3 - Sakit

537 83 128
                                    

Sebelumnya :

"Se-selamat sore, namaku Hyuuga Hinata, aku teman Sasuke." Hinata membungkuk hormat. Mata Hinata terpaku pada wanita cantik di depannya, yang memakai baju hampir menutup semua tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangannya.

"Oh, teman Sasuke. Mari masuk ke dalam," ujar Harumi tersenyum, "Akan aku panggil Sasuke ...."

"Jangan!" Spontan Hinata menarik lengan Harumi takut. "Aku datang ke sini untuk bertemu Nee-san, bukan Sasuke."

"Aku?" Harumi bertanya tak mengerti sambil menunjuk wajahnya.

Hinata mengangguk.

📖
📖
📖
📖

Gadis bermata indah itu duduk menyendiri di bawah pohon sakura sambil memikirkan betul setiap perkataan dan tindakan yang diambil Sasuke. Selama lebih dari seminggu ia berkunjung ke rumah keluarga Uchiha dan mendapati ibu si kembar yang memakai baju tertutup dari atas hingga ke bawah. Lalu kerudung di kepala yang senada dengan warna bajunya. Warna hijau. Uchiha Harumi.

Mereka berdiskusi tentang banyak hal. Mulai dari apa itu mahram, seperti apa itu Islam, kenapa Sasuke nyaris tak pernah terlihat makan daging dan lain-lain. Akhirnya Hinata paham kenapa pemuda itu tidak mau pacaran. Selain karena larangan dalam agamanya, gadis Hyuuga itu bisa menyimpulkan bahwa memberikan harapan kepada seorang gadis sebelum lelaki tahu persis apa yang diinginkannya, adalah sebuah kejahatan. Ia yakin Sasuke memegang teguh prinsip itu.

Mendadak bayangan wajah Sasori dan Sasuke bergantian berputar-putar di kepalanya. Sasori yang playboy. Bahkan kemarin ia memergoki sang kekasih berciuman dengan Shion. Bukan hanya pada Shion, tapi pada gadis lain pun Hinata pernah melihatnya. Namun anehnya, dia tidak sakit hati.

Angin musim semi berembus di sekitarnya, menebarkan aroma wangi, seolah-olah seperti tangan langsung sang Pencipta yang sedang mengelus rambutnya dengan lembut.

Hinata memejamkan matanya sesaat, teringat ucapan mendiang ayahnya dulu. 'Laki-laki itu dipegang dari perkataannya. Seorang lelaki telah kehilangan kehormatan ketika kata-katanya tak bisa dipertanggungjawabkan.'

"Lalu kenapa kalian menutup seluruh tubuh? Bukankah wanita lebih bagus jika memakai pakaian seksi?"

Harumi tersenyum. "Karena menutup aurat adalah cara Islam memuliakan kaum wanita. Seperti ketika kami para muslimah harus bepergian ke luar rumah, hijab bisa jadi pelindung kami. Karena menutup aurat sejatinya memberi isyarat bahwa kami beda dari wanita lain yang tidak berhijab. Kami ingin dihargai dan tak ingin diganggu oleh pria yang bukan mahram kami."

Hinata termenung.

Kemudian perbincangan mereka lebih berkisar pada yang lebih serius. Seperti tentang agama, menurut Hinata pemicu peperangan dan berbagai persoalan buruk di dunia itu karena agama.

"Jika tidak ada agama, tidak akan ada peperangan, saling bunuh, kekerasan ...." suara Hinata tertahan. Ya, semua karena agama.

Namun, Harumi yang cerdas menjawab bahwa peperangan dan penjajahan bukan terjadi karena agama. "Peperangan terjadi antara penganut agama. Bahkan negara-negara yang tak percaya Tuhan pun berperang juga. Seperti negara sebelah, Korea Utara yang melarang agama apa pun masuk ke dalam, tapi kenyataannya Korea Utara selalu berperang. Juga negara Uni Soviet yang besar pun berperang hingga akhirnya bercerai-berai."

Hinata terhanyut oleh penjelasan Harumi. Bagaimana mungkin agama bisa mengatur hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kesehatan, kerukunan manusia, bahkan kesejahteraan masyarakat. Juga dalam memilih pasangan hidup pun ada aturannya. Hal inilah yang membuat Hinata semakin tertarik.

[END] ✅ Laa TahzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang