"DI MANA DIA?!" teriak seorang laki-laki yang baru saja mendobrak pintu sebuah rumah.
"Anda siapa?" tanya seorang penjaga rumah itu. Dibantu dua orang lainnya ia berusaha menahan lelaki itu agar tidak sampai masuk ke dalam.
Seisi rumah seketika kalap dengan rasa kepanikan. Rumah yang sejak pertama kali berdiri kokoh di atas tanah ini selalu dalam keadaan tentram, sama sekali tidak ada prediksi akan terjadi keributan seperti ini. Bahkan jika terjadi keributan alam—badai—justru rumah inilah yang dijadikan warga sekitar untuk berlindung.
"NGGAK PENTING GUE SIAPA. SEKARANG BAWA GUE KETEMU SAMA DIA!" lanjut lelaki itu sambil mengacung-acungkan parang yang dipegangnya.
Keributan yang diciptakan lelaki itu benar-benar mencolok bagi warga sekitar. Tak disangka hanya dalam waktu lima menit, sekumpulan massa sudah berkerumun di teras rumah itu. Seperti tontonan saja.
"ada keperluan apa Anda kemari?"
"HEI BAJINGAN! NGUMPET DI MANA LO?!" Lelaki itu mengintip ke dalam rumah tanpa menggubris tiga lelaki yang menghadangnya.
"tolong jaga sopan santunnya, Tuan. Ini rumah Tuhan." Kata si lelaki penjaga rumah itu akhirnya.
Tak lama kemudian, sebuah siluet muncul dari sudut rumah itu. Siluet itu hanya diam. Ia berdiri membelakangi pintu rumah. Hanya warna pakaiannya yang dapat tertangkap lensa mata lelaki di depan pintu. Sebuah jubah putih bersih seperti awan yang sama sekali tidak menyiratkan mendung dikenakannya. Tubuhnya jangkung, berbeda dengan para penjaga rumah ini. Lelaki itu langsung tahu bahwa dia-lah yang diburunya sedari tadi.
"nah, itu dia rupanya," ucapnya dengan nada puas. "SINI LO BAJINGAN! TANGGUNG JAWAB SAMA GUE!"
Dia hanya diam saja, tidak memberikan respons apapun. Bahkan siluetnya tidak bergerak sekian milimeter pun.
"sebenarnya ada apa ini?" Datang seorang perempuan berusaha menengahi. "Bapak ada masalah apa?"
"gara-gara dia, hidup gue jadi hancur...," lelaki itu memberi jeda pada pernyataannya. "...HANCUR," ucapnya kepada dia.
Lelaki itu, dia datang dari Jakarta menuju sebuah tempat terpencil di daerah kota Aceh. Kenekatan tersebut dilatarbelakangi kesialan-kesialan yang menimpa dirinya. Atau setidaknya, menurutnya bukanlah sebuah kesialan tetapi merupakan kesengajaan yang dilakukan dia. Seminggu sebelum peristiwa ini terjadi, istrinya baru saja melahirkan, tetapi dokter menemukan kejanggalan. Anak yang dilahirkan tidak memiliki DNA ayahnya, tetapi istrinya tidak bermain dengan lelaki lain. Atau dengan kata lain, anak itu hanya memiliki DNA seorang ibu, tanpa ayah.
Penderitaan itu belum selesai. Esok harinya saat sang istri sudah bisa pulang ke rumah, lelaki itu mendapat telepon dari koleganya. Investor yang sebulan lalu melakukan MoU dengan start up yang baru saja dikembangkan lelaki itu menarik kembali suntikan dananya. Alasannya sederhana: tidak mau berbisnis dengan orang yang memiliki skandal. Sejak saat itulah, lelaki itu bertekat untuk bertemu dengan dia dan meminta penjelasan atas kesialannya. Sayangnya, sedari tadi, dia masih tidak menggubris teriakan dan umpatan lelaki itu.
"gue akhirnya punya anak setelah sepuluh tahun. Tapi kenapa GA ADA DNA GUEEE!!! BISNIS GUE HANCUR GARA-GARA LO. Mau lo apa? BAJINGAN." Warga yang sedari tadi menjadi penonton ikut terkejut. Mereka saling berbisik dan melirik lelaki itu. Ada sedikit rasa iba di hati warga. Sedikit, karena mereka tidak percaya kalau dia melakukan sesuatu tanpa sebab dan tujuan.
"Mungkin saja lelaki itu memang pantas mendapatkannya," ucap salah satu warga yang terbawa angin sampai pada telinga lelaki itu.
***
Siluet yang sedari tadi lelaki itu ajak bicara ternyata adalah sebuah patung. Ya, dia memang seusil itu. Tidak salah jika hobinya itu membuat beberapa orang jengkel. Saat ia mendengar ada lelaki yang mencarinya, digesernya patung tersebut sepuluh senti dari tempat semula dan membelakangi sorot lampu. Maka terciptalah siluet tersebut. Selama ini, dia hanya mendengarkan teriakan lelaki itu di meja sambil cekikikan dan menulis sesuatu di atas lembar kerjanya.
PRANK SUCCEED.