10. Feedback

82 3 2
                                    

10.

"Ca, lo kenapa sih selalu lari dari masalah terus? Emang nggak bisa ya, diselesaikan dengan baik-baik?" Leni yang tengah mengaduk batagor yang baru saja datang, tiba-tiba matanya terus melihat gerak-gerik Caca yang membuatnya setengah bingung. Belum lagi gadis di hadapannya itu hanya mengaduk-aduk mie instan kuah yang airnya sudah setengah surut.

"Gue nggak papa, nggak ada masalah juga. Lagian, kalau emang gue ada apa-apa, gue bakal cerita ko sama kalian," sahutnya yang merasa malas karena daya tarik pada semangkuk mie sudah ludes mati-matian. Awalnya Caca sangat menginginkan mie kuah dengan rebusan telur-serta sawi hijau yang nikmat, tetapi nafsu makannya seketika hilang ketika Caca harus menerima kenyataan pahit lagi.

Tadi pagi, sebelum berangkat sekolah, Caca dikirimkan pesan oleh Reno yang katanya Marsel akan segera menembak Valen di taman belakang sekolah. Sempat ragu akan ketikan Reno pada pagi tadi, belum lagi ketika Reno tiba-tiba memberitahu yang sama sekali belum ia tahu.

Terus, bagaimana dengan kedua teman yang dari dulu sering memberikan informasi penting nan terbaru mengenai daya tarik mereka pada seorang perempuan? Kenapa mendadak menghilang seperti itu?

"Habis ini, izinin gue dulu ya."

"Ngapain? Mau minum lagi lo?" cerca Puma yang langsung bertanya seperti tersambar sengatan listrik.

Caca menggeleng seraya menyingkirkan mangkuk mie ke arah samping. "Gue ada urusan sebentar, darurat banget," katanya yang mengeluarkan selembar uang lima ribuan kepada Leni. "Gue titip ini ya Len, makasih. Kalau gitu, gue ke kelas bentar. Dahhh!"

Ketiga temannya menatap kepergian Caca dengan alis yang saling bertaut. Pasalnya mereka dibuat semakin bingung lagi oleh gadis itu yang semakin hari, semakin tidak mau terbuka. Belum lagi dengan jawabnnya yang terus membuat mereka menebak pertanyaan dalam hatinya.

"Gue harus bilang sama Rama!" seru Leni, mengeluarkan ponselnya dengan kedua ibu jari langsung gencar mencari nomor ponsel Rama. Beberapa ketikan mulai terkirim pada aplikasi whtasapp dalam ponselnya.

"Ketua Osis kita, semakin ganteng aja ya! Duhhh, nggak kebayang kalau gue ditembak sama Fauzan," Nindi mulai berandai ketika Fauzan Juliansyah-Ketua Osis SMA Atlantis-tengah bercengkrama manis pada teman-temannya di bangku depan sana. Lain hal dengan Puma yang sedari tadi terus mengarahkan kamera ponselnya kepada sang Ketos itu.

"Gue sih nggak mau berandai ya, kalau emang Fauzan naksirnya sama gue," diam-diam, Puma lebih pede dibandingkan Nindi yang terus berkhayal. Kedua gadis ini sama saja, dengan sebuah roleplayer yang ia pikirkan untuk pasangan hidupnya-mereka terus mengharapkan Fauzan agar bisa tertarik pada mereka.

Leni yang tengah bertempur pada keyword ponselnya, kedua ibu jari terus mengetik dan mengirim pesan itu kepada Rama yang tengah berhadap pada room chatnya. "Gue udah tanya Rama, katanya dia nggak tahu juga soal sikap Caca sekarang."

Sembari memotret visual Ketos ganteng itu, Puma melirik sedikit pada Leni. "Udah sih Len, nggak usah repot sama urusan Caca. Kalau emang urusan dia lagi darurat banget, kita nanyanya nanti aja pas dia lagi ada waktu."

"Bener tuh, udah abisin dulu makanan lo lo pada. Sedikit lagi bel istirahat mau selesai nih," balas Nindi yang menyudahi tatapannya dengan beralih pada sepiring siomay yang belum habis.

Leni mengangguk-angguk paham pada penjelasan Puma tadi. Setelah mereka akan menyelesaikan jam istirahat ini, mereka langsung gencar menghabiskan sisa makanan mereka yang belum habis-lalu segera bergegas pergi ke ruang kelas.

Berharap akan Caca masih ada di kelas, Leni lebih dulu habis dan mengantarkan piring batagor itu-serta mangkuk mie yang Caca titip tadi.

🎬

THEORY OF LOVE [END] #Wattys2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang