari sekencang mungkin ke arah rumah mommy. Tidak lupa ku atur smart -almost genius- watch ku ke mode berlari.

Aku berlari sekencang yang ku bisa, ku rasakan kali ini kemampuanku dalam berlari lebih baik dari kemarin. Aku tidak lagi tersandung dan kecepatanku bertambah. Di jarak 6 km aku berhenti untuk beristirahat, jantungku berdetak kencang sekali. Lampu di smart watch ku masih berwarna biru, artinya belum ada alarm yang berbunyi akibat peningkatan detak jantungku. Baju ku sudah mulai basah oleh keringat, aku berusaha bernapas sebaik mungkin agar tidak pingsan. 1 km lagi jarak yang harus ku tempuh, aku tetap harus berjalan cepat sebelum seseorang menyadari ketidakberadaanku.

7 menit kemudian ku lanjutkan pelarianku. Tidak lama, aku sampai di depan rumahnya. Di depan rumah tidak ada apa-apa, pintu rumahnya pun tidak dikunci seperti biasa. Ku masuki rumahnya, tidak ada apa-apa. Di lantainya debu tidak setebal biasanya, berarti sering dilewati entah oleh mommy atau Andrew. Aku melangkahkan kakiku secara perlahan, takut.

Aku merasa takut. Takut menemukan kejadian yang sama, takut mendengar suara yang sama, takut melihat skenario yang sama.

Aku berhenti di samping sebuah lemari besar. Lemari ini berwarna cokelat tua, dengan bentuk yang sangat biasa. Di dalamnya terdapat berbagai macam alat yang digunakan mommy untuk menghilangkan rasa sakitku dengan cara memberikan rasa sakit yang baru. Aku tidak ingin mendeskripsikan maupun menyebutkan nama alat-alat itu, tapi diantaranya ada sebuah pistol berjenis revolver kaliber 38. Ku buka lemari itu, di bagian atas terdapat sebuah kotak. Ku ambil kotak itu, di dalamnya pistol dengan gagang berwarna hitam pucat terletak dengan beberapa peluru di sampingnya. Ku buka bagian silindernya bermaksud untuk mengisinya dengan beberapa amunisi, namun ternyata sudah terisi penuh. Ini aneh, karena terakhir kali ketika mommy mengancamku dan menarik pelatuknya di depanku tidak ada apapun yang menembus kepalaku. Kosong, tidak terisi peluru. Apakah kali ini mommy benar-benar berniat untuk membunuhku? Tapi dia tidak ada menghubungiku, apa peluru ini ditujukan untuk orang lain?

"Sayang?" mommy berada di belakang ku secara tiba-tiba, membuatku sedikit terguncang karena kaget. Jelas dia melihat aku memegang pistolnya, aku tidak bisa bergerak. Mommy mencium bagian belakang leherku perlahan membuatku merinding. Dia memelukku dari belakang, lalu menempelkan pipinya di bahu belakangku. "Tumben datang ke sini sendiri tanpa mommy panggil." Aku diam saja, tidak bergerak.

Dia memegang rambut bagian belakang kepalaku lalu mengusap-ngusapnya secara lembut. "Dylan kangen mommy ya?" dapat ku rasakan dia mengatakan pertanyaan itu sambil tersenyum. Aku meneguk liurku lalu mengangguk. Dia melepaskan pelukkannya lalu berjalan menjauhiku, menuju sebuah kursi yang berada di tengah ruang tamu. Kursi yang selalu didudukinya ketika ingin melakukan sesuatu terhadapku. Aku masih tidak berani untuk bergerak, sementara dia sedang menyalakan rokoknya. Seusai isapan pertama dia memanggilku, "Sini dekat mommy, sayang."

CHILIADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang